4 Melarikan Diri

Binar masih saja memperhatikan pria yang ada di depannya itu. Dan anehnya rasa khawatirnya semakin memuncak tatkala melihat tatapan dari pria itu.

Pria itu mengakhiri sambungan teleponnya, lalu mendekat pada Binar. Merasa ada yang tidak benar, Binar pun mundur perlahan guna menghindar dari pria yang menatapnya sembari berjalan mendekat.

"Hai Om—jangan macam-macamnya!" ancam Binar padanya.

Pria itu merasa kesal karena terus saja dipanggil apa om dan om. Dia mendekati Binar dengan cepat sehingga terpojok hingga tidak bisa menjauh.

"Om ... Apa aku terlihat seperti Om-om yang menggoda gadis tengil hah?!" Dia berkata dengan lirih tetapi ada penekanan dari setiap kata-katanya.

Perkataan yang terlontar dari pria yang selalu dipanggil om-om itu, membuat Binar terpaku. Baru kali ini ada pria yang membuatnya terdiam hanya dengan perkataan seperti itu.

Dalam hati Binar berkata, jika saja tubuhnya tidak lemas mungkin dia bisa menghajar pria yang sudah berani mendekatinya. Pria itu masih saja menatapnya guna mencari jawaban dari kedua bola mata gadis yang ada di hadapannya itu.

Pria itu terus saja menatapnya tanpa henti sehingga membuat Binar menjadi salah tingkah. Dia berpikir lebih baik pergi dari tempat ini dengan cepat karena kepalanya terasa berat. Jarak dari tempat dia hingga ke rumah tidak membutuhkan waktu yang lama, dia berpikir pasti bisa sosial di rumah dengan selamat.

Bug! Binar menginjak kaki pria itu dengan sangat kuat, sehingga terdengar suara rintihannya. Binar merasa ada kesempatan baginya untuk pergi dari tempat ini. Dia bergegas memasuki mobilnya, lalu menyalakan mesin mobil.

Pria itu sangat kesal dengan perbuatan Binar, "Keluar kau gadis tengil!!" bentaknya sembari memukul-mukul kaca mobil Binar.

"Enak saja, lebih baik pergi dari om-om yang berbahaya!" gumam Binar sembari menginjak pedal gas mobil.

Binar pun berhasil melepaskan diri dari pria itu, dalam benaknya berharap tidak bertemu dengan om-om yang terlihat mesum itu.

Tidak begitu lama dia tiba di rumahnya dan langsung menuju kamarnya. Karena sudah tidak kuat ingin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Dia tidak ingin sang bunda mengetahui keadaannya, apa lagi jika mengetahui masalah mendonorkan darahnya. Karena semenjak peristiwa di mana dia jatuh sakit hingga tidak sadarkan diri setelah mendonorkan darahnya.

Itu sebabnya sang bunda melarang binar untuk mendonorkan darahnya, bukan berarti tidak memiliki perasaan. Namun, semua itu dilakukan untuk melindungi binar agar tidak jatuh sakit seperti dulu.

Di lain tempat pria yang masih kesal dengan Binar sedang marah-marah pada seseorang melalui ponselnya. Dia meminta seseorang untuk menjemputnya dan membawa mobilnya yang tidak ke bengkel.

"Dasar gadis tengil—lihat saja jika aku bertemu denganmu lagi!" gumamnya dengan nada kesal.

Bagaimana tidak kesal karena ulah Binar yang menabrak mobilnya. Mungkin saat ini dia sudah berada di bandara untuk pergi ke Korea. Dan sekarang dia harus menjadwalkan ulang semua rencana pekerjaannya.

Sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya, keluar seorang pria lalu memberi hormat dan membukakan pintu mobil. Dia pun masuk kedalam mobil dengan perasaan masih penuh dengan kekesalan.

Di dalam kamarnya Binar sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit di kepalanya. Dia pun merebahkan tubuhnya lalu memejamkan kedua matanya. Beristirahat sejenak untuk menghilangkan rasa sakit di kepalanya.

Saat Binar sedang terlelap, bunda memasuki kamarnya dan melihat putrinya yang sedang tertidur. Bunda mendekatinya, merasakan ada yang berbeda dengan Binar. Perasaan seorang bunda sangat kuat dan benar saja binar sedang demam tinggi wajahnya terlihat pucat.

"Ayah!" teriak bunda.

Ayah yang saat itu sedang berbicara di ponsel langsung menutup ponselnya dan berlari menuju teriakan bunda. Begitu juga dengan Arganta berlari menuju suara bunda yang berteriak dan arahnya dari kamar Binar.

"Ada apa Bun?!" ayah bertanya dengan nada khawatir.

Bunda mengatakan jika Binar demam dan wajahnya terlihat pucat. Ayah mendekat, memeriksa keadaan Binar lalu menyuruh Arganta untuk menghubungi dokter agar segera ke rumah.

Arganta dengan cepat mengambil ponsel yang ada di saku celananya. Dia menghubungi dokter yang biasa memeriksa kesehatan keluarga selama belasan tahun.

Beberapa saat kemudian datang seorang dokter dan langsung memeriksa keadaan Binar. Dokter tersebut bertanya apakah binar sudah melakukan yang bisa membuatnya menjadi seperti ini.

Baik bunda, ayah dan Arganta tidak mengetahui apa-apa. Yang mereka tahu jika hari ini binar pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Belva.

Dokter sangat tahu betul dengan kondisi Binar karena dia sudah merawat keluarga ini sejak Binar lahir ke dunia ini. Dan saat peristiwa itu terjadi pun dia yang memeriksanya.

"Sepertinya Binar sudah melakukan donor darah dalam jumlah yang banyak." Dokter berkata sembari menuliskan resep obat yang harus diberikan untuk Binar.

Bunda merasa terkejut karena tidak tahu dengan yang dilakukan Binar. Padahal dia sudah mewanti-wanti agar tidak mendonorkan darah. Tidak terasa air mata bunda menerobos keluar, dia sangat khawatir takut terjadi sesuatu yang membahayakannya.

"Bunda, tidak perlu cemas—Binar akan pulih kembali!" Ayah berkata sembari merangkul bunda.

Dokter pun pergi, Arganta juga pamit pergi untuk membeli obat yang sudah diresepkan oleh dokter. Ayah merasa kesal dan sedih, mengapa Binar sangat sulit untuk diatur.

Keesokan harinya, Binar terbangun. Dia melihat di sampingnya ada bunda yang duduk lalu tersenyum lembut. Dia merasa bingung mengapa sepagi ini bundanya sudah ada di dalam kamarnya.

"Apa kamu sudah baikkan?" tanya bunda dengan lembut.

Binar merasa aneh dengan pertanyaan bunda karena dia merasa tidak ada yang aneh dengannya. Dia berkata pada bunda jika dia tidak apa-apa.

Bunda menceritakan kejadian semalam lalu bertanya apakah Binar melakukan donor darah dengan jumlah yang banyak. Binar meminta maaf pada bundanya karena sudah melakukan itu tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Karena saat kejadiannya sangat mendesak bahkan jika tidak dilakukan transfusi darah mungkin pasien tersebut akan tiada. Dan Binar tidak bisa membiarkan semua itu, dia membayangkan jika bunda berada di posisi seperti itu.

Bunda terdiam mendengar penjelasan Binar, dia pun berpikir bagaimana jika berada di posisinya.

"Tetap saja kau harus di hukum!" ucap ayah yang baru saja masuk kedalam kamar.

"Mengapa aku harus dihukum?" Binar bertanya dengan nada tidak tahu apa yang ayahnya katakan.

Ayah mengatakan ada seseorang yang ke rumah dan meminta pertanggung jawaban atas sebuah kecelakaan kemarin sore. Binar teringat dengan kecelakaan itu.

Binar menghela napas karena sudah tidak bisa lepas dari hukuman ayah. Dan ayah menghukum binar tidak boleh mengendarai mobil sendiri. Uang jajan di potong untuk memperbaiki kerusakan mobilnya.

Bunda pun tidak bisa membantu Binar kali ini karena semua ini adalah kesalahannya. Sekarang binar harus menangung hukuman dari ayah.

avataravatar
Next chapter