16 Perpisahan

Sudah satu minggu semenjak Binar bertemu dengan Bianca dan Belva. Tidak satu pun diantara mereka berdua menghubunginya. Namun, Bianca menghubunginya dan memintanya untuk bertemu karena ada yang ingin dia bicarakan sebelum kepergiannya dari Indonesia.

Binar pun menyuruh Bianca untuk menemuinya di rumah karena saat ini dia tidak boleh keluar dari rumahnya. Bianca pun tiba di rumah Binar, dia langsung menuju kamarnya karena seorang pelayan menyuruhnya untuk masuk kedalam kamar.

Bianca melihat binar yang sedang duduk di atas tempat tidur, dia pun berjalan mendekatinya. Binar yang menyadari jika Bianca sudah ada di kamarnya langsung berdiri lalu dia pindah duduk di sebuah sofa yang ada di dalam kamarnya.

"Apa yang ingin kau katakan?!" Binar bertanya dengan nada dingin.

Wajah Bianca terlihat sedih karena sikap binar yang dingin padanya. Namun, dia merasa semua itu pantas didapatkan olehnya karena sudah mengkhianatinya.

"Aku akan pergi—sebelum itu aku ingin meminta maaf padamu," jawabnya sembari duduk di sofa.

Binar terdiam, dalam hatinya mengatakan jika mau pergi ya pergi saja. Untuk apa meminta izin padanya, lagi pula sudah tidak ada yang perlu diucapkan lagi.

Dia masih belum bisa memaafkan Bianca yang sudah menyembunyikan semuanya. Meski dia tahu Bianca tidak ada niat untuk menyakitinya, berbeda halnya dengan Belva yang sedari awal ingin menghancurkan dirinya.

Melihat ekspresi Binar yang hanya diam, membuat Bianca tidak bisa memasarkan keinginannya. Dia menginginkan hubungannya kembali seperti dulu. Namun, semua tidak akan mungkin bisa kembali seperti dulu.

"Aku tahu kau tidak akan bisa memaafkan aku begitu saja. Karena aku sudah mengecewakan dirimu!" ucap Bianca.

Setelah mengatakan itu Bianca pergi meninggalkan Binar, dalam hatinya sangat sedih harus kehilangan teman yang selalu ada untuknya. Akan tetapi semua ini adalah salahnya, maka dia menerima semua ini dengan lapang dada. Dia berharap suatu hari nanti Binar bisa memaafkan dirinya.

Binar beranjak, berjalan perlahan menuju balkon sembari memandangi sebuah taman yang terhampar di belakang rumahnya. Dia menghela napasnya, mungkin semua ini adalah yang terbaik bagi dirinya dan kedua sahabatnya.

"Bagaimanapun juga kalian tetap sahabatku!" gumam Binar.

Meski kedua sahabatnya sudah membuatnya kecewa, dia tetap tidak bisa membenci mereka. Karena bukan hanya waktu yang sebentar mereka selalu bersama.

Sudah dua bulan lebih semenjak kepergian Bianca, dia memutuskan untuk pergi ke luar negeri dan tidak ada yang tahu ke mana perginya. Sedangkan Belva masih di Indonesia dan melanjutkan pendidikan, di universitas yang sama dengan Binar.

Namun, mereka berdua tidak pernah bertegur sapa. Jika mereka berpapasan, terlihat sangat jelas Belva pura-pura tidak melihat atau pura-pura tidak mengenal Binar.

Binar pun tidak peduli dengan semua itu karena dia sudah tahu betul bagaimana sifat Belva. Sempat terlintas dalam benak Binar, apakah Bianca menjadi seperti itu akibat ulah Belva. Namun, dia menghempaskan pikiran buruknya itu.

***

"Sayang, temui Adnan—dia sudah berada di ruang tamu bersama ayahmu." Bunda berkata dengan lembut.

"Untuk apa dia kemari?" tanya Binar dengan malas.

Bunda mengatakan jika hari ini ayah dan Adnan akan membicarakan tanggal pernikahan. Semua sudah dipastikan bahwa Binar akan menikah dengan Adnan.

Semua kerja kerasnya untuk menghentikan pernikahan itu tidak membuahkan hasil. Ayah tetap saja memutuskan untuk menikahkan dirinya dengan Adnan. Sehingga Binar sudah tidak bisa membatalkan atau merubah keputusan ayah.

Binar pun berjalan bersama bunda menuju ruang tamu, terlihat Adnan yang duduk bersama ayah. Dia mentalnya dengan lekat, sudah satu bulan lebih tidak bertemu dengan pria itu. Terlihat tidak ada perubahan dalam penampilan Adnan, masih dengan jambang yang memperlihatkan dirinya sudah berumur.

Penampilan Adnan itulah yang membuat semua orang berpikiran bahwa Adnan sudah berumur 40 tahu. Tidak ada satu pun yang mengetahui dengan pasti umur Adnan yang sebenarnya. Meski Binar dan Arganta mencari tahu tentang Adnan, mereka berdua tidak berhasil.

"Duduklah, Sayang!" ucap ayah pada binar.

Dengan berat hati Binar pun duduk di samping ayah, Adnan yang selalu memperhatikan Binar dengan tatapan lembutnya. Namun, Binar mengabaikan tatapan Adnan karena baginya pria itu sangat mengesalkan.

Ayah mulai mengatakan semua rencana pernikahan mereka berdua. Adnan hanya tersenyum dengan ekspresi wajah Binar yang kesal dengan semua rencana pernikahan mereka. Akan tetapi semua itu membuat Adnan semakin tertarik dengan wanita yang ada di hadapannya itu.

"Bagaimana menurutmu, Sayang?" tanya ayah pada Binar yang hanya diam saja.

"Jika Ayah sudah memutuskan semuanya—aju tidak bisa berkata apa-apa lagi!" jawab Binar dengan nada dingin.

Ayah terdiam, dia tahu jika semua keputusan yang dibuatnya tidak sesuai dengan keinginannya. Namun, semua ini adalah demi kebaikannya. 'Maafkan ayahmu ini Sayang, karena sudah membuat keputusan ini,' batinnya.

"Temani Adnan untuk berkeliling rumah!" perintah ayah pada Binar.

Tanpa mengucapkan apa-apa Binar pun beranjak dari duduknya lalu mengatakan, "Ayo pergi!"

Adnan tersenyum, dia pamit pada ayah lalu berjalan mengikuti Binar yang sudah berjalan terlebih dahulu. Sang ibu yang melihat mereka berdua berjalan meninggalkan ruang tamu terlihat sangat sedih.

"Ayah—apa keputusan kita sudah tepat?" Bunda bertanya dengan nada sedih.

"Semua ini harus dilakukan karena Binar akan aman bersamanya!" jawab ayah pada bunda.

Ayah tahu jika sesaat lagi pasti akan terjadi sesuatu kekacauan yang akan membuat kehidupan Binar dalam bahaya. Dan hanya Adnan yang bisa melindungi Binar.

Bunda pun berpikir ke arah yang sama dengan ayah lalu menghela napasnya. Dia berharap jika penilaian ayah pada Adnan tepat. Bahwa Adnan bisa melindungi Binar hingga akhir.

Dilain tempat Binar yang mengajak Adnan untuk berkeliling rumah berhenti di taman belakang. Dia duduk di sebuah gazebo lalu memandangi semua taman.

"Mengapa kau tidak menyukai aku?" Adnan bertanya pada Binar.

"Karena aku tidak menyukaimu dan umur kita terpaut jauh sekali! Aku juga masih ingin mengejar cita-cita yang belum tercapai." Binar menjawab Adnan.

Adnan tersenyum, dia tahu jika umur mereka terpaut sangat jauh. Namun, semua itu tidak bisa menjadi halangan untuk dirinya memiliki Binar. Karena hanya gadis ini yang bisa membuatnya merasakan sesuatu yang berbeda.

Dan dia pun ingin melindungi Binar dari segala bahaya yang akan menerpanya. Karena Adnan sudah tahu apa yang menjadi alasan ayahnya Binar, menyetujui pernikahan mereka.

"Meski kau menolak—aku akan tetap menjadi suamimu!" Adnan berbisik pada Binar.

Binar terkejut dengan apa yang dibisikkan oleh Adnan, bukan karena perkataannya. Namun, dia tidak menyukai jika ada seorang pria yang berbisik padanya. Karena itu terasa menggelikan baginya.

Binar menarik dasi Adnan lalu dia mengatakan, "Jangan kau melakukan hal itu lagi padaku! Jika tidak kau habis!"

Adnan tersenyum, dia menatap Binar dengan lekat sehingga membuat Binar salah tingkah laku melepaskan dasinya. Binar pun menjauh dari Adnan, dia merasa jika dirinya sudah menjadi sasaran pria yang ada di hadapannya.

avataravatar
Next chapter