15 Chapter 14 (END)

~Author POV On~

Beberapa tahun kemudian…

.

.

.

.

.

Tampak seorang pria bersurai blonde pucat yang nyaris mendekati warna putih, sedang asik berkutat dengan peralatan dapur. Ya. Dia adalah Carla Gardner. Kakak angkat Olivia Gardner yang sekarang telah naik pangkat menjadi suaminya. Sebenarnya dia naik pangkat bukan Cuma dari kakak angkat menjadi suami saja, tapi juga dari seorang arwah gentayangan menjadi manusia lagi.

Ya. Benar sekali. Carla di bangkitkan kembali. Saat itu, memang dia menolak untuk di bangkitkan sampai membuat Olivia tidak mau kembali ke kediaman keluarga Gardner. Hal itu, tentu saja membuat ketiga pria yang ada di sana (read : Carla, Andrew, dan Edward) khawatir. 

Waktu itu, keadaan kediaman yang biasanya tenang itu berubah 180 derajat. Andrew yang biasanya selalu ceria dan bertindak bodoh, pada saat itu dia marah besar pada Carla. Saking marahnya sampai memukul wajah rupawan arwah gentayangan itu. Edward sebagai butler dan juga orang yang telah bersama keluarga Gardner sejak lama, berusaha untuk menenangkan anaknya itu. Dan untuk tuannya itu, ia hanya bercerita tentang bagaimana Olivia yang terus mencoba untuk membangkitkan orang mati hanya agar bisa membangkitkan Carla kembali.

Setelah mengalami, perdebatan dan segala macam hal berat lainnya. Akhirnya, Carla menyetujui saran Edward. Jadi, ia menggunakan jasad Kevin yang saat itu memang di bawa pulang oleh Olivia, untuk menjadi raga barunya. Dan butler serba bisa itu, yang melakukan segala macam pembangkitan rumit untuk Carla. Ah. Dengan bantuan teman Olivia (read : Leon).

Sekarang, jika Carla mengingat ingat masa itu rasanya ia benar benar ingin menghajar dirinya sendiri. Betapa brengseknya dia saat itu. Benar benar brengsek.

Ia tersenyum tipis saat sandwich yang ia buat sudah jadi. Ia meletakkan sandwich itu di atas sebuah nampan, tak lupa dengan secangkir kopi dan secangkir teh.

Selanjutnya, ia berjalan menuju ke lantai dua di rumah besar itu. Kadang saat berpapasan dengan beberapa butler dan maid yang ada di sana, ia tersenyum hangat atau menyapanya. Yah, setelah pernikahannya dengan Olivia, ia memperkerjakan beberapa orang untuk menggantikan Edward yang sudah semakin tua. Mereka berdua memutuskan, agar Edward pensiun saja. Dan tentu saja, pria itu menurutinya.

Carla tersenyum sejenak sebelum memasuki sebuah ruangan dengan pintu besar berwarna coklat dengan ornament sulur berwarna emas. Sesaat setelah memasuki ruangan itu, ia menemukan seseorang yang ia cari masih tertidur dengan damainya di atas ranjang king size yang ada di tengah ruangan. 

Ia meletakkan nampan yang ia bawa di atas nakas sebelum mendudukkan dirinya di sisi ranjang, tepat di samping sosok itu. Ia tersenyum sejenak sebelum mengelus surai blonde milik sosok itu.

"Honey…" Panggilnya pelan pada sosok yang tidak lain, tidak bukan adalah Olivia Gardner. 

Olivia yang merasa ada seseorang yang memanggilnya hanya bergumam tidak jelas sebelum membuka kedua matanya perlahan. "Car- la?" Ia mendudukkan dirinya sembari mengucek kedua matanya. "Carla, ini jam berapa?" Tanyanya sembari menatap pria di hadapannya dengan pandangan mengantuk.

Carla tersenyum lembut sebelum mengacak surai blonde itu gemas. "Bangunlah, honey." Ujarnya. "Ini sudah pukul 8 pagi. Mau sampai kapan kau akan menjadi putri tidur, hm?" Tanyanya.

"Ah. Okay." Balas Olivia singkat. Ia menatap pria di hadapannya dengan tatapan tenang. "Selamat pagi, Carla." Ia tersenyum tipis pada pria itu.

"Oh, astaga! Kau manis sekali..!!!" Carla berteriak heboh sembari memeluk tubuh Olivia erat.

"Carla- sesak." Olivia melepaskan paksa pelukkan maut suaminya itu. "Kau ingin membunuhku?" Ia menatap horror pria itu.

"Hehehe…" Carla tertawa garing. "Habisnya kau sangat manis sih." Ujarnya yang hanya di balas dengusan dari Olivia.

"Apa itu? Menggombal?" Olivia segera turun dari ranjangnya. "Jangan terlalu sering bergaul dengan hantu bodoh itu." Ujarnya sembari menyesap kopi yang di buat oleh Carla.

"Aku ini juga hantu loh." Carla menatap datar Olivia. "Lagipula, aku ini tidak menggombal. Kau ini benar benar manis tau." Ujarnya tidak terima.

"Ya, ya, terserah kau sajalah, Mr. Gardner." Olivia berjalan pelan menuju ke kamar mandi yang ada di kamar itu.

"Hey, Mrs. Gardner." Panggil Carla cepat sehingga menghentikan Olivia yang baru saja akan memasuki kamar mandi.

"Hm?"

"Kau melupakan sesuatu."

"Ah." Olivia berjalan cepat ke arah Carla yang masih duduk di tepi ranjang. Dengan cepat ia mencium bibir pria itu. "Sudahkan." Ujarnya santai sebelum memasuki kamar mandi.

"Hey, kenapa Cuma segitu..?????"

~Skip~

Ting… Tong…

Cklek…

"Olivia." Seorang wanita bersurai hitam yang di gelung rapi langsung memeluk Olivia erat. "Aku merindukanmu." Ujar wanita itu, Amanda Morgan atau yang sekarang menjadi Amanda Johnson.

"Me too, Amy." Balas Olivia saat Amanda melepaskan pelukkannya.

"Ah, Carla." Amanda tersenyum hangat pada pria bersurai blonde pucat itu. "Lama tak berjumpa." Ujarnya.

"Sangat lama, Amy." Balas Carla.

"Ah. Ayo masuk." Amanda memiringkan tubuhnya agar pasangan Gardner itu dapat memasuki rumahnya. "Semuanya sudah menunggu." Ujarnya.

Carla mengangguk dan merangkul Olivia sembari memasuki kediaman Johnson itu. Di sana, ia dapat melihat-

"Berantakan sekali." Ujar Olivia sembari menatap datar ruang tamu yang sudah seperti kapal pecah itu.

Amanda tertawa garing. "Begitulah. Kau tau, anak anak." Ujarnya santai.

"Lalu, dimana mereka?" Tanya Carla.

"Di halaman belakang." Jawab Amanda.

~Skip~

"Woah! Olivia! Carla!" Andrew melambai semangat saat melihat kedatangan dua orang itu.

"Uncle Carl..!!!" Seorang anak laki laki bersurai hitam langsung berlari mendekati Carla dan memeluk kakinya erat.

"Noah." Carla membawa anak laki laki itu ke dalam gendongannya. "Mana Noir dan Lizzie?" Tanyanya pada bocah itu.

"Noir lagi buat Lizzie dan Nai menangis." Jawab Noah polos sembari menunjuk seorang anak laki laki yang mirip dengannya tengah mengerjai dua orang gadis kecil.

"Little devil." Gumam Olivia namun masih sampai ke telinga Amanda.

"Kau benar." Sahut Amanda. "Mungkin, begitulah Andre saat kecil." Ujarnya santai.

"Hey, aku tidak begitu ya." Protes Andrew yang entah sejak kapan sudah ada di sana.

"Oh." Olivia membalas cuek. Dan dengan santainya ia berjalan mendekati orang yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Dan dengan santainya (lagi) ia memukul keras kepala orang itu, hingga membuat siempunya mengaduh kesakitan. "Kalau mau mesra mesraan jangan di sini. Banyak anak kecil." Ujarnya dingin.

Orang yang baru saja kena pukul itu langsung mengerucutkan bibirnya. "Olive sangat kejam." Protes pria itu, Leon Bennington. "Sayang lihat… Kepala aku dipukul…" Adunya pada seorang wanita bersurai coklat yang tidak lain adalah istrinya, Michelle Bennington.

Michelle yang melihat itu hanya dapat tertawa pelan. "Lama tak berjumpa, Olivia." Sapanya hangat.

Olivia mengangguk. "Cukup lama, sampai aku terkejut kau masih bertahan dengan pria bodoh itu." Ujarnya sadis.

"Oliviaaaa….." Leon menatap Olivia dengan tatapan protes.

"Kau tidak berubah, lady." Olivia membalikkan tubuhnya dan mendapati seorang pria yang sangat ia hormati tengah menatapnya hangat. 

"Edward." Olivia mendekati Edward dan memeluknya erat. "Bagaimana kabarmu? Apa ada yang sakit? Perlu aku-"

"Jangan menanyakan hal yang sama setiap bertemu denganku, Olivia." Protes Edward. "Aku baik." Jawabnya hangat.

"Grandpa pasti akan baik baik saja, mom." Seorang anak lelaki bersurai blonde berjalan santai mendekati Olivia. "Selama ada aku, grandpa pasti akan baik baik saja."Ujarnya santai dan datar.

"Hoo…" Olivia mengangguk mengerti. "Sudah puas belajar dengan, grandpa?" Tanyanya pada anak laki laki itu.

Anak laki laki itu menggandeng tangan Olivia erat. "Lain kali, jika aku ingin bermain dengan grandpa, aku tidak akan memberi tau dua setan itu." Ujarnya datar sembari menatap ke arah Noah dan Noir yang sedang berbicara dengan Andrew dan Carla.

Olivia mengangguk. Ia mengangkat anak laki laki itu ke dalam gendongannya. "Rindu pada daddy?" Tanyanya.

Anak laki laki itu, Theodore Gardner, menggeleng pelan. "Aku rindu belajar bersama, mommy." Ia memeluk leher Olivia erat.

"Kak Theo jangan belajal telus." Seorang gadis bersurai coklat dengan gaun berwarna merah muda mendekati Theodore yang sedang ada di gendongan Olivia. "Nai juga mau main sama kak Theo." Ujar gadis kecil itu, Naina Bennington.

"Lizzie, Lizzie juga mau main sama Theo." Seorang gadis kecil bergaun biru ikut ikutan mendekat kea rah Naina. "Kak Noah dan Kak Noir jahat. Lizzie mau sama Kak Theo aja." Ujar gadis bersurai hitam itu, Elizabeth Johnson.

"Kau populer sekali, little boy." Komentar Olivia sembari menurunkan Theodore dari gendongannya. Ia menatap ke arah dua gadis kecil yang langsung menggandeng tangan anak laki lakinya begitu terlepas dari gendongannya.

"Hey, little boy." Carla yang baru datang langsung merangkul pinggang Olivia erat. "Apa kau mau menikahi dua gadis cantik itu?" Tanyanya iseng.

"Nai mau jadi istri Kak Theo…"

"Lizzie juga mau..!!"

"WOY..!!" Ayah kedua gadis kecil itu langsung menatap Carla dengan pandangan horror.

"Gak bolehhhhh…!!!" Noir, kembaran Noah, langsung mendekati Elizabeth dan menggenggam tangannya erat. "Kamu harus sama aku..!!" Ujarnya ngotot.

"Theo Cuma boleh sama aku..!!" Dari belakang, Noah datang dan memeluk leher Theodore erat.

"Homo." Celetuk Olivia tanpa sadar.

"Olivia.." Amanda menatap Olivia dengan tatapan protes.

"Aku bakal jadi homo sama Theo..!!!" Teriak Noah keras sehingga membuat para orang tua yang ada di sana hanya bisa mengelus dada.

"Anaknya Andy-"

"-Bodoh-"

"-Seperti-"

"-Ayahnya."

"WOY..!!" Andrew menatap keempat orang yang baru saja menyelesaikan kata kata berantai yang menghinanya.

Theodore menghela nafasnya panjang. Dengan pelan, ia melepaskan genggaman kedua gadis kecil di sampingnya. Dan dengan paksa melepaskan pelukkan maut Noah. Ia berjalan santai menuju ke arah Olivia. "Hanya gadis yang mampu menyaingi kepintaran mommy yang akan aku pilih." Ujarnya santai. "Dan aku tidak mau menjadi homoanmu." Ia menatap ke arah Noah tajam.

"Anak siapa sih itu, dingin banget?" Komentar Carla.

"Oe oe, Carla junior. Mommy mu itu kepintarannya tidak bisa disamakan dengan manusia biasa." Leon mengibas ngibaskan tangannya.

"Aku bukan juniornya daddy, aku juniornya mommy." Ujar Theodore datar nan dingin.

"Hahaha… Gak diakuin sama anak sendiri…" Andrew tertawa puas sampai Amanda harus menyikut perutnya keras agar berhenti tertawa.

"Lizzie juga gak mau punya daddy kayak daddy.." Teriak Elizabeth.

"Nai juga mau punya daddy kayak, uncle Carla…" Sahut Naina.

Carla menatap kedua pria itu dengan tatapan puas. "See… Bibit unggul memang selalu di pilih." Ujarnya bangga.

Dan selanjutnya, para pria itu berdebat heboh sampai membuat Amanda dan Michelle kerepotan. Edward yang menatap perdebatan itu hanya dapat tertawa geli. Di sisi anak pun tidak mau kalah. Noah, Noir, Elizabeth, dan Naina masih asik berdebat. Sedang Theodore hanya dapat menghela nafas panjang sebelum memilih duduk di sebelah Edward dan memakan cookies nya.

Lalu? Di mana Olivia?

Di saat mereka asik dengan perdebatan mereka, ia lebih memilih berjalan santai menuju ke ujung halaman belakang rumah ini. Sebuah tebing. Ya, ujung lain dari halaman belakang ini adalah sebuah tebing. Kenapa Olivia bisa tau? Ingat rumah tua yang di datangi wanita itu saat itu? Nah, ini versi sudah di renovasinya.

Ia terdiam menatap pemandangan di hadapannya dalam diam. Sampai sebuah langkah menyadarkan lamunan yang sempat mampir tadi.

"Kau tampak bahagia." Ujar Olivia membuka percakapan pada mantan percobaannya yang berhasil itu. Andrew.

"Sangat." Jawab Andrew. "Bagaimana denganmu?" Tanyanya saat sudah berdiri di samping Olivia.

"Kau dapat melihatnya sendiri."

"Carla pria yang baik."

"Kau tidak pantas mengatakannya. Aku yang sudah bersamanya sejak dulu."

"Kau benar." Andrew menatap ke arah Olivia. "Terima kasih, Olivia. Jika bukan karenamu, aku pasti masih menjadi arwah penasaran yang jones." Ujarnya sembari menyunggingkan senyum tulusnya.

"Terima kasih kembali." Balas Olivia santai.

"Untuk?" Tanya Andrew tidak mengerti.

"Untuk mengembalikan sosok kakak dan seorang pria pria yang berharga di dalam hidupku." Jawab Olivia.

"Hanya sekedar berharga?"

"Apa maksudmu?"

"Apa kau tidak mencintainya?" Olivia terdiam saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Andrew untuknya. 

"Aahhh… Carla pasti kecewa jika mendengar hal ini. Apa lagi kalian juga sudah memiliki Theodore sekarang. Jadi, apa istri dari tuan Carla Gardner ini tidak mencintai suaminya.

"Tentu saja aku-" Olivia menghentikan ucapannya. "Kau berisik sekali." Ujarnya.

"Apa?!" Andrew memasang wajah sok terkejut. "Ja- jadi kamu tidak mencintai Carla..??!!!" Tanyanya heboh.

"Diam, bodoh!" Olivia menatap Andrew horror hingga membuat pria tiu merinding disko.

"Ja- jadi-"

"Tentu saja aku-" Olivia memalingkan wajahnya dan menutup separuh wajahnya. "-mencintai Carla." Ujarnya lirih.

"Aku juga mencintaimu." Olivia membalikkan tubuhnya cepat dan menemukan Carla yang sudah berdiri sangat dekat dengannya. "Happy anniversary, sayang." Ujarnya sembari memutar tubuh wanita itu ke samping agar dapat melihat sesuatu yang telah ia siapkan.

"Selamat ulang tahun pernikahan kalian..!!!" Ujar semua orang di sana lengkap dengan membawa sebuket bunga mawar putih dan baby breath.

"Car- Carla?" Olivia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Ini-" Ia menatap ke arah suaminya itu. "Te- terima kasih." Ia memeluk erat pria itu. Selain untuk menyampaikan rasa terima kasih, tentu saja untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah sekarang.

Carla tersenyum dan membalas pelukkan Olivia. Ia menundukkan kepalanya dan berbisik pelan. "Theo sangat kesepian. Sepertinya dia membutuhkan teman, jadi-" Ia memberi jeda pada ucapannya. 

"Mari kita buatkan Theo seorang adik."

"Woy!"

Fin

Sampai bertemu di Full Versionnya....

avataravatar