5 Chapter 4.5

Kehidupan tak akan berjalan semulus apa yang kau harapkan. Terkadang bakat yang dimiliki tak akan berguna dihadapan orang berbakat lainnya. Rangga dengan kecerdasan dan daya ingat yang luar biasa dijebak oleh shena karena kekurangan informasi. Ia pikir dengan mengikuti alur semuanya akan baik baik saja. Namun itu salah, alur yang Rangga arungi bukan aluran yang tenang, melainkan aluran mematikan yang bilamana ia terus mengikuti alur itu, ia akan tertelan oleh derasnya aluran kehidupan.

Rangga tak terpikir bahwa disekitarnya benar benar tak ada gunung atau bukit. Sangkanya ia akan berada di tempat yang mirip dengan tempat ia dipindahkan oleh zitta, yakni di atas bukit. Lelaki itu terkecoh. Sudah pasti ia sekarang sedang diincar olehnya. Dimalam itu Rangga tak bisa tidur, pikirannya gelisah, padahal ia sedang didepan perapian bersama para bandit yang sedang berpesta ria.

"Woi, Rangga, kau gak mau minum? Anggur ini terbaik, loh." Ajak wilson dengan wajah yang sudah memerah akibat mabuk.

"Tidak terimakasih, kinerja otakku akan berkurang jika aku meminum benda itu." Tolak Rangga.

"Setidaknya cobalah daging rusa ini, makanan bangsawan emang mantap."

Wilson dan teman temannya sangat lahap menikmati pesta, dimulai dari daging, buah buahan, anggur, uang, hingga emas mereka keluarkan. Ada satu hal yang mengalihkan perhatian Rangga. Senapan. Tak begitu jelas bila terlihat dari jauh, Rangga pun mendekatinya. Senapan Ferdi.

"Kenapa ada disini? Apa si bangsat Galan itu menculiknya?"

"Oi, Wilson!" Panggil Rangga.

"Huh?"

"Kau tau dimana kediaman Galan?" Tanya Rangga.

"Galan? Siapa dia? Apa dia enak?"

"Galan Archilles, kau tahu dimana kediamannya?"

"Galan, Galan, Galan... Ohh, maksudmu bapaknya Lily? Kenapa kau tanya bapaknya? Apa kau mau ngelamar Nona Lily ku?"

"Nona Lily memang sangat cantik, wajar aja kalo kau suka pas pertama kali ngeliat." Ucapan Wilson semakin ngelantur.

"Aku gak suka sama anak kecil, lagipula Lily udah kubunuh, loh." Celetuk Rangga.

"Hah? Apa maksudmu?" Teriak Wilson sambil menarik pedang dari sarungnya lalu mengacungkannya pada Rangga.

Teriakan itu membuat para bandit memperhatikan. Para bandit pun membuat lingkaran yang mengelilingi mereka berdua.

"Apa Maksudnya udah ngebunuh Nona Lily? Hah!"

"Seperti yang kubilang tadi, bukannya kau juga ngeliat?" Tanya Rangga sambil mengangkat kedua tangannya.

"Kapan? Aku gak tau kapan kau ngebunuh Nona Lily. Kalo kau mau ngebunuh Nona Lily, lebih baik kau kubunuh sekarang."

Wilson mengayunkan pedangnya ke arah perut Rangga. Dengan cepat Rangga menendang pergelangan tangan Wilson dengan kaki kirinya lalu melompat sambil menendang kepalanya. Wilson pun jatuh tersungkur tak sadarkan diri. Pertarungan itu diakhiri dengan sorakan para bandit.

***

Api unggun semalam sudah menjadi abu. Daging dan manisan sudah dikerumuni oleh semut dan beberapa serangga aneh yang terbang diatasnya. Para bandit tertidur pulas tanpa selimut sehelaipun. Mereka tidur di dekat perapian. Begitu pula Rangga, ia tidur di depan api unggun dengan sehelai kain untuk menyelimuti tubuhnya. Suara jangkrik sudah dimakan burung. Bulan sudah terjatuh untuk menimba sang mentari. Rangga terbangun dengan memegang tulang. Akhir pesta yang amat kacau. Setelah Wilson pingsan, para bandit akhirnya beradu bogem satu sama lain. Rangga pun menjauh dari pertempuran dan mendekati meja hidangan. Ia menyantap seluruhnya kecuali minuman anggur. Akhirnya ia tertidur pulas akibat terlalu kenyang.

Rangga segera melempar tulang yang ia pegang lalu pergi ke sungai untuk mencuci tangan beserta wajahnya.

Air sungai itu sangat jernih hingga pantulan wajah Rangga nampak jelas.

"Hitam."

"Apa ada yang salah dengan warna hitam?"

"Aku tidak melihat seorangpun disini yang memiliki rambut berwarna hitam selain Shena. Tapi dia juga memburu orang berambut hitam. Apa makssudnya itu?"

Rangga membasuh mukanya sambil sesekali berkumur. Ia pun kembali.

Rangga harus segera pergi dari sini. Atau Shena akan segera mengejarnya. Ia pergi mendekati gerbong kereta kuda. Sebuah senapan yang sudah pasti yang Ferdi pakai berada dihadapan Rangga. Rangga pun mengambilnya lalu ia selendangkan. Rangga lalu naik keatas gerbong. Didalamnya 5 budak wanita yang mereka dapatkan sedang tertidur pulas bersama 2 orang lelaki dengan bertelanjang. Rangga segera turun dari gerbongg itu karena tak ada yang bisa ia dapatkan.

Ia lalu mengecek gerbong yang dinaiki oleh Galan dan Lily. Disana ada sebuah koper yang berisi pakaian mahal ala bangsawan.

"Pakaian? Mana mungkin di duniia gila ini aku memakai kaos dan celana jeans?" Pikir Rangga sambil memilih pakaian yang ada di dalam koper itu.

Ia mencoba satu persatu pakaiannya namun tak ada yang cukup di badannya. Mungkin pakaian itu milik Galan. Rangga pun menemukan jubah ungu tua yang bisa ia pakai meskipun ukurannya tidak bisa dibilang cukup. Ia lalu mengambil jubah itu dan sebuah celana hitam yang kebesaran. Rangga lalu menggunting pakaian itu lalu menjahitnya agar cukup untuk tubuhnya.

"Woy, Rangga, kau lagi ngapain?" Wilson datang menghampiri dengan jalan yang masih sempoyongan.

"Aku harus pergi sekarang."

"Dimana kediaman Galan?" Tanya Rangga.

"Galan? ikuti aja jalan itu ke barat, nanti disana ada desa. Kau tanyain aja ke mereka." Jawab Wilson sambil menguap.

"Kau punya belati?"

"Ambil aja disana, ada banyak kok" Wilson menunjuk ke sebuah kotak berisi berbagai macam senjata.

"Udah yah, aku mau tidur lagi."

Rangga mengambil 2 buah belati terbaik disana. Desain tak penting, yang penting adalah bahan dan ketajaman. Rangga mengambil sepasang beelati yang terlihat seperti pisau dapur namun dengan bahan yang berbeda dari belati lain. Ia mengambilnya dan mencoba melemparkannya ke dinding gerbong. Sleb! Belati itu menancap seluruhnya hingga pegangannya menyentuh dinding itu. Sangat tajam. Rangga mengambil keduanya. Belati itu ia sembunyikan dibalik jubah bersama dengan senapan.

Persiapan telah selesai. Tak ada lagi benda yang ia butuhkan lagi. Kaos dan celana jeans ia tinggalkan di kereta. Dengan membawa kantung air dan sepotong roti, ia pergi dengan mengendarai kuda meninggalkan para bandit yang masih tertidur pulas. Baru kemarin lelaki itu belajar berkuda, namun nampaknya tanpa pelana sekalipun sekarang ia sudah bisa menungganginya.

avataravatar
Next chapter