20 Kejutan

Binar menghela napasnya, menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya. Hari ini begitu melelahkan, banyak hal yang harus diselesaikan olehnya. Waktu berjalan terasa cepat, sekarang cafe yang dijalankan olehnya banyak dikunjungi oleh orang.

Hatinya senang dengan keadaan seperti ini meski dia terlihat lelah karena harus membantu di depan layar. Sebuah pesan masuk, dia mengambil ponselnya. Arganta mengirimnya pesan.

Arganta mengatakan jika dirinya masih belum bisa mengunjunginya. Sebab masih banyak yang harus dikerjakan, dia menjadi lebih sibuk membantu perusahaan ayah semenjak kepergian Binar ke Korea.

Binar menatap ke depan, dia melihat satu per satu pengunjung yang sedang menikmati menu di cafe. Dia merasa senang dengan suasana ini. Melihat kenyamanan dan kebahagiaan yang terpancar dari wajah pengunjung.

Matanya tertuju pada seorang wanita yang masuk kedalam cafe. Dia tiba dengan seorang pria, apakah pria itu adalah kekasihnya? Pertanyaan itu muncul dalam benaknya.

"Bianca—rupanya kau berada di Korea," gumamnya.

Akhirnya dia bisa melihat orang yang selama ini selalu di cari, meski dia tidak berniat untuk menunjukkan dirinya. Bianca sama sekali tidak berubah, dia masih sama seperti dulu. Terlihat ceria meski dalam hatinya sedang menderita, itu yang diketahui oleh Binar.

Hari demi hari berganti, Binar selalu melihat Bianca yang mengunjungi cafe-nya. Namun, dia penasaran mengapa dia menggandeng pria yang berbeda setiap harinya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi padanya.

Prang!

Terdengar suara benda pecah belah jatuh, Binar mencari asal keributan itu. Dia melihat seorang wanita yang sedang meluapkan emosinya. Dilihatnya dengan saksama, rupanya wanita itu sedang berdebat dengan kekasihnya.

Betapa terkejutnya Binar saat melihat Bianca yang sudah basah kuyup. Dalam benak Binar, bertanya-tanya apakah Bianca menjadi perusak hubungan orang? Semua pertanyaan muncul.

"Dasar kau wanita murahan—sudah tahu jika pria ini memiliki tunangan! Mengapa kau jalan dengannya hah?!" pekik wanita yang sedang emosi itu.

Bianca tersenyum tipis lalu berkata, "Seharusnya kau bisa menjaga tunangan murahanmu itu! Karena dia yang sudah mengejar-ngejar diriku. Coba kau tanya padanya, apakah hanya aku yang dikejar olehnya."

Setelah mengatakan semua itu, Bianca pergi meninggalkan cafe. Dia sudah tidak peduli dengan keributan antara pasangan yang sudah bertunangan itu. Yang diinginkan saat ini adalah kembali ke apartemennya dan membersihkan diri.

"Apa yang terjadi padamu?!" tanya Binar pada Bianca.

Bianca terkejut saat mendengar itu, dia kenal betul dengan suara itu. Dia menoleh, matanya hampir saja mengeluarkan air mata. Namun, dia mencoba menghentikan itu semua.

Dia melihat Binar tepat di belakangnya, dia berpikir jika temannya ini sama sekali tidak berubah. Rasa bersalah mulai menggelayutinya, dia sama sekali tidak ingin bertemu dengan sahabat yang sudah dilukainya.

"Bukan urusanmu!" Bianca menjawab lalu pergi meninggalkan cafe.

Bianca begitu sedih, dia tidak ingin mendekati Binar lagi karena dia berpikir bahwa dirinya sudah kotor. Dan tidak layak menjadi teman atau sahabatnya lagi. Itulah sebabnya dia menyembunyikan keberadaannya.

Dia berjalan lalu memberhentikan sebuah taksi, air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi. Sebenarnya dia sangat merindukan Binar, hanya dia yang bisa menghiburnya tetapi semua itu tidak akan terjadi lagi.

Tibalah Bianca di apartemennya, dia berjalan memasuki apartemen yang sudah ditempatinya sejak tiba di Korea. Dia pun langsung berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang lengket. Akibat disiram oleh wanita yang sedang cemburu buta.

Terdengar suara bel yang menandakan ada seseorang dibalik pintu apartemen. Bianca yang baru selesai dengan rutinitas membersihkan dirinya bergegas menuju pintu. Dia ingin melihat siapa yang berkunjung ke apartemennya.

Dia melihat di layar, seorang pria yang sudah dikenalnya. Pria itu terlihat sangat kesal, mungkin saja sedang mengalami masalah atau baru saja bertengkar dengan kekasihnya.

Bianca membuka pintu apartemennya, tanpa mengucapkan sepatah kata pria itu masuk kedalam. Dia duduk di atas sofa, menyandarkan tubuhnya ke sofa sembari menghela napasnya.

"Ada apa?!" tanya Bianca dengan lembut lalu dia duduk di samping pria itu.

"Aku lelah—dia sama sekali tidak mengerti diriku! Dia hanya peduli dengan dirinya sendiri," jawabnya.

Bianca beranjak dari duduknya, berjalan ke pantry lalu mengambil sebotol minuman dan dua gelas kosong. Dia kembali duduk di samping pria itu, menuangkan minuman kedalam gelas kosong yang dibawanya tadi.

Dia menyodorkan minuman itu pada pria yang sering di panggil sayang. Dia tidak peduli dengan nama pria yang ada di dekatnya. Karena baginya semua pria yang mendekatinya hanya menginginkan kesenangan darinya dan tubuhnya.

Pria itu meminum habis yang ada di dalam gelas, menyimpan gelas itu di atas meja. Tanpa aba-aba dia mengecup bibir Bianca yang di dalam mulutnya masih tersimpan minuman yang belum diteguknya.

"Manis—aku lebih suka menikmati minuman ini dari mulutmu," ucap pria itu setelah melepaskan kecupannya.

Bianca kembali menyerang pria itu dengan kecupannya yang lembut. Dia menginginkan yang lebih dari sekedar kecupan semata. Karena rasa kesal tadi di cafe, dia membutuhkan pelampiasan dan ini adalah salah satu yang bisa membuatnya tenang.

"Aku mau lebih, Sayang." Bianca berbisik lalu mengecup daun telinga pria yang ada di hadapannya itu.

Pria itu pun memberikan apa yang diinginkan oleh Bianca, dia sangat menyukai wanita yang ada di hadapannya itu. Karena dia berpikir Bianca adalah wanita yang pengertian dan tahu apa yang harus dilakukan.

Kecupan hangat berubah menjadi panas, tangan pria itu pun tidak ingin diam. Tangannya membuka jubah mandi yang dikenakan oleh Bianca. Setelah itu bermain di setiap lekuk tubuhnya. Memainkan bagian dada Bianca, hingga membuat tubuhnya menggeliat sembari menikmati permainan bibir sang pria.

Dengan lembut pria itu mendorong tubuh Bianca hingga terlentang di atas sofa. Ditatapnya wajah wanita yang selalu membuatnya merasa puas, tangannya menyentuh bagian dada Bianca dengan lembut. Dia mengecup bibirnya lalu berjalan menelusuri ceruk leher.

Berhenti di bagian dadanya lalu mengecupnya, bermain sesaat di sana. Hal itu membuat Bianca semakin menggeliat, rasa geli tetapi menghasilkan kenikmatan.

Tangan kanan kiri pria itu berjalan menuju area sensitif Bianca yang berada di bawah. Lalu bermain di sana, mulutnya masih bermain di dadanya dengan tangan kanannya.

Bianca merasakan kenikmatan hingga suara lembut keluar dari mulutnya yang membuat pria itu semakin terprovokasi. Dia menghentikan permainannya lalu melepaskan satu per satu pakaiannya.

Mulailah mereka melakukan permainan yang bisa membuat mereka mencapai titik kenikmatan. Bulir-bulir keringat keluar dari kulit mereka yang menempel. Menandakan mereka sudah berada dekat dengan puncaknya.

Setelah kepuasan mereka tercapai, pria itu kembali memakai pakaiannya dan pergi dari apartemen Bianca. Dia mengatakan harus pergi karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan olehnya.

"Terima kasih—aku menyukaimu!" ucapnya sembari mengecup kening Bianca lalu pergi meninggalkan Bianca yang masih kelelahan di atas sofa.

avataravatar
Next chapter