6 Chapter 5

Tangan Ferdi terlepas saat ia bersalaman dengan si pria bertopeng. Pria itu langsung melempar lengan Ferdi jauh jauh.

"Bagaimana jadinya kalau tanganmu terpisah di tempat yang jauh? Apa tubuhmu akan membuat tangan baru? Atau mungkin tangan itu akan terbang kesini lalu menyatu kembali pada tubuhmu?"

Ferdi segera melompat kebelakang. Darah mengalir sangat deras. Tangannya ia gunakan untuk menahan pemdarahan. Namun perlahan tak ada lagi darah yang menetes dan kulit mengambang layaknya tentakel seakan sedang mencari potongan tangan yang terlepas.

Tetapi kulit itu tiba tiba memanjang dan saling mengikat lalu kulit itu menutupi luka di bahu yang tangannya terlepas.

"Ahh, maafkan aku. Kupikir tanganmu bisa beregenerasi seperti monster, tapi ternyata tidak."

"Sungguh sangat disayangkan yang terlepas adalah tangan kanan."

"Kau bukan kidal kan?"

Ferdi tak menjawab.

"Sepertinya kau ketakutan, tapi tak apa."

Pria itu membalikkan badannya, "ikuti aku!"

Mereka pun keluar dari ruang bawah tanah itu. Penjaga yang berjaga di pintu ruang bawah tanah sudah terkapar berlumuran darah. Mereka pun masuk kedalam mansion mewah melalui pintu depan.

Tak ada siapapun didalam namun lampunya menyala. Pria bertopeng itu naik ke lantai dua dengan santai sementara ia meninggalkan Ferdi dan Frey dibawah. Ia memasuki satu persatu ruangan lalu naik ke lantai tiga. Disana ia menemukan kamar dengan interior yang sangat mewah. Didalamnya seorang wanita cantik berambut pirang sedang duduk menghadap cermin besar.

"Selamat malam, Nyonya Diana Archilles." Sapa pria bertopeng dibelakang sambil membungkukkan badan.

"Siapa kau, berani masuk ke kediaman Marquis!?" Bentak Diana.

"Maafkan saya nyonya, saya pimpinan serikat jasa divisi ke 7. Tentunya anda tahu apa pekerjaan saya. Disini saya hanya melaksanakan permintaan dari keluarga Gregory."

"Janganlah menyimpan dendam pada keluarga Gregory atau serikat, salahkan suamimu yang tidak melaksanan pekerjaannya dengan baik."

"Kalau begitu, selamat tinggal." Pria itu menjentikkan jarinya dan dalam sekejap kepala diana meledak tak tersisa hingga darahnya mengenai pakaian si pria bertopeng.

"Ahh." Keluh pria itu.

"Kenapa aku harus meledakkan kepalanya? Permintaan ini sangat aneh."

"Aku tidak suka darah dari lengan, tapi tak apa lah."

Urusan mereka selesai di mansion Marquis. Mereka menghabisi penjaga yang masih tersisa hingga tak ada lagi yang menghalangi jalan pulang.

***

Rangga sampai di sebuah desa. Dengan pagar kayu setinggi bahu yang mengelilinginya, penduduk desa itu nampak terlihat ramah. Lelaki itu pun menghampiri seorang pria yang ada disana.

"Permisi."

"Ada apa?" Tanya pria itu.

"Apa kau tau kediaman Archilles?" Tanya Rangga.

"Mau apa kau kesana? Tuan Galan baru saja pergi kemarin." Jawab pria itu.

"Saya ingin mengantarkan surat untuk beliau."

"Begitukah?"

Pria itu memberitahu arah kediaman keluarga Archilles. Ia tak meminta imbalan dan juga tidak memberi kode agar mendapat imbalan. Sepertinya kehidupannya sudah tentram meskipun bila dilihat rumah rumah di desa itu sangat berbanding jauh dengan rumah modern, bahkan bisa dibilang tak layak huni.

Rangga meninggalkan pria itu. Ia pergi ke kediaman Archilles menurut petunjuk dari pria tadi. Ia pun menemukan sebuah mansion besar tanpa penjaga di gerbang depan. Ia pun membuka gerbang itu. Didepannya terhampar halaman depan dengan pepohonan kecil yang terawat, bunga bunga didalam pot, semak semak yang dihias, tanah yang dipenuhi rumput pendek, dan jalanan batako yang tersusun rapi disepanjang jalan. Namun keindahan itu tertutup oleh bercak darah dan mayat yang berserakan.

"Apa yang terjadi?"

Rangga berjalan diantara mayat yang bergelimpangan. Mayat belum membusuk, nampaknya pembantaian ini baru terjadi semalam. Sebuah mayat menghalangi pintu masuk. Rangga harus menggesernya agar ia bisa membuka pintu itu.

Perlahan Rangga membuka pintu itu. Tak ada derit. Engsel pintu nampak dijaga dengan apik. Didalam mansion suasananya sama saja, mayat berserakan. Tak terlihat diantara mereka yang seorang bangsawan. Rangga berjinjit untuk melangkahi tubuh yang memenuhi ruangan. Ia membuka satu persatu ruangan. Berlanjut ke lantai dua, mengecek kembali setiap ruangan lalu naik ke lantai tiga. Saat ia memasuki kamar, ia terkejut. Seorang wanita berpakaian mahal dengan kepala yang sudah menghilang. Helaian rambut pirang dan bercak darah menghiasi lantai dan dinding.

"Sepertinya kamar ini ditempati oleh Galan dan istrinya."

"Jadi, wanita ini pasti istrinya."

"Begitu yah." Senyum Rangga.

Rangga mendekati mayat wanita itu.

"Kembalikan Ferdi!"

"Sangat disayangkan kau tidak mati dengan tanganku. Mati dengan kepala meledak itu sangat membosankan. Biarkan aku bermain sebentar dengan tubuhmu."

Rangga melepas pakaian mayat itu, di atas nadinya terdapat luka seperti gigitan ular. lelaki itu menghiraukan lukanya, ia menyayat-nyayat tubuh itu dengan pisau. Setelah itu ia mengganti pakaiannya dengan pakaian pelayan dan memindahkannya ke lorong.

"Dengan ini setidaknya kau tidak akan mendapatkan upacara pemakaman."

"Sepertinya ada barang berharga disini." Rangga membongkar lemari secara paksa. Ia menemukan berbagai macam perhiasan terbuat dari emas dan permata. Ia pun membawanya dengan memasukkannya kedalam daster yang di bagian dadanya diikat agar lubang di leher dan lengannya tidak terbuka.

"Selanjutnya ruang kerja." Rangga keluar dari ruangan itu ke ruangan kerja untuk memeriksa dokumen dokumen negara.

Ia memeriksa satu persatu dokumen disana, semua data itu sudah dimanipulasi. Bantuan dari negara untuk rakyat tidak diberikan, pemungutan pajak tak seimbang dengan yang dilaporkan, permintaan asing yang merugikan negara pun ia ladeni. Dan satu lagi. Surat surat dan daftar klien pembeli budak yang ia sediakan. Karena Galan memerintah perbatasan, hubungannya dengan negara asing pastinya sangat erat. Dan ternyata kebanyakan budak diangkut karena tidak membayar pajak dan juga para imigran illegal yang ia dapatkan langsung dari penjaga perbatasan.

Namun, karena Rangga tidak memahami bahasanya, Rangga hanya membaca dan mengingat sesuatu yang telah ia baca. Ia menyimpulkan bahasa Asca memiliki 35 huruf. Entah bagaimana cara pemakaiannya.

Rangga pergi dari ruangan itu keperpustakaan. Mencari buku kamus bergambar untuk anak anak. Ia pun menemukan beberapa kamus dengan gambar yang tampak masih digambar secara manual. Rangga pun membacanya. Setelah membaca kamus, Ia melihat buku yang tersusun rapi di rak yang sama. Ada satu buku yang menarik perhatiannya. Kisah Pahlawan dan Iblis Hitam. Di sampulnya tergambar seorang pahlawan dengan pedangnya berdiri gagah melawan iblis hitam dihadapannya. Karena berada di rak yang sana, sepertinya buku itu ditulis untuk anak anak. Ia pun membaca buku itu.

***

300 tahun yang lalu dunia aman dan tentram. Semua orang hidup dengan bersuka cita. Suatu hari, raja iblis bangkit dari tidurnya dan mengancam kedamaian umat manusia. Kala itu dunia dilanda kecemasan dan ketakutan. Semua orang memohon pada para bangsawan agar mereka dapat menghentikan keterpurukan ini. Namun, para bangsawan tak mampu melawan pasukan iblis yang terlalu kuat. Kala itu manusia mendapatkan kekalahan telak.

Tak tahan dengan kekalahan itu, Putri ke tiga menyuarakan pendapatnya. Ia meminta pada Raja untuk memanggil pahlawan sebagaimana legenda yang sudah diceritakan dari masa ke masa. Legenda menyebutkan bahwa disaat manusia berada dalam keterpurukan, akan datang seorang pahlawan kuat dengan senjata sucinya untuk menghilangkan kekacauan di muka bumi. Permintaan itu dikabulkan oleh Raja. Lalu dilakukanlah ritual pemanggilan pahlawan dengan tumbal lima liter darah perawan. Konon katanya, sang pahlawan akan datang dengan memakai zirah emas dan pedang suci. Pahlawan itu diberkahi kekuatan yang sangat luar biasa.

Namun, pemanggilan tersebut gagal, seorang pria pemuja iblis berambut hitam datang membawa malapetaka bagi dunia. Ia mengamuk hingga dijebloskan ke penjara. Manusia semakin khawatir akan keadaan dunia saat itu. Raja iblis bangkit dan pemanggilan pahlawan malah mendatangkan petaka baru. Semua semakin gelisah, ditengah kegelisahan itu sang pemuja iblis itu menjelma menjadi iblis hitam lalu berhasil kabur dari penjara dengan menculik sang putri. Raja tak berdiam diri, ia kembali melakukan pemanggilan pahlawan dan kali ini sukses seperti yang disebutkan dalam legenda. Sang pahlawan mengejar iblis hitam itu ke ujung dunia demi menyelamatkan sang putri. Namun sang putri telah terbunuh oleh tangan iblis hitam dengan meninggalkan bayi dari di dalam perutnya.

Sang pahlawan terus mengejar iblis hitam dan mereka bertarung selama 10 hari tanpa henti. Dan akhirnya pahlawan itu berhasil mengalahkan iblis hitam.

Rangga menutup buku itu.

"Apa apaan cerita ini? Ini untuk anak anak, kan? Mana pesan moralnya?" Rangga membanting buku itu karena kesal.

"Ahh, ini bikin mood ku ancur."

Rangga pergi dari perpustakaan itu. Semangat membacanya hilang karena buku yang selama ini ia baca memiliki pesan didalamnya.

"Membaca tesis atau skripsi lebih menyenangkan daripada baca cerita itu."

Rangga keluar dari mansion mewah itu dengan jarahan yang ia dapatkan dari kamar Galan.

"Dimana para budak itu disimpan?"

Rangga mengelilingi mansion itu dan menemukan pintu yang didepannya terkapar dua mayat. Ia pun memasukinya. Ruangan itu sangat bau, lembab, dan kotor. Baunya seperti kencing yang tercampur darah. Lelaki itu berjalan melihat satu persatu budak yang ditahan didalam sel. Saat berjalan, ia menginjak sesuatu. Karena gelap, Rangga pun memungutnya.

"Apa ini?" Pengelihatannya tidak terlalu jelas. Ditangannya terasa sesuatu yang bertekstur seperti kulit dan masih kenyal. Ia pun meraba-raba hingga ke ujungnya.

Tangan? Tangan siapa?"

Benda yang Rangga injak ternyata adalah sebuah tangan kanan. Ia melihat lihat tangan itu, tak ada luka, malahan sendi bahu yang terpotong tertutup rapi oleh kulit. Tangan ini seperti masih hidup.

"Apa aku harus membawa ini? Ini tidak akan membusuk, kan?"

Ia menyimpan tangan itu di dalam daster yang juga ia gunakan untuk menyimpan perhiasan. Rangga kembali berjalan.

Lelaki itu berhenti di depan sel tanpa penghuni, terdapat dua sel bersebelahan yang tak berisi. Yang satu beberapa besinya terpotong dan satu lagi dibengkokkan dengan paksa. Rangga pikir sepertinya mereka berhasil kabur dari tempat ini.

Lelaki itu pun keluar dari ruang bawah tanah lalu pergi keluar gerbang dan berjalan meninggalkan mansion.

Sepertinya aku harus segera menjual perhiasan ini.

avataravatar
Next chapter