5 Segurat senyuman.

"Tidak seperti itu tuan muda, maaf sebesar-besar nya, saya sungguh tidak sengaja." ucap Bella sembari mencoba berusaha untuk beranjak keluar dari dalam bathub dengan kaki nya yang terluka.

"Kau mau kemana ?" kata Philip menghentikan Bella.

"Sa_saya_"

"Bukankah kaki mu sakit ? Tunggulah di sini, aku akan membantu mu." ujar Philip sembari beranjak keluar dari bak mandi tersebut.

Bella menutup mata nya, karena tak ingin melihat sosok pemuda yang saat ini tidak menggunakan sehelai benangpun di tubuh nya.

Philip beranjak dan keluar dari kamar mandi untuk mengambil handuk yang baru dari dalam lemari. Setelah memakai handuk, ia kembali ke dalam kamar mandi untuk menolong gadis kecil yang tak lain adalah pelayan nya itu.

Tanpa basa basi, Philip pun segera mengangkat tubuh Bella keluar dari bak mandi, kemudian ia mendudukan gadis itu di samping wastafel.

"Baju mu basah, ganti lah dengan ini." ujar Philip sembari memberikan kemeja putih milik nya.

"Tuan muda, saya sungguh tidak sengaja, maaf sebesar-besar nya." ucap Bella dengan wajah nya yang telah memucat akibat rasa ketakutan yang amat besar, kini ia teringat akan pesan sang bibi, bahwa seharus nya dia menghindari masalah dengan tuan muda yang kata nya sangat sensitif. Kini Bella merasa bahwa seperti nya sekarang ia sedang berada dalam masalah yang besar.

"Ganti saja baju basah mu terlebih dahulu, mari kita selesaikan masalah ini setelah kau mengganti pakaian mu." kata Philip sembari melangkah keluar dari kamar mandi, meninggalkan Bella yang saat itu sangat ketakutan hingga seluruh tubuh nya gemetar.

Beberapa saat kemudian, terlihat Bella bersusah payah melangkah keluar dari dalam kamar mandi dengan kaki nya yang cedera. Melihat hal itu, entah apa yang membuat hati pria es itu tergerak, tiba-tiba ia datang dan membantu Bella untuk duduk di sofa yang terdapat di kamar tersebut.

"Tuan muda, saya minta maaf_"

"Haruskah aku memaafkan mu ?" Philip memotong pembicaraan Bella.

Mendengar hal itu, Bella pun semakin ketakutan, wajah nya semakin memucat dan tubuh nya gemetaran, tangan mungil nya mencengkram erat sarung sofa untuk menahan rasa takut nya yang besar.

Melihat ekspresi Bella yang sangat begitu ketakutan, membuat Philip ingin semakin menggoda nya.

"Jika kau ingin di maafkan, maka kau harus melakukan sesuatu untuk ku." ujar Philip sembari mendekatkan wajah nya ke wajah Bella, membuat Bella refleks memundurkan tubuh nya.

"A_apa yang perlu saya lakukan tuan ? Agar anda memaafkan kesalahan saya ?" tanya Bella gugup.

"Akan ku pikirkan nanti, setelah kaki mu sembuh." jawab Philip sembari mengoleskan salep ke kaki gadis itu.

"Tuan muda, jangan lakukan itu." Bella terkejut dengan apa yang di lakukan tuan muda nya.

"Diam lah, kaki mu akan bengkak jika di biarkan, dan kamu tidak akan bisa bekerja dengan baik."

"Saya bisa mengoleskan nya sendiri tuan." Bella mengambil alih salep yang ada di tangan Philip.

"Saya akan membawa salep ini, terima kasih untuk baju dan salep nya, saya akan mengembalikan nya nanti, setelah selesai mencuci nya." ujar Bella yang kini berusaha melangkah keluar dari kamar tersebut dengan kaki nya yang masih terasa sakit.

"Hey," panggil Philip membuat Bella menghentikan langkah nya.

"Ya tuan ?"

"Lewat lift saja." Perintah nya.

"Hah ? Tidak perlu tuan muda, saya bisa melewati tangga." tolak Bella yang kini teringat akan pesan sang bibi, bahwa lift hanya khusus untuk keluarga.

Bella pun tetap melangkah melewati tangga dengan kaki nya yang sakit, ia beberapa kali berhenti untuk beristirahat.

"Bukankah sudah ku bilang untuk lewat lift saja." kata Philip yang kini sudah berada di samping Bella.

"Tuan muda,"

"Aku turun untuk sarapan dan pergi ke kampus, apa kamu sudah menyiapkan sarapan ku ?"

"Sudah tuan muda, berikan tas anda pada saya, biar saya yang membawakan nya ke bawah." pinta Bella.

"Membawa tubuh mu saja kau kesulitan, bagaimana bisa kau membawakan tas ku ? Cepatlah sembuh, dan bekerjalah dengan baik, jika tidak, maka bibi mu yang akan menanggung semua akibat nya." ujar Philip mengancam.

"Maaf tuan saya telah bersalah, mohon jangan pecat bibi saya." ucap Echa memohon.

"Semua tergantung cara kerja mu." gumam Philip sembari melangkah turun menuju meja makan di bawah sana.

--------------------------

Setelah Philip meninggalkan kediaman nya untuk menuntut ilmu ke sebuah universitas ternama di kota itu. Bella pun menuju kamar untuk mengobati kaki nya yang sakit, agar dia bisa segera mengerjakan pekerjaan nya dengan baik. Ia tak ingin karena kesalahan yang ia perbuat, akan menyulitkan sang bibi di kemudian hari.

"Kaki ini harus segera sembuh, aku tidak boleh sampai membuat bibi kehilangan pekerjaan nya." batin Bella sembari mengoleskan salep kemudian membalut kaki nya dengan sebuah kain untuk meringankan rasa sakit saat ia beraktivitas nanti.

Di sisi lain, kini terlihat Philip sedang mengendarai mobil nya dengan wajah yang berseri-seri. Bibir nya terus melukiskan senyum tipis yang membuat wajah tampan nya semakin terlihat menawan.

Beberapa saat kemudian, kini ia telah sampai di kampus, dan langsung saja di sambut oleh ke dua sahabat nya yang memang tak dapat terpisahkan satu sama lain.

"Ada apa dengan mu ? Apa ada sesuatu yang membuat hati mu berbunga ?" tanya Lupus yang menyadari ada perbedaan dari wajah sahabat nya.

"Apa maksud mu ? Tidak ada apa pun yang terjadi. Ayo ke kelas." Jawab nya mengelak.

"Eeeey ada apa dengan gurat senyum di bibir mu itu ? Ini tidak seperti biasa nya." ujar Lupus.

"Senyum ? Siapa yang tersenyum ?"

"Jangan lah kau terus mengelak, aku dapat melihat nya dengan jelas."

"Jangan memancing perkelahian, sudahlah ayo ke kelas." kata Rafael menghentikan adu mulut di antara kedua sahabat nya.

Ke tiga pemuda idola kampus itu pun melangkah menuju kelas mereka, berpasang-pasang mata para gadis terus menunjukkan kekaguman terhadap mereka bertiga, dan hal itu sudah terjadi setiap hari, bukan hal baru lagi bagi mereka.

"Rafael, menurut mu bagaimana ?" bisik Lupus tiba-tiba.

"Maksud mu ?" tanya Rafael tak paham.

"Itu dia, lihat lah raut wajah nya yang berseri-seri, ku rasa ada sesuatu hal besar terjadi pada nya. Dia tidak terlihat seperti biasa nya." ujar Lupus masih sangat penasaran dengan Philip yang terus memasang wajah bahagia, sangat berbeda dengan hari-hari biasa nya yang suram.

"Biarkan saja, bukankan malah bagus jika sesuatu yang baik terjadi pada nya." kata Rafael, mencoba menghentikan rasa penasaran Lupus.

"Bukan begitu sih, aku hanya penasaran saja dengan apa yang membuat Philip si batu es itu mampu tersenyum tulus hingga begitu."

To be continued...

avataravatar
Next chapter