1 Malaikat Penolong

"Ze cepetan bawa sini lama banget sih," teriak keras Adhi di ruang tamu.

"Kak bantuin dong jangan nyuruh terus berat nih," balas Zeze tak kalah keras.

Adhi segera pergi ke lantai atas untuk membantu Zeze membawa barang-barangnya, karena hari ini mereka akan mountain climbing ke salah satu gunung yang ada di Bandung.

"Gila, mau pindahan? bawa barang sebanyak ini, bawa ranselnya aja tas yang itu simpen," Adhi menunjuk tas yang ukurannya lebih kecil dari ransel.

"Ah kakak banyak bacot, udah nih bawa aja!" Zeze menyerahkan tas yang di jinjingnya ke Adhi tapi Adhi malah menjitak kepalanya, Zeze hanya bisa meringis.

"Jaga bahasa lo gak sopan banget, gue nih abang lo."

"Iya-iya maafin Zeze dah, gitu aja ngambek, ya udah nih bawain," ucap Zeze sambil menyerahkan ransel tersebut ke depan Adhi

"Ogah bawa aja sendiri," Adhi melenggang pergi begitu saja membuat Zeze kesal.

"KAKAKKK...." teriak Zeze kencang.

"Berisik kampret, Zita abang tunggu di depan sekalian bantuin si Zeze, cepetan jangan lama-lama," teriak Adhi sambil pergi ke luar rumah.

Zeze masih kesal kepada Adhi, mau tidak mau ia akhirnya menuruti perintah kakaknya itu dengan hanya membawa satu tas saja, ia pergi ke kamarnya untuk menyimpan tas yang satunya yang semuanya berisi makanan ringan dan minuman.

Bagi Zeze ini adalah pertama kalinya ia ikut mendaki gunung, berbeda dengan sang adik yang sudah beberapa kali mountain climbing. Meskipun mereka berdua kembar tetapi sifat mereka jauh berbeda.

"Woyy ayo pergi nunggu apalagi," ucap Zita di ambang pintu.

"Iya," balas Zeze.

"Eh tunggu-tunggu," Zita menghentikan langkahnya, dan segera menoleh ke arah Zeze yang di sampingnya.

"Apa lagi," balas Zeze.

"Lo bawa kaos sama celana kan? bukan dress ataupun gaun?"

"Iya gue bawa kirain apa,"

"Oh ya udah deh." Zita melanjutkan langkahnya, begitupun dengan Zeze.

"Tumben lo mau ikut muncak?" ucap Zita.

"Lagi pengen aja," balas Zeze.

"Biasanya juga gue ajak lo nya gak mau."

"Gabutlah di rumah sendirian."

"Biasanya juga suka sendirian."

"Tau ah, gue ikut salah gue gak ikut masih salah," ucap Zeze kesal.

"Kapan gue bilang lo salah?"

"Ya itu tadi, secara gak langsung bilang itu kan."

"Dah lah susah ngomong sama bocah mah gak bakalan paham," Zita mempercepat langkahnya mendahului Zeze.

"Heh siapa yang lo bilang bocah hah?"

"Ya lo lah."

"Dih, yang ada lo yang bocah, inget gue tuh kakak lo."

"Serah ah."

Setelah Zeze menutup pintu rumahnya, ia pun segera pergi menyusul Zita dan Adhi yang sudah duduk menunggu di dalam mobil.

******

Harusnya aku yang disana dampingimu dan bukan dia (nada dering telepon).

"Ekhemm ada yang bucin nih," ucap Zita menertawakan Adhi begitupun dengan Zeze.

"Shutt berisik," balasnya tajam lalu Adhi mengambil hp-nya dan menekan tombol hijau, karena Adhi sedang menyetir mobil jadi dia men-loudspeaker hp-nya dan menyuruh Zeze untuk memegangnya.

"Hallo," ucap Adhi

"Lo di mana? kita udah pada ngumpul nih, tinggal lo bertiga," balas Ganen—sahabat Adhi.

"Iya bentar lagi gue nyampe bro,"

"Dhi sekalian ya lo mampir dulu ke apotek, persediaan obat P3K gue sedikit lagi, pake uang lo dulu nanti gue ganti."

"Udah gak usah beli, tenang aja gue bawa kotaknya, isinya juga masih banyak obat-obatan."

"Ya udah gue tutup dulu telephone-nya lu hati-hati di jalannya."

"Iya"

Sambungan telephone pun terputus, Zeze menyimpan hp tersebut seperti semula.

"Yang tadi kak Gane bang?" tanya Zita yang duduk di jok belakang mobil.

"Iya, emang kenapa?"

"Eum...Kapan datangnya?"

"Kalo gak salah udah seminggu, kita muncak di Bandung tuh ya buat ngerayain dia pulang."

"Oh pantesan," ucap Zita tenang.

Berbeda dengan suara hatinya. Hati Zita berteriak senang, sudah beberapa tahun mereka tidak bertemu. Inilah hari yang ditunggu-tunggunya, akhirnya telah tiba.

Zeze yang hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka, akhirnya penasaran juga, "Gane tuh siapa kak? Pacarnya Zita ya kak?"

"Iya" balas Adhi santai.

Seketika Zeze tertawa, "Hahahaha gak nyangka adik gue bisa punya pacar juga, cewek tomboi kayak dia mpfftt hahaha," Zeze terus saja tertawa terbahak-bahak begitupun Adhi, berbeda dengan Zita yang terlihat sangat kesal.

"Haha kakak cuman bercanda, mana ada yang mau sama Zita, yang ada cowoknya pada kabur lari-larian."

"Bener tuh kak," ucap Zeze masih dengan tawanya.

Zita menghela nafasnya, "Serah ah," dari pada nantinya semakin panjang dan semakin menghina dirinya, lebih baik Zita tak menanggapinya.

"Gitu aja marah."

"Jangan merajuk dong adikku sayang," Zeze menoleh ke belakang, melihat Zita yang menyandarkan kepalanya di jok dengan mata yang terpejam.

Zeze kembali melihat ke depan, "Malah tidur."

"Udah lah biarin," ucap Adhi.

"Hemm."

Setelah itu tidak ada lagi percakapan diantara mereka. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Mobil yang dikendarai Adhi memasuki area parkiran salah satu gedung apartemen yang berada di Bandung.

Memang rencananya sebelum melakukan perjalanan ke gunung, mereka akan menginap dan istirahat terlebih dahulu di apartemen Dezan—teman Adhi yang asli orang Bandung—dan besoknya baru melakukan perjalanan yang sangat melelahkan.

Setelah Adhi memarkirkan mobilnya, ia dan kedua adiknya pun keluar dari dalam mobil.

"Huh akhirnya gue bisa ngerasain juga, hidup tanpa adanya omelan dari mama sama papa, ah senangnya," Zeze melihat ke sekelilingnya banyak mobil-mobil mewah yang terparkir di sana, terlihat jelas raut wajahnya yang bahagia, "ya udah ayo kak nunggu apalagi," lanjutnya antusias.

"Nih bawa tasnya," Adhi melemparkan tas itu ke Zeze.

Zeze mendesah kesal, tasnya jatuh ke lantai "Ck gak punya perasaan banget sih."

"Bodo amat! nih punya lo," Adhi melemparkan tas ke Zita setelah ia mengambil tasnya sendiri.

"Makasih bang," ucap Zita.

Setelah Adhi menutup bagasi dan mengunci mobilnya, ia pun bergegas pergi yang langsung diikuti oleh Zita. Mereka berdua berjalan berdampingan meninggalkan Zeze sendirian.

"Abang ihh tungguin dong," dengan kesal Zeze menggendong tasnya dan segera berlari mensejajarkan langkahnya dengan Adhi dan Zita.

"Seneng banget ya kalian bikin gue kesel," ucap Zeze memisahkan jarak diantara Zita dan Adhi sehingga dia berada di tengah diantara mereka.

"Bodo," ucap Adhi di depan muka Zeze.

"Amat," begitu pun dengan Zita melanjutkan perkataan Adhi di depan muka Zeze.

Setelah itu mereka berdua melanjutkan perjalanannya, menghiraukan setiap perkataan yang di lontarkan Zeze.

Zeze mendengus kesal, kini kedua orang itu sudah tidak terlihat oleh pandangannya. Suasana terasa sesak meskipun angin bertiup kencang. Zeze melihat sekelilingnya tidak ada orang, yang ia lihat hanya beberapa mobil yang terparkir dengan rapih.

Zeze berlari secepat mungkin meninggalkan area parkiran tanpa memedulikan tasnya yang tergeletak di lantai. Yang ia pedulikan hanya keluar dari suasana yang mencekam ini, yang membuat dirinya ketakutan.

Di lain sisi, slebuah mobil melaju memasuki area parkiran, saat ia akan membelokan mobilnya tiba-tiba muncul seorang wanita didepannya.

"Aaaaaaaa," teriak Zeze kaget.

Ckiitt

Hampir saja mobil itu menabraknya, kalau saja pengemudi mobilnya tidak segera mengerem mobilnya. Orang itu pun keluar dari dalam mobilnya, menghampiri Zeze yang hampir ia tabrak sedang berjongkok sambil menangis tersedu-sedu, menyangga kepalanya diantara lengan dan lututnya.

"Permisi, mbak tidak apa-apa kan," ucap pria itu sambil memegangi kedua bahu Zeze..

Zeze masih diam tidak menjawab pertanyaan pria itu, ia masih syok atas kejadian barusan dan ia tidak berani untuk melihat apakah yang didepannya ini manusia atau bukan.

"Maaf mbak tadi saya tidak sengaja—"

Pria itu tidak melanjutkan perkataannya ia terkejut karena Zeze tiba-tiba saja memeluknya dengan erat.

"Hiks...Hikss... tolong, saya takut hikss..saya gak mau disini, tolong bawa pergi saya dari sini," ucap Zeze parau.

"Tapi mbak saya—"

"Please, saya tahu kakak itu manusia bukan hantu jadi tolong saya hiks..." Zeze semakin mengeratkan pelukannya.

Pria itu menghela nafasnya, wanita yang memeluknya itu masih saja bisa bercanda dalam keadaan seperti ini, "Baiklah—"

Lagi-lagi Zeze memotong ucapannya membuat pria itu sedikit kesal tapi apa boleh buat pria itu hanya bisa mendesah.

"Terima kasih kak," Zeze menghentikan tangisannya, ia sangat bahagia karena Tuhan telah mengirimkan malaikat untuk menolongnya.

"Hemm bisakah sekarang kamu melepaskan pelukannya," ucapan pria itu mampu menyadarkan lamunan Zeze.

Zeze gugup saat ia menyadari bahwa sedari tadi ia memeluk pria itu, "Maafkan saya kak karena telah lancang," Zeze menunduk malu.

"Tidak papa, ayo masuk," pria itu menyuruh Zeze untuk masuk ke mobilnya.

Zeze hanya mengangguk dan segera masuk ke dalam mobilnya. Begitupun dengan pria itu.

Zeze yakin pria itu masih muda, mendengar dari suaranya pasti ia tidak jauh usianya dengan Adit kakaknya.

Tbc...

Salam 💙

Agnes Am

avataravatar
Next chapter