1 Bab 1. Azalea

Percikan air dari ikan yang berenang disertai suara gemercik air terjun menambah suasana tenang hutan yang beraroma bunga Lavender tersebut.

Langkah kaki terdengar mendekat ke arah sumber mata air. Menginjak dedaunan kering yang menimbulkan suara gemeresik ditambah semilir angin yang berhembus cukup kencang.

Sesosok bertudung jubah merah melangkah mendekati mata air sambil menenteng keranjang buah milik nya. Dia meletakan keranjang yang dibawanya itu ke tanah lalu ia mengambil kendi air yang berada di keranjang itu untuk diisi. Bunga – bunga bermekaran dan cabang pohon meliukkan ranting nya seolah menyambut Sang Penguasa.

Setelah kendi itu terisi penuh oleh air dia tak segera beranjak tapi malah bermain dengan air, dipercikkan nya air dengan tangan nya ke ikan yang berenang membuat semua ikan lari. Suara tawa renyah yang merdu terdengar pelan karena disapu oleh embusan angin.

Angin berhembus lebih kencang, menerbangkan dedaunan yang gugur. Dan menyingkap tudung jubah sosok itu yang menampilkan wajah seorang dewi.

Wajah itu begitu indah tanpa cela, kulit putih nya lebih indah dari porselen, mata hijau daun itu seteduh pohon willow, alis hitam nya yang melengkung bagai bulan sabit dan bibir merah Cherry nya yang merekah menggoda membuat kesan bahwa gadis itu bukanlah manusia fana melainkan seorang Malaikat yang singgah sejenak di bumi. Bahkan bunga pun malu untuk mekar kembali dan matahari bersembunyi di balik awan karena kalah bersaing dengan keindahan dan kecemerlangan paras itu.

"Sepertinya hujan sebentar lagi akan turun, sebaiknya aku segera bergegas pulang." Ucap nya seraya memasangkan tudung jubah nya kembali lalu mengambil keranjang buah serta kendi air yang sudah terisi dan segera beranjak pulang.

_____________✴___________

___________________________

Awan gelap menutupi langit pada sore hari ini, tak mengizinkan sang mentari untuk muncul. Angin menderu cukup kencang membawa dedaunan untuk terbang bersama nya. Suara guntur mulai terdengar bersahutan pertanda hujan akan turun sebentar lagi.

Di desa Analec

seorang wanita paruh baya memasukkan kayu bakar yang di jemur di depan rumah nya dengan tergesa. Dia menggerutu karena kayu bakar nya belum kering sepenuh nya tapi hujan malah sebentar lagi akan turun. Sudah tiga hari ini hujan terus menerus turun membuat persediaan kayu bakar di rumah nya yang sudah menipis tak bisa bertambah.

"Ke mana anak itu ? Sudah mau hujan tapi belum sampai di rumah." Wanita itu dengan cemas menunggu di halaman depan rumah. Setelah selesai memasukkan kayu bakar ke dalam rumah dia memeriksa apakah anak nya sudah ada di dalam atau belum tapi tak di dapati anak gadis nya itu di setiap sudut rumah yang membuat nya khawatir.

"Ibu, sudah mau hujan kenapa berdiri di luar ?" Pertanyaan itu membuat wanita paruh baya tersebut berjengkit kaget. Dia menoleh dan melihat orang yang ditunggu akhir nya tiba.

"Azalea kau dari mana saja ? Ayo masuk, hujan sudah mulai turun !" Ajak wanita itu sembari melangkah masuk ke dalam rumah.

Rumah itu begitu sederhana tapi sangat nyaman, banyak tumbuhan hijau di letakkan dalam pot lalu di susun dengan rapi di setiap sudut rumah. Lentera di atas meja menjadi satu - satu nya penerangan dalam rumah yang kini mulai gelap itu. Rintik hujan mulai terdengar deras dari arah luar membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Tirai yang menutupi jendela bergoyang dengan gelisah membuat jendela harus ditutup rapat.

"Lepas jubah mu dan ganti dengan mantel hangat. Ibu akan menyiapkan makanan untuk mu." Ucap wanita itu lalu pergi ke dapur mengambilkan makanan untuk putri nya.

Yang diajak bicara langsung membuka tudung dan jubah merah nya lalu mengganti nya dengan mantel hangat berwarna coklat yang dimiliki nya.

Gadis itu adalah gadis yang sama dengan gadis yang mengambil air dengan kendi tadi pagi. Dia bernama Azalea, berusia enam belas tahun dan tinggal hanya dengan ibu nya, Tafara.

Azalea merenung diam. Dia memikirkan masalah yang dilihat nya tadi saat perjalanan pulang. Dalam perjalanan nya tadi, saat melewati bangunan tua yang tak berpenghuni dia melihat sesosok makhluk aneh yang menampakkan diri di atas bangunan tersebut. Sosok itu begitu mengerikan, dia mempunyai sepasang sayap hitam di punggung nya dan memancarkan aura gelap berbahaya dari tubuh nya.

"Kenapa Mahluk seperti itu muncul di desa terpencil seperti ini ? Dan lagi, ciri-ciri nya seperti Bloodkin." Ucap Azalea pelan, takut jika terdengar ibu nya yang bisa saja tiba-tiba muncul.

Tak lama wanita paruh baya itu muncul dari arah dapur. "Ayo makan, Ibu memasak sayur kesukaan mu." Tafara membawa sepiring makanan dengan lauk Ikan goreng dan sayur bayam.

Azalea menghentikan lamunan nya dan mengambil piring makanan itu lalu memakan nya dengan lahap.

Tafara tersenyum lega ketika melihat gadis itu baik-baik saja. Dia tadi begitu khawatir ketika gadis itu tak kunjung pulang sementara langit mulai gelap. Dia percaya bahwa jika langit mulai diselimuti kegelapan maka pada saat itulah para iblis mulai merangkak keluar dari persembunyian nya.

Azalea melirik ibu nya yang menatap nya sambil tersenyum. Apa ibu nya masih bisa membaca pikiran nya ?. Dia tahu jika ibu nya memiliki kemampuan seperti itu, tapi dia sama sekali tak bisa mengikuti jejak ibu nya dalam mempelajari kemampuan magis tersebut. Entah lah, itu sangat sulit.

"Ibu, tidak usah memaksakan diri lagi jika memang ibu sudah lelah." Saran Azalea ketika menyadari raut wajah ibu nya hari ini tampak pucat dan kelelahan.

Tafara menggelengkan kepala nya dan tersenyum lembut

"Jika ibu tidak bekerja, Ibu tidak akan bisa membelikan makanan dan kebutuhan yang lain."

"Bagaimana kalau besok aku saja yang menggantikan ibu bekerja ?" Azalea dengan semangat memberikan ide.

Tafara menatap putri nya dengan pandangan aneh dan juga kesal. Tahun lalu gadis itu juga berbicara seperti ini dan dia menyetujui nya, tapi siapa sangka jika gadis itu malah membuat kekacauan dan hampir membuat nya tak bisa bekerja lagi.

"Apa kau tak ingat jika tahun lalu kau juga berkata seperti ini dan esok nya saat Ibu mengizinkan kau malah berbuat onar disana ?"

Azalea mengingat kejadian tahun lalu yang membuat nya merasa bersalah karena diri nya Ibu nya hampir saja kehilangan pekerjaan. Dengan canggung, Azalea tersenyum malu.

"He he, itu aku tidak sengaja."

Tafara menggelengkan kepala nya, ia berjalan mendekat dan hendak mengambil jubah gadis itu untuk di rapi kan tapi seketika jantung nya terasa berhenti berdetak ketika ekor mata nya tak sengaja melihat ke arah leher Azalea. Dengan cepat ia menyingkirkan rambut panjang gadis itu ke samping, dan terlihatlah jelas sebuah tanda lahir berbentuk bunga prem di sisi kanan leher. Tanda itu mengeluarkan sinar emas samar.

"Ada apa ibu ? Oh, ya tanda itu terasa gatal dan sedikit sakit kemarin. Apa itu berbahaya Bu ?" Azalea menatap bingung pada Ibu nya yang kini memiliki pandangan kosong saat melihat tanda lahir nya.

Tafara menghembuskan nafas kasar, seolah ada beban berat di pundak nya. Perlahan ia sembunyikan kembali tanda itu di balik surai hitam anak gadis nya.

"Berapa umur mu ?" Tafara mengabaikan pertanyaan putri nya. Menggenggam jemari Azalea Tafara memiliki raut wajah tak rela.

Azalea tak mengerti kenapa Ibu nya menanyakan ini tapi ia tetap menurut dan memberitahukan bahwa usia nya pada tahun besok tepat bulan ke-enam akan menginjak genap tujuh belas tahun.

Selalu ada duka di tengah euforia, Tafara merasakan kepahitan di tengah manis nya kebahagiaan. Sebentar lagi putri kecil nya akan dewasa tentulah ia merasa senang tapi pada usia itu pula putri nya harus mengetahui siapa diri nya.

"Sudah malam, ayo tidur." Pada akhirnya Azalea harus kembali menelan berbagai pertanyaan yang sudah di ujung lidah nya kembali dalam pikiran nya. Ia berjalan gontai menuju kamar nya yang terletak di sudut sebelah kiri ruang keluarga.

Di luar,.

Hujan yang begitu deras malam ini menyamarkan kehadiran sesosok berjubah hitam. Sosok itu memiliki tubuh tinggi dan sepasang sayap hitam di punggung nya, di tangan nya terdapat sebuah cambuk panjang berlidah dua.

"Ada aroma darah murni disini !, tapi sayang aura nya hilang karena hujan." Suara serak dan kasar sosok itu teredam oleh suara air hujan. Tak menemukan apa yang dia cari sosok itu segera pergi dari halaman rumah Azalea. Rintik hujan itu tak menghalangi jalan sosok tersebut dengan cepat sebuah ruang hampa terbentuk untuk di lewati sosok hitam itu dan membuatnya bebas melangkah tanpa khawatir akan basah kuyup oleh air hujan. pemandangan magis seperti itu jika di ada orang yang melihat akan meninggalkan mereka dalam kebodohan. Bagaimana bisa berjalan diantara hujan tanpa terkena setetes pun titik air nya ?

setelah menghilang di kedalaman hutan ruang hampa tersebut juga menghilang dan diisi kembali oleh derasnya air hujan.

avataravatar
Next chapter