5 Part 5

"Tunggu gadis itu sadar, lalu bawa dia menemuiku." perintah ayahnya sebelum masuk kedalam mobil. Tepatnya melarikan diri dari rumah sakit.

"Kenapa harus aku? Kenapa tidak kau saja yang menunggunya." tolak Sehun mencoba menahan pintu mobil ayahnya.

"Kau kan tahu kalau aku sangat membenci aroma rumah sakit." ujar ayahnya sambil menolak kepala anaknya pelan. "pikyeo!" pintu terbanting keras, mobil mewah itu pun menghilang dari sana.

"Kau selalu berhasil membuatku kesal." batinnya sembari berjalan menuju kamar inap Yoona.

---

     Pertama kali baginya bisa tidur dengan nyaman seperti itu. Dengan selimut dan pemanas ruangan yang membuatnya semakin enggan untuk bangkit dari tempat tidur itu. Hanya memandangi langit kamar itu, yang serba putih dan rapi, dengan aroma khas yang tidak bisa dihindarinya. Tapi setelah memikirkan itu dengan baik, sedetik kemudian ia terlonjak kaget dan langsung terduduk.

"Mwoya ige? Dimana aku?" menepikan selimut yang tadinya nyaris menutupi tubuhnya. Melangkah hendak membuka pintu kamar itu, namun ketika itu baru ia sadari, pakaian yang ia gunakan, bukanlah miliknya. Ia menemukan sebuah tulisan pada pakaian itu, barulah ia mengerti. "ah, jadi aku sedang di rumah sakit." mengangguk paham dengan imut.

"Omo Kamcakya!" Sehun yang baru saja masuk kekamar itu sukses kaget ketika melihat Yoona berdiri di depan pintu dengan pakaian serba putihnya. "Kenapa kau berdiri disini!" mengelus dadanya yang berdebar.

"Kau? Kenapa kau ada disini?" tanya Yoona kembali.

"Hmm.." memikirkan kata yang tepat untuk mengatakannya. "pria yang telah kau selamatkan.."

"Ah, orang itu. apa dia baik-baik saja?" sela Yoona.

"Dia baik-baik saja."

"Dimana dia sekarang?" Sehun lupa hendak mengatakan apa.

"Dia sudah keluar dari rumah sakit."

"Bagus jika begitu." Yoona memperhatikan tubuhnya dalam diam. "kalau begitu aku juga bisa keluar dari sini. Karena kurasa aku baik-baik saja." memeriksa lemari yang ada disana, mencari sesuatu.

"Apa yang sedang kau cari?"

"Baju. Dimana bajuku?" tanya Yoona menatap Sehun dari jauh. Tentu Sehun tidak tahu akan itu, ia juga baru mengetahui keberadaan gadis itu disana.

"Molla." jawabnya singkat.

"Bagaimana aku bisa keluar dari sini? Aish!" ia hendak melangkah keluar ruangan, tapi Sehun menahan tangannya.

"Kau mau kemana?"

"Mau pulang."

"Dengan pakaian seperti ini?" mereka berdua mengamati pakaian yang Yoona gunakan secara bersamaan. "tunggulah disini. Aku akan kembali dalam beberapa menit." melepaskan tangannya yang tadinya menggenggam tangan Yoona dan setelah itu pergi entah kemana.

---

"Waeyo?" tanya Sehun yang tidak mengerti dengan tatapan Yoona. Sejak gadis itu menggunakan pakaian yang ia beli, hingga mereka berada didalam mobil untuk pulang, Yoona tidak henti-hentinya menatapnya. Penuh pertanyaan.

"Aniya." jawab Yoona tak juga melepaskan pandangannya dari Sehun. Pria itu yang sedang menyetir disampingnya tentu dapat merasakan tatapan menyelidik darinya.

"Jika ada yang ingin kau tanyakan, katakanlah." katanya yang tetap menatap lurus kedepan.

"Apa aku terlihat seperti seorang pria?" Sehun menekan rem dengan kuat tepat ketika lampu merah menyala, lalu menoleh ke Yoona.

"Waeyo?" tanya pria itu polos.

"Pakaian ini, kau tahu ini untuk siapa?" mengibaskan kemeja tebal yang ia gunakan. Sehun diam tidak berani menjawab. "untuk pria " ujarnya datar.

"Tidak mungkin untukku membeli pakaian wanita. Itu akan sangat memalukan." Yoona langsung melirik Sehun dengan ekor matanya, mengutuk kesal pria itu, dalam hati. Mobil kembali melaju santai.

"Gomawoyo." ucapnya akhirnya. "Tapi, kenapa kau membelikanku pakaian? Apa ini tidak terlalu berlebihan. Lagian jika dilihat dari bahannya, pakaian ini pasti mahal." menepuk-nepuk kemeja tebalnya.

"Pria yang telah kau selamatkan, dia ayahku."

"Mwo....!" karena kaget, Sehun nyaris menekam rem mobilnya.

"Yak! Kenapa kau jadi berisik seperti ini? Membuatku tidak bisa konsentrasi menyetir saja!"

"Pria itu, ayahmu?" tanya Yoona kembali dengan keras.

"Aish, aku bisa mendengar suaramu, jadi kau tidak perlu berteriak, dan jauh-jauhlah dariku." mendorong kepala Yoona yang tanpa sadar berada dekat dengannya. "apa yang telah terjadi padanya? Gadis ini berubah drastis." pikir Sehun.

---

       Mereka sudah berada disekitar rumah Yoona. Tapi yang terlihat Sehun malah memutar stir dan mobil pun mengambil arah yang membawa mereka menjauh dari rumah Yoona. Seakan tidak ada niat untuk menjelaskan itu, Sehun terus diam dan tetap fokus menyetir. Menyadari itu, dengan reflek Yoona memukul lengan Sehun, lumayan kuat.

"Kenapa tidak berbelok? Rumahku disana!" teriak Yoona gugup.

"A-appo!" walau kesakitan, Sehun tetap melajukan mobilnya.

"Kau, kau mau menculikku ya?"

"Menculik apanya!" mobil berhenti tepat didepan gerbang pabrik. Pabrik yang selama ini mencuri perhatian Yoona. Tentu saat ini ia terdiam. Terdiam karena takut. Selama ini menurutnya pabrik itu merupakan tempat yang berbahaya. Pintu gerbang terbuka dengan otomatis. Yoona merasa keringat dingin tengah mengalir bebas di keningnya.

"Kenapa kau membawaku kesini?" pertanyaannya seperti bisikan.

"Seperti yang sudah kukatakan, pria yang kau selamatkan itu ayahku. Dan sekarang dia ingin bertemu denganmu." jelas Sehun sembari memarkirkan mobilnya disebuah area parkir yang luas, dengan beberapa mobi dan truk pengangkut yang terparkir rapi. "turunlah." pria itu sudah membukakan pintunya. Menepuk pelan bahu Yoona yang terlihat termenung. Tepatnya terpesona dengan keindahan tempat itu.

       Bangunan pabrik itu hampir semuanya terbuat dari kaca. Dengan tambahan kayu yang membuat bangunan itu terlihat manis. Pepohonan tumbuh dengan baik membentuk barisan mengelilingi gedung bertingkat itu. Lantai pada halaman pabrik itu berwarna merah bata dan terlihat sangat bersih. Tidak jauh dari mereka, terlihat sekumpulan pekerja menggunakan baju seragam berwarna putih tengah mendengarkan instruksi dari dua orang pria. Tidak, salah satunya adalah seorang gadis, yang mirip pria.

"Hyung!" panggil gadis yang mirip pria itu. "oo? kau membawa seseorang?" membuka celemek yang membalut tubuhnya dengan buru-buru. "yak, bubarkan mereka." ucapnya sebelum meninggalkan Henry yang tadinya menemaninya.

"Aish kau ini." karena ia juga penasaran siapa orang yang dibawa Sehun, dengan cepat ia membubarkan para pekerja lalu berlari kecil mengikuti langkah Amber yang sudah lebih dulu menghampiri Sehun.

"Wah.. Beautiful." seru Amber dan Henry bersamaan. Wajah mereka terlihat berseri-seri. Berbeda dengan Sehun yang mulai kehilangan moodnya.

"Kau adalah wanita pertama yang hyung bawa kesini." bisik Amber ke Yoona seperti, tapi dapat didengar Sehun dengan sangat jelas.

"Dan kau sangat cantik." Henry ikut-ikutan berbisik.

"Tapi, wajahmu pucat sekali." Tambah Amber setelah mengamati wajah Yoona.

"Hyung! Apa yang kau lakukan padanya!" bentak Henry kepada Sehun. Sehun hanya menghela nafas dengan malas, lalu menarik tangan Yoona dan membawanya naik ke sebuah tangga yang ada disamping gedung.

"Look at that! Hyung menggenggam tangannya! Wow!" mereka kembali bersorak seiring kepergiannya Sehun dan Yoona.

"Kenapa kalian berisik sekali!" bentak seseorang yang baru terlihat kehadirannya.

"Kris hyung, kapan kau tiba disini?" tanya Amber sedikit takut.

"Hyung.. Hyung. Panggil aku oppa! Kau itu perempuan!" memukul kepala Amber dengan bukunya yang sedang ia pegang. Amber menerima pukulan itu dalam diam. Kris adalah orang yang paling ditakuti di pabrik itu. Kenapa begitu? Karena Kris gemar memecat orang.

"Hyung, jangan memukulnya seperti itu." ucap Henry sambil menyengir. Kris menatap Henry dalam diam.

"Kenapa tadi kalian berisik sekali? Bukannya tadi aku tugaskan kalian untuk memberikan instruksi?" tanya Kris seraya melipat kedua tangannya kedada. Tanda bahwa ia tengah marah.

"Sudah kami lakukan hyung." jawab Amber takut-takut.

"Benarkah itu?" melotot kepada mereka yang sudah kikuk.

"Ne!" jawab Henry semangat.

"Lalu, ada apa dengan Sehun? Tadi aku mendengar kalian meneriakkan namanya."

"Sehun membawa seorang perempuan!" kata Henry lalu diam beberapa detik. "Dan benar-benar cantik." tersenyum lebar dihadapan Kris. Dan setelah itu senyuman itu sukses menghilang setelah Amber menyikutnya guna menyadarkannya.

"Dimana mereka sekarang?" tanya Kris masih serius.

"Mereka menaiki tangga." Amber dan Henry terdiam disaat mengarahkan jari telunjuknya ke tangga, tangga yang mengantarkan ke sebuah ruangan. Ruangan ayah Sehun. "ruangan ketua?" mereka kaget dengan berlebihan. Tidak siap mendengar kicuan mereka. Kris sudah pergi dari sana.

"Dia langsung membawa gadis itu menemui ketua?" tambah Henry.

"Jangan-jangan.." Amber menutup mulutnya. "sebentar lagi kita akan kehadiran seorang bayi. Wah, daebak!"

"Dan aku akan dipanggil uncle.." ujar Henry dengan riang.

"Lalu aku? Auntie.." kata Amber sembari menerbangkan rambut pendeknya.

"Aniya.. Ahjumma. Hahaha.." dua manusia itu sudah masuk kedalam dunia mereka, yang tidak pernah disuka oleh semua orang yang ada di pabrik itu.

----

"Kau bernama Yoona?" Ia langsung mengangguk, bingung karena dipaksa menjumpai pria tua itu. "sepertinya kalian terlihat dekat." menatap Sehun dan Yoona bergantian. Tidak ada yang menjawab perkataan itu. "baiklah, aku tidak akan banyak bicara, aku akan langsung ke tujuan awalku." ayah Sehun mulai terlihat serius. "aku turut berduka atas peristiwa yang terjadi di keluargamu, kurasa itu terlalu berat untuk gadis sepertimu."

"..." Sehun ingin mengalihkan perkataan ayahnya, namun ayahnya segera melanjutkan perkataannya.

"Dan rumahmu yang harus segera kau tinggalkan." Yoona masih bingung akan apa yang baru ia dengar, ayah Sehun terlihat mengetahui segalanya. "aku tidak memaksa, tetapi jika kau mau, kau bisa tinggal bersama kami, disini."

"Aboji.." sela Sehun tapi tidak dihiraukan.

"Tapi tidak gratis." kata pria itu dengan cepat. "kau harus bekerja denganku. Apa saja yang kau bisa, asalkan kau bisa membantu. Tidak masalah untukku." Yoona terlihat semakin bingung. "jangan salah paham, semua ini kulakukan karena kau telah menyelamatkan nyawaku. Kau bisa lihat sendiri, seberapa besar tempat ini, dan akulah yang mengatur semuanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi jika aku tiada." tersenyum lebar kepadanya. "begini saja. Kurasa kau masih sulit memutuskannya. Jadi, jika nantinya kau sudah yakin untuk pindah kesini. Datanglah. Aku menunggumu."

---

     Sehun mengikuti langkah Yoona. setelah meninggalkan ruangan ayahnya. Menuruni tangga seraya memikirkan perkataan ayah pria itu yang lumayan menjanjikan. Sehun tidak banyak berkata, hanya mengikuti langkahnya. Amber dan Henry yang masih berada dihalaman menegurnya, tapi sepertinya Yoona tidak mendengarnya. Ia terlalu serius berpikir.

"Kau tidak perlu mengikutiku." katanya kepada Sehun disaat melewati pintu gerbang. Sehun ingin menjawab, tapi Yoona sudah terlanjur melangkah pergi. Tidak ingin memaksakan diri, Sehun terpaksa menahan dirinya.

---

     Duduk santai dikamarnya sembari memperhatikan dua lembar foto yang telah ia curi dari Yoona. Ia tersenyum kesal karena memikirkan tingkah ibu Yuri. Meremas foto itu dengan geram lalu melemparnya ke tempat sampah yang berada disudut kamarnya. Keheningan menyadarkannya, terlintas begitu saja wajah Yoona. Reflek ia bangkit dari duduknya, berlari kecil keluar dari pabrik, sepertinya ia hendak mencari gadis itu.

     Tidak ia sangka, ia menemukan gadis itu tengah tertidur di atas meja sebuah warung. Disamping tubuh gadis itu terlihat tiga buah botol soju yang sudah kosong. Sehun duduk disampingnya, mengamati tubuh yang sudah tak sadarkan diri itu. Ia menghela nafas dengan berat. Ya, sedari tadi ia mengkhawatirkan Yoona. Lama mengamatinya, ditambah udara yang semakin dingin, dengan cepat Sehun mengangkat tubuh itu ke atas punggungnya, lalu membawa Yoona pulang kerumahnya.

     Rumah itu tak terkunci, Sehun dapat dengan mudah masuk kesana. Karena pernah menemani Yoona masuk kesana, ia masih dapat mengingat dimana kamar gadis itu. Perlahan ia membaringkan tubuh itu diatas kasur. Menyelimuti gadis itu. Dapat ia lihat, pipi Yoona yang memerah akibat terlalu banyak minum. Dan sedetik itu, sebuah cairan memaksa mengalir dari mata yang mengatup. Seakan hatinya diremas dengan kuat, aneh, Sehun merasakan itu. Ia hendak menyeka air mata itu, tapi dengan cepat ia ulur niatnya. Seperti tergesa, ia segera keluar dari rumah itu.

     Matanya bertemu dengan seorang pria. Memegang beberapa kantong plastik dengan banyak makanan yang menyelip dari plastik. Pria itu terlihat tenang membalas tatapannya. Tidak berniat menyapa, ia berjalan melewati Sehun begitu saja, tapi tidak, Sehun yang tidak mengenalnya tentu menangkap lengan tangannya. Bagaimana mungkin ia membiarkan seorang pria memasuki rumah itu begitu saja.

"Kau, siapa?" tanya Sehun menatap Kai dengan lekat. Kai menoleh kepadanya dengan malas. Melihat ekspresinya yang terlihat tenang, mata Sehun menyipit menatapnya dengan tatapan menyelidik.

"Naega?" Kai tersenyum simpul, tepatnya enggan menjelaskan. "aku, seseorang yang sangat mengenalnya." menghempaskan tangannya agar terlepas dari cengkraman Sehun. Tidak ingin berlama-lamaan disana, Kai langsung memasuki rumah itu tepat sebelum ia menutup pintu rumah dengan sedikit hantaman.

---

     Perasaan aneh muncul hingga berhasil membuat malam itu terasa sangat panjang. Tidak berhasil tertidur berkat sesuatu yang kini tengah ia kendalikan. Ia mengkhawatirkan gadis itu. Tetapi disamping itu kekhawatirannya meningkat ketika mengingat keberadaan Kai disana. Ia merasa bersalah karena membiarkan pria itu memasuki rumah yang hanya ada Yoona seorang disana, tetapi ketika mengingat apa yang Kai katakan, bahwa ia adalah seseorang yang sangat mengenal Yoona, terpaksa Sehun meredam kekhawatirannya.

     Bermaksud melewati malam dengan tenang, mencoba bersantai di balkon, ternyata tidak berhasil. Suara musik yang keras mengusik sistem pendengarnya. Terdengar juga tawa renyah seseorang dari lantai empat, seakan mengetahui ulah siapa itu, Sehun melangkah memasuki lift. Turun dari lantai lima menuju lantai empat, tempat dimana Henry, Amber dan Kris berada. Tetapi hal menjengkelkan itu tentu tidak berkaitan dengan Kris, melainkan dengan dua manusia itu.

     Membuka pintu kamar Henry yang tidak terkunci. Terlihatlah dua manusia itu yang tengah menari mengikuti gerakan member Blackpink, mereka fokus menatap layar televisi sembari terus mengikuti setiap gerakan. Amber yang dikenal tomboy terlihat kalah lentur dengan Henry. Tentu, Henry bisa menjadi apapun.

"Kalian tidak tahu jam berapa sekarang?" bentak Sehun tapi tidak didengar mereka, alunan musik mereka meredam suaranya. Memejam matanya menahan emosi, lalu melangkah maju, mematikan benda kotak yang memperlihatkan member Blackpink disana, layar pun menjadi hitam padam. Tentu mereka terdiam bodoh.

"Mwoya! Hyung!" kesal Amber yang baru saja berhasil mengikuti tarian itu.

"Kalian terlalu berisik." melangkah pergi tanpa rasa bersalah.

"Dasar, kejam!" kutuk Henry pelan namun dapat didengar Sehun, merasa tidak perlu menghiraukannya, Sehun terus berjalan kembali ke lantai lima, lantai dimana semua ruangan adalah miliknya, tanpa pernah seorang pun menginjakkan kaki disana.

---

     Mengamati langit kamarnya yang gelap tanpa cahaya. Masih enggan bangkit dari tidurnya berkat rasa pusing yang tertinggal, ia ingat dengan jelas apa yang terjadi pada malam itu, dan juga tentang seseorang yang membawanya pulang. Tapi, ia tidak tahu dengan jelas siapa orang tersebut. Mencoba sedikit memaksa mengingat wajah itu, tentu ia tetap tidak bisa mengingatnya. Ketika hendak menyerah memikirkannya, sebuah ingatan akan sesuatu seakan memberi jawaban dengan tepat. Aroma tubuh pria itu. Yoona membayangkan itu dalam diam, lalu tersenyum tersipu malu.

"Kau sudah bangun?" suara itu menyadarkannya sehingga membuatnya terduduk dari tidurnya. Kai menghampirinya, duduk di tepi kasur tidak jauh darinya.

"Kai-a." tidak menyangka bahwa Kai berada dirumahnya.

"Minum ini." memberikan Yoona segelas minuman hangat. Lalu sedikit memaksa, Kai meletakkan meja kecil di pangkuannya. "makanlah, selagi hangat." satu hal yang Yoona sadari, Kai tidak menatapnya.

"Sejak kapan kau disini?" tanya Yoona mulai merasakan perubahan pada pria itu.

"Aku baru saja tiba." jelas sekali bahwa Kai telah bermalam dirumahnya. Tapi pria itu memilih berbohong kepadanya. Perlahan Yoona menyantap makanannya. "setelah ini, bereskan pakaianmu. Ikutlah denganku." Yoona meletakkan sendok yang hendak ia masukkan ke mulutnya.

"Kai-a." ia tahu itu, bahwa Kai tengah mengkhawatirkannya. Tapi entah mengapa Yoona merasa tidak nyaman dengan perlakuannya.

"Bukankah ini hari terakhirmu berada dirumah ini? Tentu kau akan kerumahku bukan?" Yoona menatapnya dengan penuh pertanyaan. Bagaimana Kai mengetahui semua itu, tentu ia penasaran akan hal itu. "tidak sulit untukku mengetahui semuanya." sambung Kai seakan mengerti apa yang gadis itu pikirkan. "aku tidak ingin mendengar apapun darimu, hanya menyiapkan semua pakaianmu, dan ikut denganku." sungguh, Yoona tidak memiliki kesempatan untuk berkata.

"Yoong-a.." tentu mereka mengenal suara itu. Sebelum menyahut, Yuri sudah terlihat dengan nafasnya yang tersengal-sengal. "aigoo.. wae geurae.. Kenapa kau jadi seperti ini? Kau juga tidak mengabariku." naik ke kasur lalu duduk tepat disamping Yoona. Kai yang tadinya berada dekat dengan Yoona langsung menjaga jarak dan duduk lebih jauh.

"Mian." ujar Yoona seraya tersenyum menyesal.

"Apa ada yang terluka?" mengusap lengan Yoona dengan lembut.

"Nan gwenchana.. jinjayo."

"Lalu, setelah ini kemana kau akan pergi?" tidak langsung menjawab. Yoona melirik Kai yang tidak juga berani menatapnya. Lalu kembali menatap Yuri yang masih menunggu jawabannya. Sulit untuknya mengatakan itu, dihadapan kedua sahabatnya yang terlihat sangat mengkhawatirkannya. Tapi, sepertinya jalan satu-satunya yaitu ia harus melakukan itu.

"Aku sudah memiliki tempat untuk kutinggali." Walau ragu, tapi terucap juga olehnya. Kai yang sedari tadi menahan diri untuk tidak menatapnya dengan cepat menoleh kepada, meminta penjelasan. "mian, aku tidak bisa ikut denganmu." ujarnya kepada Kai. Tentu ia tidak bisa, ia tidak mungkin melakukan itu. Yuri menyadari situasi itu, ia hanya bisa diam seraya mengamati Kai dan Yoona bergantian. Dengan rasa cemburu yang tertahan.

"Kemana kau akan pergi?" tanya Kai dengan ketus. Terdengar dari suaranya yang menekan setiap kata-katanya.

"Ke sebuah pabrik." berusaha meyakinkan dirinya. Walau sebenarnya ia tidak benar-benar akan memilih pabrik itu. "tidak hanya tinggal disana, aku juga akan bekerja disana." mengatakan itu dengan yakin, tidak menghiraukan perbedaan batinnya.

"Pabrik?" raut wajah Kai menjadi sendu. Tentu ia masih mengingat itu. tempat dimana ia melihat Yoona bersama seorang pria. Tepatnya di depan sebuah pabrik. Dan pria itu, mengingatnya akan pertemuan singkat mereka semalam, Kai tersenyum kesal. Hening.

"Yoong-a, kau serius ingin tinggal di pabrik? Lalu bagaimana dengan sekolahmu? Apa kau yakin bisa bersekolah ketika kau sudah bekerja disana? Yoong-a, pikirkan ini baik-baik." sela Yuri memecah keheningan.

"Aku bisa mengatasinya."

---

     Tidak banyak yang ia bereskan. Hanya ada satu tas tenteng berukuran sedang dan sebuah ransel, tidak perlu mengemasi yang lainnya, begitu menurutnya. Duduk di ruang keluarga rumah itu. Terasa hampa karena hanya ada dirinya seorang diri. Sesuatu menggelutinya sehingga membuatnya sulit mengatur emosinya, mencoba menahannya, tapi tetap saja ia tak berdaya. Air mata kini mengalir bebas di pipinya yang mulai memerah akibat kedinginan. Rumah itu tak lagi terasa hangat untuknya.

     Tentu ia tidak ingin meninggalkan rumah itu, mengingat banyaknya memori yang pernah ia alami disana, walau hidupnya tidak seindah itu, tetapi kebersamaannya dengan ayahnya selalu menyenangkan untuknya. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain, meninggalkan rumah itu adalah keharusan. Mengamati ruangan itu dengan sendu. Menghela nafasnya dengan tenang. Ia mulai bangkit, menggunakan jaket pemberian ayahnya, memakai ranselnya lalu mengangkat tas tentengnya, menutup pintu rumah itu dengan berat hati, sakit sekali melangkah pergi dari sana. Berkali-kali ia menyeka air matanya, tetap saja tidak berhenti mengalir.

Tinn.. tinn!

     Suara klakson mobil terdengar nyaring. Yoona yang masih berada dihalaman rumahnya langsung menoleh dan langsung mendapatkan sebuah mobil terparkir di tepi jalan didepan rumahnya. Kaca mobil itu terbuka dan terlihatlah seseorang dengan senyum lebarnya yang memamerkan gigi putihnya.

"Annyeong.. Kami datang untuk menjemputmu. Hahaha.." usai tertawa girang, mereka keluar dari mobil menghampiri Yoona. Mereka meraih tas yang ada ditangan Yoona lalu melepaskan ransel yang tadinya masih bergantung di pundak Yoona. "kaja.." ucap mereka bersamaan. Tapi Yoona masih berdiri ditempat.

"Kenapa kau masih disitu?" tanya Amber yang baru saja memasukkan ranselnya ke dalam bagasi mobil.

"Kenapa kalian kesini?" tanya Yoona masih bingung.

"Bukankah tadi sudahku katakan. Kami kesini untuk menjemputmu." jelas Henry mengacak pinggang.

"Tapi, aku belum mengatakan apapun tentang.." Amber yang geram menunggu perkataannya sudah menarik paksa Yoona masuk kedalam mobil. Tidak bisa menolak, ia sudah berada didalam mobil yang tengah meluncur..

"Tidak perlu memikirkannya lagi. Tenang saja, kau tidak akan menyesal." kata Amber sembari menyetir. "ketua adalah orang yang baik. Kau benar-benar beruntung karena telah menyelamatkan nyawanya." tambahnya lalu memutar stir mobil dengan tenang.

"Kami sama sepertimu. Karena itu, aku pastikan, setelah ini hidupmu akan bahagia. Ditambah kami yang akan selalu berada disisimu. Hahaha.." mereka terlihat bersemangat. Berbeda dengan Yoona yang belum bisa berbuat apa-apa. Tetapi tidak bisa menolak. Mereka berdua terlihat ahli membuat orang nyaman. Seperti yang tengah Yoona rasakan. Tanpa sadar, ia tersenyum setelah mendengar tawa renyah mereka.

---

"Lantai empat sudah penuh!" sambar Henry dan Amber serentak tepat sebelum ayah Sehun menunjuk kamar untuk Yoona.

"Tidak perlu berteriak!" menepuk kepala mereka satu persatu. "bukankah lantai empat memiliki empat kamar tidur?"

"Ti-tidak!" jawab Amber takut-takut.

"Benarkah?" ia mudah dibohongi dengan kedua manusia itu.

"Ne!" tambah Henry meyakinkannya dengan semangat.

"Jika begitu.." pria tua itu melirik ke atas, tampak ragu.

"Ketua, kau tidak bermaksud.." seakan mengetahui apa yang hendak ia katakan. Amber dan Henry saling menatap lalu melirik Yoona yang terus diam disamping mereka.

"Tidak ada pilihan lain." jawab ayah Sehun sembari menggaruk keningnya. "bawa dia kesana." melangkah pergi meninggalkan mereka bertiga disana. Tepatnya takut berurusan dengan putra satu-satunya itu karena terpaksa menempatkan Yoona di lantai lima. Dimana selama ini hanya Sehun yang berada disana.

"Ketua! Kau bercanda??"

"Aish, kau saja yang mengantarnya." kata Amber mencoba pergi. Tapi Henry menahannya.

"Kita pergi bersama!"

"Aku tidak siap dimarahi dengannya." mereka terdiam, lalu menatap Yoona. Masih diam tidak tahu harus berbuat apa. Tapi mereka terus menatap gadis itu.

"Waeyo?" tanya Yoona yang merasa aneh dengan tatapan mereka.

"Begini, aa, sepertinya kau lebih tua dariku. Baiklah. Nuna, naiklah ke lantai lima. Ada dua kamar disana, kau pilih kamar sebelah kanan, ingat, jangan masuk kamar yang sebelah kiri, mengerti?" Yoona tetap diam tidak menjawab. "aku anggap kau mengerti. Kami pergi dulu." baru saja ia ingin mengatakan sesuatu, mereka sudah berlari meninggalkannya disana. Mengamati lift yang ada di sampingnya. Ragu-ragu, ia melangkah masuk kedalam lift itu.

---

     Lift berhenti dan tidak lama dari itu pintu lift terbuka. Terlihat sebuah balkon yang memisahkan dua buah kamar. Pandangannya lurus ke balkon itu. Kain gorden berterbangan mengikuti arah angin. Udara dingin mengisi ruangan itu. Mengingat ia harus memilih kamar sebelah kanan, ia langsung memasuki kamar itu.

     Kamarnya yang sepertinya tidak pernah tersentuh itu terlihat sangat rapi. Kasurnya luas dan sangat empuk, dengan seprainya yang berwarna biru muda membuat ruangan itu tampak cerah. Ditambah jendela yang memperlihatkan keadaan balkon, dengan beberapa tanaman hijau yang tersusun rapi disana. Penasaran, Yoona melangkah keluar dari kamar dan berjalan menuju balkon.

     Sebuah meja berbentuk bundar dengan dua buah kursi yang menemaninya. Tanaman hijau menghiasi meja itu. Ada juga beberapa tanaman hijau yang berbaris di atas tembok pembatas balkon. Yoona mendekati tembok itu, lalu melayangkan pandangannya kebawah. Dan terlihatlah olehnya halaman pabrik yang benar-benar sangat luas itu. Ia terkagumkan oleh semua itu.

     Suara lift terbuka terdengar pelan. Penasaran siapa yang datang, Yoona membalikkan tubuhnya guna melihat siapa itu.

Dugg! Dugg! Dugg!

     Perlahan wajah itu terlihat dengan jelas, keluar dari lift dengan santai. Tapi setelah pandangan mereka bertemu. Hening. Suara desiran angin memenuhi ruangan itu. Tarian gorden sesekali menghalangi pandangan mereka. Tetapi tidak memutuskan jalur pandang mereka.

Continued..

Gimana kak?

Lanjut?

avataravatar
Next chapter