34 Ada Apa Dengan Vania?

Pelajaran berlangsung dengan tenang dan tertib, tidak ada yang membuat masalah termasuk Justin maupun yang lainnya. Semuanya tenang karena pelajaran Bu Maya memang cukup mudah untuk di pahami walaupun terkadang memang sangat membosankan.

Sementara itu, Raka di buat bingung oleh Vania yang tiba-tiba terlihat sangat cuek dan tidak memperdulikan dirinya sama sekali.

"Van," panggil Raka sembari menyenggol lengan Vania.

Dan Vania justru menggeser posisi nya menjauhi Raka hingga membuat Raka menautkan kedua alisnya bingung.

"Lo kenapa sih?" tanya Raka yang sudah kelewat penasaran.

"Lagi serius dengerin Bu Maya," jawab Vania dingin.

"Nggak biasanya," gumam Raka.

Tidak ada jawaban dari Vania, siswi itu sibuk berkutik dengan bolpoin nya mencatat apa yang sedang di jelaskan oleh Bu Maya saat ini. Dan Raka hanya bisa menghela nafas pasrah karena di abaikan oleh Vania.

Remaja tampan itu pun kembali memperhatikan pelajaran di depan dan tidak menoleh sedikitpun ke arah Vania. Raka cukup tau kalau Vania sepertinya sedang dalam mood yang kurang baik. Bahkan gadis itu juga sama sekali tidak melirik Raka sedikitpun atau bahkan sedetikpun. Ini benar-benar aneh bagi Raka.

Sebenarnya Raka memang tidak tau apa alasan Vania mendiamkan dirinya dan bersikap dingin kepadanya. Jika tidak salah tebak, mungkin Vania marah karena semalam ponsel Raka tiba-tiba mati. Namun di pikiran Raka sendiri juga bukankan seharusnya dia yang marah karena menunggu kedatangan Vania hingga larut malam.

Aku ingatkan kalian kalau Raka tidak tau bahwa Vania sebenarnya datang dan melihat Raka yang sedang berduaan dengan Arin hingga gadis itu menangis sepanjang malam.

Hingga pelajaran berakhir Vania masih terus mendiamkan Raka tanpa mengajaknya berbicara sama sekali. Tentu saja ini membuat Raka kebingungan dan tak paham dengan alasan Vania yang tiba-tiba berubah seperti ini padanya.

"Kenapa si Vania?" tanya Dimas ketika melihat Vania keluar dari kelas sendirian dan bahkan tidak menunggu Dara dan Vivi.

"Nggak tau," jawab Raka yang masih memandang pintu masuk kelas.

Raka pun menepuk punggung Dara yang ada di depannya. Sang empunya pun menoleh ke belakang.

"Apaan?" ketus Dara.

"Tanya in dong ke Vania, kenapa dia cuekin gue. Padahal gue nggak ngerasa buat salah sama dia," ucap Raka memelas.

"Oke," sahut Dara singkat dan segera berdiri dari duduknya bersamaan dengan Vivi.

Kedua siswi itu pun langsung berlari keluar kelas mengejar Vania sebelum kehilangan jejak. Mereka sudah tau kalau saat ini Vania sedang kemusuhan dengan Raka.

"Emang kemarin lo apa in dia?" tanya Rizki sambil duduk di bangku kosong milik Vania.

"Enggak gue apa-apa in. Orang kemarin kita masih baik-baik aja di sekolah," jawab Raka apa adanya.

"Terus, kenapa dia jadi diem nyeremin kayak gitu? Pasti ada apa-apanya ini," sahut Dimas yang duduk di atas meja Raka.

"Nggak tau gue," dengus Raka, kemudian ber-sendekap.

Sejenak Raka memikirkan sesuatu yang sedikit mengganjal selain dirinya yang menunggu kedatangan Vania di taman hingga larut malam.

"Kemarin gue ketemu sama Arin," ucap Raka tiba-tiba.

"Maksud lo?" sahut Dimas tidak santai.

"Iya, kemarin gue ketemu sama Arin di taman waktu gue abis berantem sama nyokap gue,"

Dimas dan Rizki saling bertatapan sesaat kemudian memicingkan mata mereka tajam menatap Raka.

"Gila ya lo?!" ucap mereka berdua bersamaan.

"Apaan sih?!" ketus Raka tak paham.

Memang benar kalau Raka itu pandai, namun untuk masalah seperti ini sebenarnya ia tidak kalah lemot dengan temannya yang bernama Rizki itu.

"Ya dia cemburu lah bangke. Gimana sih lo?" ucap Dimas menjelaskan titik masalah Vania dan Raka.

"Ha? Cemburu? Maksud lo?"

Oh tuhan, boleh kah jika Dimas atau Rizki mewakili kita semua untuk menonyor kepala Raka? Sepertinya remaja yang satu ini benar benar butuh pencerahan. Harus bagaimana lagi caranya menjelaskan pada Raka bahwa sebenarnya Vania itu juga memiliki rasa padanya. Sepertinya memang sia-sia saja mereka berdua sama sama memiliki perasaan.

"Ya lo pikir aja sendiri. Misalnya lo lihat Vania lagi berduaan sama Rayvin atau sama cowok lain, apa lo nggak cemburu?" tanya Dimas pada Raka.

Raka menganggukkan kepalanya. "Jelas cemburu lah, kan gue suka sama Vania. Ya jelas gue nggak suka kalau dia deket sama cowok lain. Kok lo masih nanya sih?" oceh nya menimpali pertanyaan dari Dimas.

"Nah ya sama. Mungkin si Vania tau kalau lo lagi berduaan sama Arin, makanya dia cemburu dan kesel sama lo," jelas Dimas pada temannya itu.

Rizki terkekeh kecil membuat Dimas dan Raka mengalihkan perhatian mereka pada temannya itu.

"Ngapain lo ketawa? Nggak ada yang lucu kali," sarkas Dimas tak suka.

"Enggak, gue lagi nge-tawain Raka. Ternyata dia nggak sepinter itu," sahut Rizki tak berdosa.

"Cih, sembarangan banget sih kalau ngomong," decih Raka sambil menatap Rizki dengan sinis.

"Ya udah sih, emang apa susahnya tinggal bilang kalau lo sebenarnya ada rasa sama Vania. Kelamaan nanti di tikung orang kan bahaya," tutur Rizki.

Sejenak Raka terdiam dan berpikir. Memang ada benarnya yang di katakan oleh Rizki, namun itu semua tidaklah semudah yang mereka bayangkan. Bayangan tentang perasaan Vania pada Raka itu masih hanya sekedar bayangan semu. Mungkin hanya perasaan Raka saja yang mengatakan bahwa Vania juga menaruh hati padanya, namun Raka masih berpikir dua kali.

Sementara di belakang sana ada yang sedikit kepo dengan pembicaraan ketiga siswa itu. Siapa lagi jika bukan Justin si murid baru yang lumayan tengil.

'Yang mereka omongin itu Vania si cewek tadi apa bukan sih? Kok gue jadi penasaran ya?' batin Justin sambil menaikkan sebelah alisnya penasaran.

Dimas menepuk pundak Raka pelan, lalu tersenyum menampilkan deretan gigi rapinya. "Ya udah, kalau emang lo belum siap dan nggak yakin kalau Vania sebenarnya juga punya rasa sama lo mendingan jangan dulu," tuturnya.

"Tapi, Dim. Vania itu juga deket sama Kak Rayvin, gimana kalau Raka kalah cepet? Bukannya seenggaknya dia harus ngungkapin perasaannya aja dulu?" sahut Rizki yang masih kurang puas dengan argumentasi nya.

Kini Raka kembali menatap Rizki yang terkadang otaknya berjalan dengan semestinya. Sementara Dimas mendengus kasar lalu menonyor kepala Rizki dengan gemas.

"Terus kalau faktanya si Vania nggak ada rasa sama Raka, lo mau mereka berduaan terhalang dinding canggung karena Raka udah terlanjur ngungkapin perasaannya?" tanya Dimas dengan penuh penegasan.

Rizki pun menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan menyengir kuda. "I-iya juga sih. T-tapi kan namanya juga usaha," bantahnya lagi.

"Udah deh, mendingan kalian diem dulu atau gue makin gak karuan cuma karena hal sepele kayak gini," geram Raka sambil mengacak rambutnya sendiri dengan kasar.

"Ya elo nya juga sih yang bikin ribet," gumam Rizki.

Hanya helaan nafas yang terdengar dan Raka langsung beranjak dari duduknya.

"Mau kemana?" tanya Dimas dan Rizki bersamaan.

"Mau bantuin Nobita belajar matematika biar jadi juara 1 olimpiade matematika!" jawab Raka asal.

Remaja itu tak menunggu tanggapan dari kedua temannya dan langsung pergi meninggalkan kelas. Sementara Dimas dan Rizki kembali saling bertatapan sesaat dan tertawa garing.

"Dia aja juara 2 sok-sokan mau ngajarin," celetuk Rizki.

...

avataravatar
Next chapter