4 Chapter 4

"Mama, sakit." Seorang gadis kecil terisak di dada ibunya.

Ferdi hanya diam tak mengerti bahasanya. Namun ia merasa iba hanya karena isakan tangisnya. Galan memasukkan Ferdi ke sebuah gerbong kotor yang penuh oleh penumpang yang berpakaian lusuh. Beberapa dari mereka ada gadis kecil dan ibunya. Tak ada laki laki lain selain Ferdi disana. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan, untuk sementara ia percaya pada Galan agar ia bisa mendapatkan tempat untuk berteduh sementara.

Gadis kecil tadi semakin kencang tangisannya, membuat anak lainnya ikut menangis hingga ibunya kerepotan menenangkannya. Namun terlihat seorang gadis yang tak ikut menangis, ia duduk sambil memeluk lutut di pojok. Nampaknya gadis itu tak mempedulikan kebisingan itu.

Tangisan para gadis semakin keras hingga seorang prajurit mulai kesal. Ia menggedor gedor gerbong agar tangisan mereka berhenti. Namun karena itu tangisan mereka semakin keras. Naiklah prajurit tadi ke dalam gerbong lalu memukuli mereka yang menangis.

"DIAMLAH BANGSAT!!! KALIAN SANGAT MENGGANGGU!!!" Prajurit itu melampiaskan kekesalannya sambil terus memukuli para gadis yang menangis.

Ibunya yang hendak membela ikut terkena pukulan di wajah. Pipinya membengkak karena kepalan prajurit itu tertutup pakaian besi. Ferdi tak melawan dan ia tak merasa harus melawan, ia terus diam sementara orang orang dianiaya dihadapannya. Akhirnya tangisan itu berhenti setelah prajurit itu membuat mereka pingsan.

Kereta kuda berhenti. Ferdi pun diturunkan dari gerbong bersama 4 anak yang diangkut oleh prajurit karena pingsan, 2 orang wanita yang kakinya digusur tak sadarkan diri, dan sisanya 3 wanita dan satu gadis berjalan dengan kedua kakinya sambil dituntun oleh prajurit.

Galan pun turun dari keretanya bersama anaknya lalu menyuruh anaknya masuk kedalam mansion mewahnya.. Ia mendatangi para prajurit dengan wajah marah.

"Siapa yang melakukan ini?"

Seorang prajurit yang tadi memukuli datang menghadap.

"Anak anak itu memberontak, tuan. Karena itu saya mendisiplinkan mereka." Jawab prajurit itu tanpa rasa bersalah.

"Bagus sekali, tapi kau merusak barang daganganku. Aku harus membayar lebih untuk pengobatan mereka atau para bangsawan tak akan mau membeli mereka. Apa kau bisa membayarnya? Mereka barang mahal loh. Mungkin akan terbayar kalau kau menjual anak dan istrimu."

"Maafkan saya, namun bila tangisan mereka tidak berhenti mungkin akan mengganggu anda, tuan." Prajurit itu membuat alasan.

"Siapa yang suruh menghentikan mereka?" Tanya Galan.

"Tapi tuan, bukankah tangisan mereka bisa berakibat buruk pada putri anda?"

Ucapannya ada benarnya, "sudahlah, bayaranmu akan ku potong. Pergi sana!" Galan mengusir prajurit itu dari hadapannya.

Galan pun mendekati Ferdi sambil memakai kalung penerjemah.

"Sepertinya keberadaan mereka mengganggu kenyamananmu." Ucap Galan.

"Tidak juga." Jawab Ferdi.

"Maafkan saya, tapi kau harus ikut dengan mereka."

"Kenapa?"

"Pertama, kau datang ke negara ini secara Illegal. Kedua, kau tidak mempunyai markah takdir sebagaimana yang telah disetujui oleh Raja. Dan ketiga, Rambut dan matamu berwarna hitam. Mungkinkah kau memiliki hubungan darah dengan Shena? Kebetulan beberapa hari yang lalu ia bekerja di perbatasan dibawah perintahku. Sepertinya masalah dia akan semakin banyak." Ucap Galan sambil menyembunyikan tawanya.

Ferdi hanya diam.

"Jadi, ikutlah dengan mereka." Mata biru Galan menatap mata Ferdi dengan aura mencekam. Dari tangannya muncul air yang mengambang seperti sedang ia kendalikan. Dengan cepat air itu membungkus kepala Ferdi dan masuk kedalam saluran pernafasannya. Tak lama, Ferdi pun kehilangan kesadarannya.

"Bawa dia kebawah, aku harus kembali ke Masphita untuk mengantar pesanan." Galan memerintahkan prajurit, ia pun menggotong Ferdi bersama dengan seorang lainnya.

"Papaaa!!! Lily mau ikut lagi." Gadis kecil yang tak lain adalah anak dari Galan keluar dari mansion sambil berlari. Gadis itu pun melompat ke pelukan ayahnya.

"Oh sayangku, baiklah, tapi jangan nakal yah." Senyuman tulus terukir di wajah Galan.

"Umm!" Lily mengangguk dengan semangat. Mata biru yang diwariskan dari ayahnya nampak terlihat berkilauan.

"Papa."

"Hmm?"

"Lily sekarang pakai anting ini loh." Ucap Lily sambil menunjukkan anting dari kristal berwarna hijau cerah dengan emas putih yang diukir sebagai bingkainya.

"Bukannya papa udah beliin yang baru kemarin?"

"Kemarin Lyfana bilang kalo Lily cocok pake anting hijau."

"Jadi sekarang Lily mau ketemu Lyfana lagi?" Tanya Galan.

"Umm." Lily mengangguk.

***

Ruang bawah tanah yang gelap, Lembab akibat dinding yang bocor, bau, dan juga kotor. Tempat yang sangat jauh dari kata nyaman. Ferdi yang pingsan diangkut kedalam, ia dimasukkan kedalam sel. Lehernya diikat rantai, begitu pula kaki dan tangannya.

Gadis kecil yang tak menangis saat di gerbong kereta tadi, kini ada di samping sel Ferdi. Ia diam sambil memeluk lututnya. Tak terlihat wajahnya karena tertutup oleh rambut coklat yang berantakan.

Ferdi terbatuk, air yang masuk kedalam saluran pernafasannya keluar. Ia segera duduk sambal menepuk nepuk punggungnya. Setelah tenang, Ferdi menoleh kesekitarnya. Gelap. Jarak pandangnya sangat minim. Ia hanya dapat melihat seseorang di sebelah selnya.

"Anu, sudah berapa lama aku tertidur?" tanya Ferdi pada gadis disampin selnya.

"Entahlah, mungkin delapan jam." Jawab gadis itu dengan suara serak yang hamper tak terdengar.

"Begitukah." Ferdi menyandarkan behunya ke tulang sel.

Selama delapan jam Ferdi tak sadarkan diri, roti kering begiannya sudah kotor. Namun Ferdi tetap memakannya meski beberapa semut ikut terlahap.

Keras, hambar, kering. Intinya tak enak. Roti itu sama sekali bukan makanan yang layak. Ditambah rasa pedas dari semut membuat rasanya semakin hancur. Tak ada air disana.

"Anu, apa ada air?" Tanya Ferdi pada gadis disampingnya.

"Minum saja air kencingmu." Akhirnya Ferdi tahu mengapa tempat ini begitu bau.

Tenggorokannya serak. Tak ada air yang layak untuk diminum. Ferdi lalu ingat kalau ia pingsan akibat saluran pernafasannya dimasuki oleh air. Ia lalu meraba raba sekitarnya, mencari tempat yang basah. Tengannya akhirnya menyentuh tempat yang basah, segera ia menjulurkan lidahnya lalu menjilat jilat air itu.

Kini mulutnya dikotori tanah, ia menggaruk garuk lidahnya. Gatal. Tanah tadi sangat kotor. Ferdi terus menggaruk lidahnya hingga terluka. Ia pun menghentikan garukkannya. Perlahan luka itu pulih dan rasa gatal pun hilang.

"Apa yang terjadi dengan tubuhku?"

"Luka nya sembuh terlalu cepat."

Ferdi lalu terpikir sesuatu. Ia mencoba tuk berdiri, lalu berjalan. Namun ikatan rantai di kaki, tangan dan lehernya membuat ia tetap diam. Ferdi lalu menarik dan memukul mukul patok besi yang digunakan untuk mengikat rantai. Tangannya berdarah namun tak lama sembuh. Ia terus mencoba melepaskan diri dari rantai itu hingga akhirnya tak ada lagi rantai yang mengikatnya. Ferdi berdiri, ikatan rantai benar benar sudah lepas. Ia pun mendekati batang sel lalu memukulinya. Besinya terlalu keras. Bahkan tubuh Ferdi yang besar pastinya membutuhkan waktu untuk sekedar membengkokkannya.

Ferdi terus memukuli batang besi itu agar setidaknya terbuat celah untuk keluar. Tulang lengan dan betisnya terus menerus memukuli besi itu hingga beberapa kali patah, namun segera pulih kembali. Rasa sakit nampaknya sudah tidak ia pedulikan.

Akhirnya sebatang besi bengkok. Ferdi Tiga mematahkan tulangnya hanya untuk membengkokkan satu besi. Tinggal satu lagi ia bisa membuat celah untuk keluar. Pukulan dan tendangan Ferdi sangat berisik hingga beberapa orang terbangun.

Pintu masuk terbuka, cahaya menerobos masuk kedalam ruang bawah tanah. Ferdi yang sedang membengkokkan besi sel panik. Ia segera menjatuhkan diri lalu pura pura tidur.

Seorang pria bertopeng dengan mantel hitam muncul bersama seorang wanita berambut biru di belakangnya. Ia mendatangi satu persatu sel setelah itu menggelengkan kepalanya setelah melihat penghuninya. Ia terus melihat sel lalu pergi ke sel lain. Akhirnya ia berhenti di samping sel Ferdi yang tak lain adalah seorang gadis yang ikut di gerbong milik Galan.

"Frey, ambil dia!" Suruh pria itu. Bahasanya dapat dimengerti oleh Ferdi, mungkin ia memakai kalung penerjemah.

Wanita yang ada di belakangnya maju mendekati besi sel. Ia mengayunkan tangannya dua kali dan akhirnya besi itu terpotong dengan mudah seperti agar agar.

Frey yang tak lain orang yang membersamai pria itu lalu memotong rantai yang mengikat si gadis, setelah itu ia memukul tengkuk gadis itu hingga pingsan. Frey pun membopongnya. Pria bertopeng itu lalu kembali berjalan lalu berhenti di depan sel Ferdi. Ia menyentuh batang besi yang telah Ferdi bengkokkan. Setelah itu pergi.

Ferdi pikir pria itu akan ikut membawanya. Lantas Ferdi segera keluar dari sel itu dan mengikuti si pria bertopeng. Ia mendekati pria itu, namun nampaknya pria itu sama sekali tidak tertarik pada Ferdi. Frey menoleh ke belakangnya seperti ia merasakan sesuatu. Ferdi langsung diam saat wanita itu melihat kebelakang. Pencahayaan tidak terlalu baik sehingga pengelihatannya mungkin terganggu.

Ferdi kembali berjalan setelah Frey mulai berjalan. Saat hendak melangakah, sebuah tendangan mengenai perut Ferdi. Frey menyadari kehadirannya. Ferdi muntah, roti yang baru ia makan keluar percuma. Ia Kembali berdiri setelah rasa sakitnya berhenti. Frey kembali menendang perut Ferdi namun ditambah dengan tendangan ke kepala.

Ferdi jatuh tersungkur. Kini darah keluar beserta muntahnya dan tulang hidungnya patah. Tubuh Ferdi perlahan pulih. Ia kembali berniat untuk bangkit, namun Frey segera mengayunkan tangannya. Leher Ferdi terputus.

Frey pergi mendekati pria bertopeng itu. Wanita itu sangat kuat meski sedang mengangkut seorang gadis. Kulit leher Ferdi yang terpotong mulai menjalar seperti akar serabut. Kulit itu mendekati kepala dan menarik kepala itu agar kembali menyatu dengan tubuhnya. Tak lama kemudian lehernya pulih dan Ferdi kembali berdiri.

Pria bertopeng yang tadi tak tertarik kini penasaran dengan keadaan di belakangnya. Ia lalu menoleh kebelakang. Ferdi pun berjalan mendekatinya. Pria itu membalikkan badannya dan ikut berjalan mendekati Ferdi. Setelah mereka dekat, si pria bertopeng mengejak Ferdi bersalaman. Tanpa ragu Ferdi menyambar tangannya. Tanpa ia sadari, lengan Ferdi terputus hanya karena mereka bersalaman.

avataravatar
Next chapter