1 Hanya Terdiam Membisu [CHAPTER 1] Revisi

AUTHOR POV

Indonesia, Kota XX

-----=-----

Baaam!!

Dua mobil itu menabrak satu sama lain di tengah jalan yang ramai.

"To-to... long..." Sambil menggapai sesuatu yang mengharapkan ada yang menggapai tangan itu hingga menutup mata.

-----=-----

RS Kota XX

Pasien itu mencoba membuka mata 'gelap' lalu mengedip dan mengucek matanya hanya tetap gelap yang di lihatnya.

"VINAA!!" Teriak seseorang perempuan membuatnya kaget.

"Siapa??" Dengan rasa gugup dan takut.

"Ini hiks.. Nindi!!" Berlari menghampiri Vina di terduduk di tempat tidur pasien dan memeluk Vina.

"Nin? Kamu kah itu?" Membalas pelukan Nindi dengan erat.

"Nin aku ngak bisa melihatmu! ada apa dengan mataku saat ini? SEMUANYA GELAP NIN..!!" Teriak Vina histeris dan ketakutan.

Mendengar ucapan Vina, Nindi menekan tombol darurat di samping tempat tidur untuk memanggil dokter. Dokter dan suster beserta kedua orang tua Nindi datang keruangan.

Dokter dan suster itu memeriksa keadaan Vina.

-----=-----

Pemakaman Umum XX

"Vin... ayo kita pulang!" Dengan nada lembut Nindi membantu Vina untuk berdiri.

Nindi dan orangtua Nindi menemani Vina untuk mengunjungi tempat peristirahatan terakhir keluarga tercintanya. Pada saat setelah kejadian kecelakaan itu terjadi, Nindi mendapatkan telepon dari perawat di RS XX yang mengabarkan bahwa keluarga Vina mengalami kecelakan.

Mendengar kabar itu Nindi dan kedua orang tuanya langsung ke RS. Pihak RS memberitahu bahwa orang tua dan adiknya Vina meninggal di tempat kecelakan dan Vina mengalami koma yang lama selama 7 bulan.

Setelah sadar Vina harus mendengar kabar pahit kematian keluarganya dan kehilangan penglihatannya akibat kecelakaan itu.

"Apa aku bisa disini sebentar lagi?" Dengan tatapan kosong kedepan.

"Eumhh… iya kita akan disini sebentar lagi." Jawab Nindi sambil mengelus pundak Vina. "Ma.. Pa.. duluan aja ke mobil, aku dan Vina akan menyusul!" Lanjut Nindi kepada orang tuanya.

Ayah Nindi mengangguk dan merangkul istrinya yang masih menangis. "Jaga Vina ya sayang…" Perintah papa Nindi kepada Nindi.

"Iya pa..". Kedua orangtua Nindi pergi meninggalkan dua insan yang berada disana.

Satu-satunya yang hanya bisa dilakukan Nindi mengelus punggung sahabatnya yang sedang terdiam tampa melakukan apapun mengharapkan memberikan kekuatan pada sahabatnya yang sudah dianggap sebagai adiknya itu.

"Jika ingin menangis.. menangis aja sayang, jangan kamu tahan terus menerus hikss... itu membuatku jadinya hikss... ikutan sedih hikss... melihatmu yang diam seperti ini hikss... hikss... Vinaaaa... huuu... huuu. huuu..." Tangis Nindi pecah akhirnya melihat sahabat tersayangnya hanya diam membisu tanpa menangis saat ini.

-Continued-

avataravatar
Next chapter