webnovel

Chapter 08 - Tentang Yeri Noona

Sekarang jam pulang sekolah. Dengan segera, para siswa berbondong-bondong untuk pergi keluar kelas dan meninggalkan sekolah. Tak terkecuali Jungkook yang kini tengah merapihkan buku-bukunya untuk dimasukan ke dalam tasnya.

"Aku harus buru-buru ke rumah sakit untuk menjenguk Yeri noona dan Yoon Sanha hari ini. Duh, kookie tidak sabar bertemu dengan Sanha! kookie rindu bayi itu." batin Jungkook yang terlihat bahagia.

"Kenapa senyum-senyum sendiri begitu? Seperti orang ayan saja!" ketus Jimin.

"Ah, tidak. Aku hanya senang karena setelah ini aku ingin menjenguk bayi mungil ku dan juga Yeri noona di rumah sakit. Uuh, rasanya kookie tidak sabar. Tunggu oppa ya, bayi kecil.." ucap Jungkook konyol.

"Hm, baiklah. Jadinya, kau tidak bareng denganku ya?"

"Maaf ya, Park Jimin. Hehe.." Jungkook memperlihatkan gigi kelincinya.

"Ya sudahlah, aku dukung kalau kau mau menjadi appa muda. Semoga sukses, Jeon Jungkookie.." ujar Jimin dan langsung meninggalkan Jungkook keluar kelas.

"Hiih, siapa yang mau jadi appa muda? Sanha itu kookie anggap hanya saudara kecil, tau! Mana ada kookie mau menikah muda? Dasar, Park Jimin pabo-ya!" ketus Jungkook dan segera menyusul keluar kelas juga untuk menuju rumah sakit.

_____***_____

Rumah sakit.

Jungkook kini langsung menaiki lift dan menyusul kamar yang ditempati selama Yeri dirawat inap.

(ckklek)

Semua pandangan tertuju pada Jungkook karena suara pintu yang ditekannya.

"Oh, suami anda sudah datang, nyonya Yeri! Bagaimana dia tau kalau nyonya sudah dipindahkan ke ruang inap ini?" tanya salah satu perawat yang kini tengah memeriksa keadaan Yeri.

"Entahlah sus, mungkin sebelumnya dia bertanya pada bagian pelayanan dulu." sahut Yeri dengan senyuman manisnya yang menyambut kehadiran Jungkook.

"Oh, baiklah. Ini sudah selesai. Tolong nanti obatnya diminum dengan teratur ya, nyonya." sambung suster itu.

"Baik sus, kalau begitu terimakasih." singkat Yeri.

"Sama-sama, nyonya. Saya permisi dulu." pamit suster itu, lalu meninggalkan ruangan.

Jungkook kini perlahan mendekati Yeri yang daritadi tidak berhenti tersenyum menatapnya.

"Kenapa tersenyum begitu, Yeri noona? Apakah ada yang aneh sama kookie?" ucap Jungkook heran.

"Ah, tidak. Aku hanya senang dijenguk kamu. Terimakasih, sudah mau mampir kesini melihat keadaanku dan Sanha." sahut Yeri.

"Ne, gwaenchana noona. Masa, aku membiarkan Yeri noona dan Sanha yang masih di rawat disini? Dan lagipula, aku mau bertemu Sanha. kookie kagen padanya. Apakah dia ada?" ucap Jungkook sembaring mengusap rambutnya ke belakang.

"Sanha masih di ruangannya. Mungkin lagi dimandikan oleh suster. Kau tunggu saja di sini, sebentar lagi suster akan membawa Sanha kesini dan aku akan memberikannya ASI." sahut Yeri.

"Baiklah, kookie akan menunggu."

Jungkook kemudian melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul 4 sore. Dan Jungkook duduk disamping ranjang tempat Yeri berbaring.

"Jungkookie, apa kamu sudah makan?" tanya Yeri yang memecah keheningan sementara.

"Belum, noona." singkatnya.

Kemudian, Yeri tersenyum dan tiba-tiba menggenggam tangan Jungkook.

"Eh, kenapa noona?" ucap Jungkook terheran.

"Makanlah. Itu, aku punya beberapa bungkus roti dari teman-temanku yang tadi datang kemari menjenguk ku. Aku tahu, pasti kamu lapar sehabis pulang sekolah langsung mampir kesini dan belum sempat makan siang, iya kan?" sambung Yeri.

"Aku tidak lapar, noona." ujar Jungkook berbohong.

Padahal, daritadi perutnya keroncongan karena belum ada sesuap nasi pun yang masuk ke dalam perutnya sedari siang.

Dan sekarang sudah seharusnya dia makan sore. Namun, dari siang Jungkook belum makan apapun.

"Hei, kau ini kenapa? Terlihat lesu sekali? Apakah ada sesuatu yang kamu pikirkan, Jungkookie?" tanya Yeri yang daritadi heran dengan sikap Jungkook.

"Aku kangen Sanha baby, noona! Aku ingin segera menimang dan menciumnya.." lirih Jungkook layaknya anak kecil.

"Astaga, jadi karena itu saja?"

"Hehe, iya.." Jungkook terkekeh memperhatikan dua gigi depan kelincinya.

"Kan, aku sudah bilang. Sebentar lagi si baby kesini. Kamu sabar lah.." sahut Yeri yang terlihat gemas dengan muka imut dan polos Jungkook.

"Iya, noona. Oh, iya noona! Sebenarnya dari kemarin kookie memikirkan ingin menanyakan soal ini pada noona." Jungkook mulai mengganti topik lain.

Yeri mengerenyitkan dahinya,

"Bertanya apa?"

Jungkook mulai mengambil nafasnya perlahan, kemudian membuangnya secara kasar.

"Aku ingin tau banyak tentang noona." ucap Jungkook tiba-tiba.

Mendengar itu, membuat pipi Yeri memerah dan tersipu malu. Namun, Yeri menepis rasa malu itu dengan senyuman khasnya yang ia perlihatkan pada Jungkook.

"Boleh, memangnya kookie mau tanya apa soal noona?" Yeri kemudian mencubit gemas kedua pipi Jungkook.

"Noona, aku sedang serius. Bisakah noona panggil aku dengan sebutan Jungkook saja? Karena, aku sudah dewasa!" ujarnya.

Yeri pun terkesima mendengar Jungkook yang ternyata mempunyai sisi dewasa juga walaupun selama ini ia selalu memasang wajah polos dan imut kepadanya.

Namun jika itu ada waktunya, Jungkook juga bisa menunjukan sisi keseriusannya.

"Baiklah, kau mau bertanya apa soal aku?" sahut Yeri yang kini mulai serius.

"Aku ingin tau, berapa umur noona?"

Seketika Yeri hanya tersenyum menatap Jungkook.

"Umurku tidak jauh berbeda denganmu, yakni 20 tahun. Karena, aku menikah muda. Setelah aku lulus sekolah, aku langsung dinikahkan secara terpaksa oleh orang tuaku." jelas Yeri.

Jungkook langsung membelalakkan kedua matanya,

"Huh? 20 tahun? Berarti kita hanya berjarak 3 tahun?" seru Jungkook yang bahkan hampir tidak percaya.

Yeri tersenyum dan hanya mengangguk,

"Jinjja? Wah, aku kira waktu itu umur noona antara 25-30 tahunan." ucap Jungkook dengan wajah polosnya.

"Hei, kau kira muka ku ini terlihat tua ya? Sembarangan saja! Aku ini bisa dibilang senior mu tau, kalo kau misalnya sudah masuk kuliah!" ketus Yeri.

"Hehe.. maaf noona, aku tidak tahu." Jungkook terkekeh.

Yeri hanya cemberut membuang pandangannya terhadap Jungkook,

"Lalu, dimana suami mu? Apakah dia tau kalau kau sudah melahirkan sekarang? Dan, kenapa dia juga tidak menjengukmu?" tanya Jungkook kembali.

Yeri yang mendengar pertanyaan Jungkook itu hanya menelan saliva nya. Seketika ia menarik nafas perlahan, lalu membuangnya. Dia juga tidak tahu, apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaaan Jungkook barusan. Namun, Yeri juga berusaha agar tetap berusaha tersenyum untuk mengalihkan suasana supaya tidak kembali hening dan kaku.

"Suami ku sudah pergi meninggalkan ku sejak dia tahu bahwa aku sedang mengandung baby Sanha." jelasnya.

"Kenapa dia bersikap begitu? Dia kan suami mu, seharunya dia menjaga dan menyayangi istrinya selama hamil sampai proses melahirkan seperti ini. Bukannya malah meninggalkan. Dasar, suami tidak bertanggung jawab!" ketus Jungkook yang kini emosinya mulai meluap.

"Dia punya alasan untuk meninggalkan ku, Jungkookie.." lirih Yeri.

"Apa? Apapun alasannya, kewajiban sorang suami adalah menjaga dan tetap menyayangi istrinya dengan apapun keadaannya?" Jungkook kini terlihat mengepalkan tangannya.

"Dia memang tidak pernah mencintaiku dengan tulus. Pernikahan kami dilakukan dengan cara terpaksa. Kedua orangtua ku menjodohkan kami berdua hanya untuk memperebutkan kekuasaan dan hanya karena harta." jelas Yeri kembali.

Jungkook hanya mendengarkan serius sembaring memanggut-manggut.

"Tapi, aku sekarang sudah tidak memperdulikan dia untuk datang padaku lagi, kookie.. Hatiku sudah cukup sakit dan hancur karena selalu dimaki olehnya. Dia selalu saja membentakku dengan kata-kata yang kasar selama ini. Aku dibilang istri yang tidak becus lah, perempuan tidak berguna, perempuan matre lah, masih banyak kata-kata kotor yang selalu menyakiti hatiku, Jungkook! Aku tidak mau lagi bertemu dengannya. Dan aku mau cerai saja, aku sudah tidak....," ucapnya terhenti karena tiba-tiba Jungkook memeluk Yeri.

Entah keberanian dari mana, Jungkook akhirnya tidak tega membiarkan Yeri mengeluarkan air matanya yang masih dalam keadaan sakit.

"Sudah, noona... Aku sangat paham perasaanmu. Aku mengerti." Jungkook kini berusaha menenangkan Yeri sembaring mengelus kepalanya.

"Aku sudah tidak tahan, Jungkookie.. Aku mau berpisah saja dengannya. Dan aku hanya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu menyayangi ku. Lelaki yang selalu menjaga dan memperlakukanku dengan lembut dan baik." kini Yeri tidak bisa membendung air matanya.

Perlahan air mata Yeri mulai mengalir di pipinya. Suaranya juga kini parau, isakan nya mungkin terdengar sampai luar. Tapi, Yeri tidak peduli itu. Pokoknya, hari ini seakan dia hanya mau menceritakan beban kehidupannya dengan Jungkook.

Ya, hanya Jungkook satu-satunya yang mau mendengarkan kata hatinya selama ini. Orangtua Yeri sangat egois dan tidak pernah mau mendengar keluhan dan tangisan anaknya.

Suaminya apalagi?

Maka dari itu, Yeri sangat bersyukur dan bahagia bisa bertemu dengan Jungkook.

Ya! Bagi Yeri, Jungkook adalah satu-satunya lelaki spesial di hatinya. Lelaki yang mampu mengobati hatinya setelah terluka, mati, dan bahkan hancur. Sehancur-hancurnya.

Jungkook juga satu-satunya lelaki yang bersikap lembut, perhatian, dan sayang padanya.

"Tenang noona, jangan sedih lagi. Masih ada kookie di sini. Jika noona masih ingin menangis, menangislah dengan keras. Aku tetap tidak akan melepas pelukan noona. Jadi, menangislah dengan lepas! Selagi hanya ada kookie disini. Teriaklah sekeras-kerasnya! Agar tidak ada lagi beban di benak noona." ucap Jungkook yang masih mengelus kepala Yeri dengan lembut dan menenangkannya.

Yeri tidak peduli dengan suaranya yang kini malah terdengar parau, mata yang sembab, isakan yang keras, dan baju Jungkook yang basah. Pokoknya selagi Yeri menangis, Jungkook tidak pernah sama sekali merenggangkan pelukannya, dan malah memeluknya makin erat.

Sungguh, kali ini Yeri semakin luluh dibuatnya. Dia sangat kagum dengan perlakuan Jungkook. Semakin hari, Yeri semakin nyaman bersamanya.

Dan sepertinya, Yeri mulai jatuh cinta pada Jungkook.

"Jungkook, terimakasih sudah mau mendengarkan curhatanku. Selama ini, tidak ada orang yang mau mendengar kesedihanku kecuali adik perempuanku."

Jungkook terkejut dan langsung melepaskan pelukannya,

"Huh? noona punya adik juga?" tanya Jungkook heran.

"Iya, aku masih punya adik perempuan. Umurnya, mungkin sama denganmu. Dia juga masih sekolah menengah. Dan---dia sangat imut." sahut Yeri.

"Ah, begitu ya?" singkat Jungkook.

"Jungkookie, apakah aku boleh memelukmu sekali lagi? Rasanya aku sangat nyaman di pelukanmu." ujar Yeri sembaring tersenyum menatap Jungkook.

"Ah, boleh noona.." Jungkook yang sebenarnya merasa agak kikuk, tapi ia tetap menerima permintaan dari Yeri.

Saat Yeri dan Jungkook sedang berpelukan, tiba-tiba bunyi pintu kamar berbunyi yang menandakan ada seseorang yang masuk. Jungkook dan Yeri pun terkejut dan langsung melepaskan pelukan mereka.

"Maaf mengganggu waktu bermesraan anda, nyonya. Tapi, saya kesini untuk memberikan bayi anda yang sudah mandi dan rapih ini." ujar salah seorang suster yang menggendong bayi mungil itu.

"Ah, tidak kok." sahut Yeri yang kini sepertinya terlihat tersipu malu.

"Jangan lupa setelah ini bayinya diberikan ASI ya, nyonya.." suster itu kemudian menyerahkan baby Sanha pada Yeri untuk segera memberikannya ASI.

"Apakah ASI nya sudah lancar?" tanya suster itu kembali.

"Ah, belum begitu sus.."

"Baiklah, kalau begitu tetap paksakan saja supaya keluar, ya.. Bayinya nanti kasihan kalau sampai kekurangan ASI dari kemarin. Pasti sekarang dia sudah lapar." ujar suster itu.

"Iya sus, akan saya coba." Yeri terlihat hanya menurut apa yang dibicarakan suster itu.

"Kalau begitu, saya pamit keluar ya?" ujar suster itu kembali, dan lalu meninggalkan kamar itu.

"Apakah kau akan menyusui sekarang, Yeri noona?" tanya Jungkook yang kini jantungnya tiba-tiba berdegup sangat kencang.

"Iya, ini kan sudah waktunya baby Sanha menyusu." sahut Yeri singkat.

Lalu, tiba-tiba Yeri membuka di sebagian sisi bajunya yang membuat payudaranya terekspos, sedikit terlihat oleh Jungkook.

Jungkook menelan saliva nya saat Yeri dengan santai membuka baju di hadapannya.

Ini juga membuat Jungkook sedikit terangsang dan matanya malah fokus ke payudara Yeri yang kini sedang dihisap oleh baby kecilnya.

.

.

.

.

.

.

.

~ to be continued ~