32 Terlambat Sekolah

Vania turun dari mobilnya dan segera berlari menuju gerbang sekolah karena sudah terlambat masuk sekolah. Seharusnya ia sudah sampai beberapa menit yang lalu dan masih mungkin untuk bisa masuk halaman sekolah, namun karena macet di jalan membuat gadis itu terlambat lebih lama.

Gadis cantik itu merapikan serangan sekejap, kemudian merengek di depan pintu gerbang. Namun hasilnya nihil, ia sama sekali tidak mendapatkan respon dari satpam yang sedang bertugas.

"Ayolah, Pak. Saya kan nggak pernah terlambat sama sekali sebelumnya. Biarin saya masuk kali ini aja. Ya pak... Please..." mohon Vania sambil menyatukan kedua telapak tangannya.

Sementara satpam itu hanya berdiri melihat Vania sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. Sebenarnya yang terlambat bukan hanya Vania, tetapi Vania terlambat hampir 20 menit dan memang sudah ketentuan dari peraturan sekolah itu untuk tidak mengizinkan muridnya masuk ketika sudah terlambat lewat dari 15 menit.

"Tidak bisa," ucap satpam itu dengan tegas.

Vania mendengus pasrah, sepasang manik cantik nya sudah berkaca-kaca menahan tangis. Ini pertama kalinya dia terlambat masuk ke sekolah, dan semua ini hanya karena alasan yang benar-benar konyol. Menangisi Raka yang jelas-jelas tidak memiliki hubungan spesial dengannya.

"Biarkan dia masuk, Pak!" seru seorang wanita dari kejauhan.

"Bu Maya?" gumam Vania sambil memicingkan matanya agar melihat wanita cantik itu lebih jelas.

Pak satpam pun langsung membukakan pintu gerbang membiarkan Vania masuk ke halaman sekolah.

"Lain kali jangan terlambat lagi. Masih untung kamu di belain Bu Maya, coba kalau enggak?" ucap satpam itu mengingatkan Vania.

Sementara gadis itu hanya menyunggingkan senyum tipis lalu membungkuk sopan dan segera berlari menghampiri Bu Maya. Ada sedikit perasaan lega dalam benak Vania karena sudah di izinkan masuk padahal ia tau kalau sebenarnya dia sudah tidak boleh masuk.

Beberapa saat kemudian saat Vania sudah berdiri tepat di hadapan guru cantik itu tiba-tiba detak jantung Vania berdegup kencang karena gugup dan takut menghadapi guru favoritnya itu. Meski Bu Maya terkenal sebagai guru yang baik dan sabar, namun Bu Maya cukup tegas dalam memberikan sanksi kepada anak muridnya.

"Kenapa kamu bisa terlambat?" tanya Bu Maya sembari tersenyum tipis.

Vania menundukkan kepalanya malu. "S-saya tidur terlalu larut, Bu..." jawabnya gugup.

Tentu saja Vania tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya, jika tidak pasti dirinya akan mendapatkan masalah yang lebih rumit lagi dari guru favoritnya ini.

Bu Maya yang mendengar alasan Vania itu mendengus pelan, lalu menyunggingkan senyumnya kembali.

"Lain kali jangan tidur terlalu larut ya. Tidak baik untuk kesehatan," tutur Bu Maya.

Mendengar itu Vania sontak langsung mendongakkan kepalanya menatap Bu Maya heran. Apa Bu Maya tidak marah? Bukankah seharusnya Bu Maya menasehati Vania lalu menghukumnya? Begitu pikir Vania saat ini.

"I-iya, Bu. Maaf sebelumnya..." lirih Vania merasa bersalah.

"Ibu tau kamu murid yang teladan, dan pasti punya alasan kenapa bisa terlambat. Tapi bagaimanapun juga Bu Maya harus tetap adil dalam memberikan sanksi," ucap Bu Maya.

Baru saja Vania lega karena mengira Bu Maya tidak akan menghukumnya, namun sepertinya dugaannya salah dan ia harus menjalani sebuah hukuman dari Bu Maya.

"Jadi, saya harus di hukum?" tanya Vania dengan polosnya.

Anggukan di dapatkan Vania sebagai jawaban.

"Baiklah, saya tau kalau saya memang salah. Saya nggak akan membantah kalaupun Bu Maya mau kasih hukuman yang berat buat saya," sambung Vania sambil berusaha untuk tetap tersenyum.

"Kalau begitu kamu pergi ke gudang olahraga yang lama. Di sana ada satu siswa yang juga terlambat, kamu bisa bantu dia buat bersihin gudang itu. Kamu paham?" jelas Bu Maya.

Vania menganggukkan kepalanya sebagai jawaban bahwa dia mengerti.

"Sekarang kamu bisa pergi, jika sudah selesai kamu baru bisa ikut pelajaran saya." pungkas Bu Maya dan segera berlalu meninggalkan Vania.

Setelah Bu Maya pergi, Vania masih terdiam sejenak di tempatnya. Gadis itu mendengus pelan lalu menghentakkan kakinya kasar dan segera berjalan menuju gudang olahraga yang di maksud oleh Bu Maya sebelumnya.

Dengan malas Vania berjalan secara perlahan menyusuri koridor sekolah dan sampai di depan gudang olahraga lama. Sejenak gadis itu masih menatap pintu masuk gudang yang tidak tertutup rapat, sudah tentu karena ada orang di dalamnya.

Bibir mungil gadis itu mengerucut karena ini adalah kali pertama ia menjalani sebuah hukuman di sepanjang perjalanan belajarnya. Vania adalah siswi yang rajin dan teladan, jadi ia tidak pernah mendapatkan hukuman dalam bentuk apapun termasuk seperti yang saat ini akan ia lakukan.

"Gimana cara nya beresin gudang? Beresin kamar aja aku jarang. Huh..." dengus Vania dan segera masuk ke dalam gudang itu.

Baru melangkahkan kakinya masuk, ia sudah di sambut dengan debu-debu yang berterbangan di dalam ruangan yang lumayan sempit itu.

"Uhukk...uhukkk"

Hingga Vania batuk karena refleks dari debu yang menyeruak masuk ke dalam hidungnya.

"Achoo.." Vania bersin dan mengejutkan seseorang yang ada di dalam gudang itu.

"Siapa tuh?"

Suara berat seorang siswa di dalam gudang itu menyita perhatian Vania.

"Maaf, aku tadi terlambat juga. Jadi Bu Maya minta aku buat bantuin kamu beresin gudang," jujur Vania menjawab pertanyaan dari siswa yang baru saja bertanya kepada nya.

Tidak ada sahutan dari siswa itu, dan Vania juga mengedikan bahunya acuh. Yang perlu ia lakukan sekarang hanyalah membantu siswa itu membereskan gudang yang sangat berantakan itu.

Karena Vania adalah gadis yang lumayan manja, jadi Vania sedikit asing dengan yang namanya bersih-bersih. Vania memang gadis yang rapi, namun itu semua berkat bantuan dari beberapa asisten rumah tangga yang ada di rumahnya.

Vania berniat untuk membereskan beberapa kardus kosong yang berserakan dengan menumpuknya menjadi satu, namun sepertinya yang ia lakukan itu salah karena Vania meletakkan kardus kosong itu di tempat yang kurang tepat posisinya.

Brukk...

Kardus-kardus yang tadinya sudah di susun dengan rapi itu berjatuhan dan berantakan seketika karena ulan Vania. Tentu saja hal ini membuat geram siswa yang juga sedang menjalani hukuman itu.

"Gimana sih lo? Niat bantuin apa enggak sih? Kalau lo cuma bisa bikin gue ngerjain tugas dua kali, mendingan lo diem dan lihat gue aja. Ngerepotin tau nggak?!" ketus siswa itu.

"Kok kamu jadi marah marah sih sama aku? Kan aku niatnya bantuin kamu. Aku nggak sengaja jatuhin kardus-kardusnya," sahut Vania tak terima jika ia di salahkan sepihak.

"Ya lo lihat aja kenyataannya gimana? Lo bantuin gue apa nyusahin gue?"

Melihat wajah siswa itu yang sangat kesal membuat Vania merasa bersalah. Bagaimanapun juga yang di lakukan Vania memang hanya merusak keadaan.

"Maaf," lirih Vania sambil menundukkan kepalanya.

"Nggak usah minta maaf. Gue nggak suka sama orang lemah!" sahut siswa itu dengan tidak santai.

Vania mengepalkan tangannya kuat menahan emosi. Ia sudah bersusah payah berusaha membantu dan meminta maaf namun tetap saja salah di mata siswa itu. Benar benar membuat Vania kwalahan.

"Ya udah kalau gitu aku bantu lihat aja!" ucap Vania sambil ber-sendekap.

Percayalah, meski Vania terlihat kalem dan juga lemah lembut namun Vania juga memiliki sisi yang sedikit menyebalkan.

"Terserah!" sahut siswa itu tanpa memperdulikan Vania.

"Ngeselin banget sih jadi manusia!"

Dan akhirnya Vania hanya diam sambil duduk memandangi siswa itu membereskan gudang sendirian. Namun sesekali siswa itu melirik Vania sambil mendengus kasar. Dan Vania tetap kokoh dengan pendiriannya untuk diam tanpa membantu siswa itu melakukan hukumannya.

Vania yang kejam :')

....

avataravatar
Next chapter