8 Chapter 7

~Andrew POV~

Aku menatap sosoknya dari kejauhan. Dia nampak tengah sibuk dengan buku dipangkuannya, aku dapat menyimpulkan itu dari raut bingung diwajahnya.

Aku berjalan mendekat dan akhirnya tiba tepat di depannya, namun tampaknya dia tidak menyadari tentang keberadaanku sama sekali. Ini jadi membuatku sangat penasaran dengan sesuatu yang tengah ia kerjakan.

Kubungkukan sedikit tubuhku untuk melihat apa yang tengah ia tulis dan bertanya pelan. "Apa yang kau lakukan?".

Amanda yang nampak kaget segera mendongak, menyebabkan wajah kami begitu dekat. Kami terdiam cukup lama diposisi itu sambil menatap mata satu sama lain sebelum akhirnya kami sadar dan saling mengalihkan pandangan dengan wajah memerah.

"A-ah… Apa aku mengganggumu?" Tanyaku dengan masih mengalihkan pandanganku kesamping.

"T-tidak kok. Aku hanya menulis sesuatu yang tidak penting." Suaranya terdengar bergetar seperti suaraku. Perlahan aku memberanikan diri untuk menatapnya, dan ternyata dia saat ini tengah tertunduk malu dan nampak memainkan ujung bajunya.

"K-kau tidak melihat isi buku ku kan?" Pertanyaan tiba-tiba nya itu membuatku sedikit bingung, namun aku hanya menggeleng dan menjawab dengan jujur.

"Aku tidak melihatnya. Karena itulah aku bertanya."

Suara helaan nafas lega dapat kudengar setelah aku mengatakan itu. Amanda nampak memasukkan buku bersampul merah muda itu kedalam tasnya dan akhirnya menatapku.

"Jadi apa yang sedang kau lakukan disini?" Ia bertanya dengan raut wajah yang nampak masih gugup dan sedikit memerah.

"Sangat menggemaskan." Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Ketika aku menyadarinya aku segera meminta maaf dengan panik, takut jika dia jadi merasa tidak nyaman dengan itu.

"Maaf. Aku, aku tidak bermaksud buruk." 

Namun reaksinya sungguh berbanding terbalik dengan yang aku pikirkan. Wajahnya tampak lebih memerah dari sebelumnya, ia kemudian kembali menunduk dan bergumam pelan, meskipun lemah aku masih dapat mendengar gumamannya.

"Dasar bodoh."

Uh, dia barusan bilang aku bodoh kan? Uh… Kesan burukku padanya bertambah. Ah, setelah adegan memalukan ini aku jadi ragu ingin mengatakan ini padanya. Tapi jika aku terus ragu-ragu, usaha Olivia untuk membantuku sebelumnya akan sia-sia.

Aku mencoba menarik nafas panjang dan memberanikan diriku untuk mengatakan alasanku menemuinya saat ini.

"Itu… A-aku kesini sebenarnya ingin mengajak-ah tidak, aku ingin bertanya apakah tawaran yang waktu itu masih berlaku?" Aku menggaruk tengkukku yang sebenarnya tidak gatal.

"Ah tawaran mengajakmu makan itu? Ya. Tentu saja itu masih berlaku." Ia menjawab dengan senyum lebarnya. "Tapi memangnya kenapa?" Tanyanya bingung.

Kembali kualihkan pandanganku ke arah lain dan berbicara dengan ragu. "Apakah kau punya waktu untuk pergi ke taman bermain?"

"Taman bermain?"

~Skip~

"Wah taman bermain ini sangat indah sekali, benar-benar menakjubkan." Amanda menatap ke arah taman bermain dengan bersemangat.

Aku hanya tersenyum kau saat melihat ekspresi gembiranya itu. "Apa yang ingin kau naiki pertama kali?" Aku menatapnya lembut.

"Ayo kita naik itu!" Amanda menunjuk kearah rollercoaster dengan berseri. Aku tersenyum dan kami berdua segera menuju kearah hal pertama yang akan kami coba itu. Didalam hati, aku sangat bahagia karena akhirnya kami dapat pergi kencan!

Di tengah perjalanan menuju wahana rollercoaster, Amanda nampak memandangi sekitar dengan raut bingung. "Andre, kenapa tempat ini sangat sepi?" 

Ah, yah cepat atau lambat dia pasti akan menanyakan itu. Sebenarnya taman bermain yang kami datangi ini adalah taman bermain milik keluarga Gardner.

Olivia sengaja memprivate taman bermain untuk hari ini. Demi agar aku bisa berkencan dengan Amanda. Ah, Olivia aku benar-benar bersyukur dan berterima kasih atas bantuan mu.

Ku tatap balik Amanda yang nampak bingung itu dan berkata santai.

 "Aku benci keramaian. Maka dari itu aku sengaja meminta bantuan salah satu temanku untuk bisa membuat tempat ini kurang ramai. Tapi akhirnya dia malah benar-benar membuat taman bermain ini tutup agar hanya kita yang bermain." Aku tertawa canggung. 

Entah kemampuan mengarang ku ini luar biasa atau tidak, tapi yang kuharap setidaknya Amanda akan mempercayainya.

"Temanmu yang melakukan semua ini? Ah…. Sungguh hebat." Amanda menatap kearahku dengan mata berbinar-binar. Aku pun balas menatapnya dengan bangga.

"Yah! Dia memang benar-benar luar biasa!" Bahkan dia bisa membuatku memiliki raga untuk bisa bersamamu. Aku melanjutkan kalimat itu didalam hati.

Kami berdua akhirnya sampai ketempat wahana pertama kami. Penjaga wahana itu sepertinya juga mampu melihatku, buktinya ia tersenyum pada kami berdua dan mempersilahkan kami masuk.

Aku menarik nafas panjang. Meskipun aku tahu aku kini hantu dan seharusnya tidak takut pada hal seperti ini. Namun tetap saja wahana ini terlalu menantang untuk jiwa kalemku.

"Kau si-" Sebelum aku sempat bertanya pada Amanda, keretanya sudah terlebih dahulu bergerak, bahkan diawal langsung meluncur begitu cepat.

Didalam hati aku berdoa semoga tubuhku tidak menembus kereta ini dan jatuh ke bawah. Meskipun kegiatan seperti duduk dan naik mobil bisa kulakukan, tapi aku belum pernah mencoba menaiki wahana dengan tubuh arwah ini.

Tolong bertahanlah tubuhku, jangan sampai kau menembus ini, Amanda bisa tau siapa aku jika seandainya itu terjadi.

"KYAAA!!"

"HUWAAA!!"

Aku dan Amanda berteriak keras karena rollercoaster yang melaju sangat cepat. Tapi jujur, ini sebenarnya sangat mengasikan.

Setelah rollercoaster itu berakhir, aku dan Amanda sama-sama pusing dan agak mabuk. Tapi ketika tatapan kami bertemu, langsung kami berdua tertawa. Yah, itu benar-benar menyenangkan bukan?

.

.

.

.

Wahana kedua yang kami coba adalah komedi putar, Amanda langsung saja menaiki kuda putih sementara aku menaiki kuda hitam disampingnya. 

Saat wahana itu mulai berputar, tatapanku tidak pernah bisa lepas dari wajah bahagia Amanda. Bahkan wajah tersenyum yang selalu ia tampilkan nampak tidak sebanding dengan wajah bahagianya saat ini.

Tiba-tiba Amanda menoleh ke arahku, membuatku salah tingkah karena ketahuan sedang memandanginya.

"Kenapa kau terus memandangiku?" Amanda mengembungkan pipinya dan menatapku dengan wajah yang sedikit memerah. Sepertinya dia marah bukan?

"T-tidak. Aku…. Hanya berpikir kalau Permainan ini menyenangkan." Sial, aku memang payah dalam berbohong. Aku melirik kearah Amanda yang nampak mengalihkan pandangannya.

.

.

.

.

Kami akhirnya sampai ke wahana yang ketiga. Pandanganku jatuh pada Amanda yang nampak bersemangat.

"H-haruskah kita memasuki ini?" Tanyaku gugup. Pasalnya tempat ini terlihat…. Sedikit menyeramkan.

"Tentu! Rumah hantu adalah bagian yang paling menarik dari taman bermain!!!!" Amanda segera masuk dan meninggalkanku sendirian diluar. Karena tidak punya pilihan lain, aku hanya bisa dengan pasrah mengikutinya masuk kedalam.

*Beberapa menit setelah mereka masuk*

"GYAH! MENJAUH DARIKU!!!" Aku berlari ketakutan hingga akhirnya benar-benar meninggalkan rumah hantu itu. Dibelakangku Amanda yang sebelumnya berusaha mengejarku dengan topeng menyeramkan yang ia pakai langsung tertawa dengan nyaring.

"Hentikan itu Amanda. Kau sepertinya suka melihatku menderita." Aku berujar sedih. Namun bukannya berhenti, tawa Amanda semakin kencang. Pada akhirnya aku hanya dapat menghela nafas dan tersenyum.

Yah setidaknya dia bersenang-senang.

.

.

.

.

.

Pada akhirnya, kami mencoba banyak permainan. Dan saat ini kami berada di wahana terakhir, bianglala. Kami duduk berhadapan dan memandang langit yang agak orange karena hari yang sudah sore itu dalam diam.

Tiba-tiba aku merasakan ruangan kami berada sedikit bergoyang dan didetik berikutnya aku merasakan seseorang duduk disampingku. Sosok Amanda yang tertimpa cahaya matahari sore nampak begitu hangat.

Tatapannya yang lembut juga membuat hatiku menghangat. Meskipun aku tidak hidup lagi, tapi ketika berada disampingnya, aku merasa benar-benar hidup.

"Hei, Andre… Ini benar-benar hari yang menakjubkan, terima kasih untuk semuanya yah." Amanda memulai pembicaraan. Aku tersenyum dan berucap lembut.

"Tentu. Kau tampak benar-benar bahagia kau tahu." Wajah cemberut yang ia tunjukkan setelah mendengar ucapan ku itu membuatku tertawa kecil.

"Jangan lihat aku seperti anak kecil. Aku hanya, merasa bahagia. Sudah cukup lama sejak aku pergi ke taman bermain, dan ini akan menjadi hari terbaik saat aku ada ditaman bermain. Terima kasih." Amanda tersenyum tulus ke arahku. Setelah itu ia mengalihkan perhatiannya keluar, kearah langit jingga yang indah.

Sementara aku benar-benar tidak dapat melepaskan pandangku darinya. Ingin rasanya aku mengulurkan tanganku untuk sekedar menyentuh tangannya atau mungkin mengusap rambutnya.

Sayangnya itu sungguh tidak mungkin. Pada akhirnya aku hanya terus memandanginya, dan entah bagaimana, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.

"Aku mencintaimu."

Amanda segera menoleh ke arahku ketika aku mengatakan itu. Wajahnya yang memerah seperti nya karena ia marah dengan ucapannya barusan.

Ku garuk kepalaku yang tidak gatal dan segera menatap ke arah lain. "K-kau tidak perlu menjawab ataupun membalasnya. Aku hanya ingin mengatakannya, itu saja."

Setelah aku mengatakan itu suasana kembali hening. Kami benar-benar tidak berbicara satu sama lain hingga waktu perpisahan kami tiba.

"Terima kasih untuk hari ini." Setelah mengatakan itu dia langsung buru-buru pergi, bahkan tidak menunggu jawaban dariku.

"Ah…. Sial." Aku menghela nafas lelah.

"Sepertinya kencanmu gagal?" Suara dari arah belakangku segera membuatku menoleh. Aku kemudian langsung bertatapan dengan wajah datarnya.

"O-olivia? Kenapa kau ada disini?" Aku bertanya dengan tidak percaya.

"Berisik. Naiklah, kita harus kembali." Setelah mengatakan itu Olivia langsung masuk ke mobil dan menghidupkan mesinnya. Sementara aku buru-buru masuk kedalam mobil.

Aku tidak tahu mengapa dia ada disini, tapi aku sedikit merasa tenang dengan kehadirannya disampingku.

~Andrew POV end~

*Amanda side*

Amanda segera kembali ke apartemen miliknya dan langsung merebahkan dirinya diatas kasur Queen Size miliknya. Ia mengambil bantal berbentuk karakter kartun Spongebob kesukaannya dan menutupi wajahku yang memerah.

Tiba-tiba saja dia bangkit dan mengeluarkan buku merah muda yang sebenarnya adalah buku hariannya dan mulai menulis beberapa hal.

Sebelum tiba-tiba ponselnya berdering. Ia menaruh pulpen ditangannya dan menjawab panggilan itu.

"Halo Kevin, ada apa?"

"...."

"Aku? Aku baru saja selesai pergi ke taman bermain. Makanya tadi aku tidak ada dirumah, memangnya kenapa?"

"..."

"Eh? Aku bertemu siapa? Apa kau ingat pria yang ku ceritakan sebelumnya? Dia mengajakku pergi ke taman bermain hari ini… dan… Dia mengatakan cinta padaku." Wajah Amanda memerah ketika ia mengatakan itu, namun setelah beberapa saat ia tidak mendengar suara balasan dari sebrang telponnya.

Namun tiba-tiba saja, pintu kamarnya terbuka dan sosok pria tinggi berjalan mendekat ke arahnya. Amanda memiringkan kepalanya bingung.

"Kevin? Kenapa kau-" Sebelum Amanda selesai menyelesaikan perkataannya. Ia dibuat pingsan dengan pukul dilehernya.

Sosok pria yang dipanggil Kevin itu kemudian menggendong Amanda dengan hati-hati. "Kau itu milikku Amanda. Sampai kapanpun kau milikku."

Setelah mengatakan itu dia berjalan keluar dengan membawa Amanda yang tengah pingsan. "Mari kita lihat reaksi pria yang berani-beraninya mendekatimu itu setelah mengetahui orang yang ia cintai direbut darinya." Ia pun keluar dari Apartemen itu.

Sementara itu, buku harian Amanda yang masih terbuka menampilkan beberapa kalimat yang baru saja ditulisnya.

"Hari ini pria yang baru kukenal itu mengajakku kencan. Aku kira penolakan yang ia tunjukkan terakhir kali adalah tanda jika dia tidak menyukaiku, tapi nyatanya…

Dia mengatakan bahwa dia mencintaiku hari ini. Dasar bodoh, dia selalu saja mampu membuat hatiku berdebar tidak karuan. Padahal kami baru bertemu, aku benar-benar penasaran… siapa dia sebenarnya…."

Bersambung

avataravatar
Next chapter