10 Part 10

     Yoona pergi menemui Kai yang sedari tadi terus menunggunya. Pria itu menyambutnya dengan senyuman berusaha memberinya semangat. Tapi tak terlihat reaksi apapun dari wajah gadis itu. Yoona tengah menguatkan dirinya untuk tidak meluapkan kesedihannya. Duduk berdampingan dengan Kai tanpa mengatakan sepatah katapun. Kai terus mengamati wajahnya yang terlihat murung. Baru ia sadari wajah pucat itu.

"Kau sedang sakit?" tanyanya seraya menyentuh kening gadis itu. Ketika dirasakannya, ternyata tubuh Yoona sangat panas, hingga keringat dinginnya tertinggal di telapak tangan Kai. Yoona menggeleng pelan, tentu Kai tidak akan mempercayai itu. "kau, jangan katakan padaku bahwa kau telah melewatkan sarapanmu." mencoba menebak, berharap tebakannya salah. Tapi Yoona mengangguk karena sudah tidak bisa memilih antara berbohong atau jujur. "tunggu disini." tanpa sadarnya, Kai sudah tak berada disampingnya lagi. Karena ia tengah berduka, ia tidak terlalu mempermasalahkan itu.

     Duduk lama disana, menikmati keheningan. Ketika itu matanya menangkap sesosok pria tengah berjalan melewatinya, dan berhenti dihadapan kaca besar yang memperlihatkan persawahan. Yoona tahu betul bagaimana Perasaan pria itu saat ini, karena itu ia menghampirinya. Berdiri disampingnya dan juga ikut mengamati persawahan dari sana.

     Hujan kembali turun dan sangat deras. Mengalir pada kaca yang ada dihadapan Yoona dan Sehun. Mereka sama-sama terhanyut pada keindahan itu. Dengan memikirkan hal yang berbeda. Jika Yoona tengah memikirkan keadaan ayahnya di penjara. Sedangkan Sehun sedang memikirkan tentang keluarganya. Yang pecah tak tersentuh. Bahkan tidak saling kenal satu sama lain.

"Apa kau tahu? Siapa sebenarnya wanita yang memberikanmu foto-foto itu?" gumam Sehun pelan tanpa melepaskan pandangannya dari persawahan. Yoona segera melayangkan pandangannya ke pria itu. "dia, ibuku. Yang melahirkanku." sudut bibirnya terangkat, namun tidak terlihat kesan tersenyum. Yoona mengatup rapat bibirnya. Terlalu shock mendengar itu. "mereka bercerai. Dia meninggalkanku dan ayah ketika aku masih berumur 5 tahun." setelah menarik napas panjang, ia melanjutkan.  "dan kembali menikah dengan seorang jaksa, lalu melahirkan seorang anak perempuan." kilatan kecewa terlihat dimata pria itu.

"..." sekilas Yoona teringat pada tugas yang ibu Yuri berikan padanya. "tugasku yang diberikan padanya.."

"Ia sedang berusaha membuat ayahku bangkrut." jawabnya seakan tidak bisa mempercayai perkataannya sendiri.

"Waeyo(kenapa)?"

"Molla(aku tidak tahu)." pertama kali baginya, melihat airmata mengalir pelan diwajah tampan itu. eperti tidak menyadarinya, tangan Yoona terulur guna menyeka air mata itu, dengan jemarinya, penuh kelembutan. Kelembutan itu membuat Sehun berdiri menghadapnya, menatap matanya, dengan sorot mata kekecewaannya. 

     Ketika mata mereka bertemu, Sehun merasa mendapatkan kehangatan yang membuatnya menjadi tenang. Mereka kembali terdiam, hanya saling menatap. Menikmati sensasi itu yang membuat jantung pecah semarak. Sehun menahan jari jemari Yoona, lalu menggenggam tangan itu, dengan erat dan terus menatap Yoona. Lalu tidak lama dari itu Sehun menarik tubuh itu hingga berada dipelukannya. Kini kenyamanan sukses ia rasakan.

--

     Keluar dari mobilnya lalu berlari dengan kencang. Kai sudah membeli beberapa bungkus roti dan juga beberapa macam obat-obatan untuk Yoona. Melewati tempat parkir yang tidak beratap tentunya membuatnya basah kuyup berkat terjangan hujan yang sangat deras, tapi Kai tidak menghiruakan itu, walau kini tubuhnya menjadi kaku berkat dinginnya suhu saat itu.

     Menaiki anak tangga dengan semangat tak sabar untuk memaksa Yoona menyantap semua roti yang ia beli. Melewati beberapa lorong yang masing-masing dipenuhi dengan keluarga yang sedang berduka. Dan tiba dimana tempat tadinya ia meninggalkan Yoona. yang didapatkannya disana berupa kursi kosong. Ia langsung memutar matanya guna mencari keberadaan gadis itu. Bubur yang ada ditangannya terjatuh kelantai, begitu juga dengan obat-obatan yang telah susah payah ia dapatkan karena derasnya hujan diluar sana.

     Hatinya panas melihat pemandangan itu. Seorang pria tengah memeluk Yoona. dan Yoona terlihat menerima pelukan itu, karena tangan gadis itu juga ikut melingkar di tubuh pria itu. Semakin panas seakan mulai remuk berkat rasa sakit yang ia rasakan. Sulit untuknya bernafas, seakan oksigen luput dari hidupnya. Reflek Kai mundur selangkah, mengepalkan tangannya guna menahan rasa sakit itu. dengan wajahnya yang memperlihatkan kekecewaan, ia melangkah pergi dari sana. Meninggalkan bubur dan obat-obatan yang sudah ia pindahkan ke atas kursi yang kosong itu.

--

"Kau masih sakit? Tubuhmu panas sekali." Sehun melonggarkan sedikit pelukannya guna melihat wajah Yoona.

"Aku baik-baik saja." jawabnya dengan jujur, karena sesungguhnya rasa sakit itu sudah tidak lagi terasa olehnya. Walau tetap saja sesekali membuatnya merasa sempoyongan.

"Sebaiknya kau pulang saja." melepaskan pelukan itu. Tetap menggenggam tangan Yoona dan membawanya pergi dari sana. Tapi tiba-tiba saja Yoona menghentikan langkahnya yang membuat Sehun juga ikut berhenti melangkah. Tepat disamping kursi kosong yang tadinya ia tempati. Dilihatnya dua buah bungkusan terletak disana. Dengan cepat Yoona memeriksa isi dari plastik kresek itu. Sedetik itu dirinya langsung berlari, mencari keberadaan Kai. Rasa bersalah menyerbunya dengan hebat. Tapi sayangnya, ia tetap tidak menemukan keberadaan pria itu. Dihadapan pintu masuk, menyaksikan keadaan parkiran yang diserbu butiran bening dari langit. Memikirkan itu, semakin membuatnya merasa bersalah kepada sahabatnya itu.

--

     Menyusun semua makanan yang baru saja ia buat bersama kedua pekerja rumahnya. Dengan senyum sumringahnya, ia menyusun satu persatu kedalam kotak makanan. Tidak sabar untuk segera menyantap semua makanan itu bersama Kai dan keluarga pria itu. Tak lupa juga Yuri mengeluarkan jus dari lemari es yang juga sudah ia persiapkan tadinya. Semua kotak makanan sudah dibawa ke dalam mobilnya dibantu dengan pekerja rumahnya. Dan Yuri sudah mantap hendak melangkah keluar dengan jus di dalam pelukannya.

"Katakan padaku! Anak siapa dia sebenarnya?" suara itu mengagetkannya. Tidak menyangka bahwa ayahnya sudah berada dirumah. Tapi, ia kembali tersadar dengan apa yang ayahnya katakan, tentu kepada ibunya, didalam kamar mereka. Merasa ada yang tidak beres, segera ia melangkah mendekati kamar orangtuanya yang pintunya tidak tertutup rapat.

"Jangan keras-keras, Yuri bisa mendengarmu!" balas ibunya berbisik namun masih bisa didengar Yuri dari luar kamar.

"Tidak masalah jika ia mendengarnya." sambil menggenggam selembar kertas yang baru ia dapatkan dari pihak rumah sakit. "jelaskan apa maksud dari data ini padaku!" tidak menyangka suaminya bisa mengetahui akan hal itu. "kenapa kau hanya diam? Cepat jelakan padaku!"

"Tidak ada yang harus aku jelaskan." mencoba menahan suaranya.

"Kau, benar-benar kejam. Kau sanggup membohongiku." terduduk di tepi kasur kamarnya. Menatap istrinya yang masih mencoba membela diri. "jadi, disaat kita menikah, kau sudah lebih dulu mengandung dari suami pertamamu?" menatap istrinya dengan tatapan penuh kekecewaan. Matanya terlihat berkaca-kaca. "saking sibuknya aku, aku sampai tidak menyadari itu. Bahkan diriku yang seorang jaksa bisa dibohongi olehmu. Kurasa aku yang terlalu bodoh." menertawai dirinya sendiri. Tak percaya akan hal ini.

"..." sudah tidak bisa mengelak lagi, ibu Yuri ikut-ikutan terduduk diatas kasur, disamping suaminya, menggenggam tangan suaminya. Tangisnya mulai pecah dengan hebat. Terisak-isak memohon ampun. Tanpa menyadari bahwa Yuri tengah mengamati mereka dari luar kamar, dengan memeluk botol jusnya sangat erat, dan air matanya yang terus mengalir diparas cantiknya. Menahan isak tangisnya, merasa tidak kuat, segera ia berlari keluar dari rumah dan masuk kedalam mobilnya.

--

     Kedua kalinya untuknya merasakan hal seperti ini. Melihat orang yang dikasihinya bersama orang lain. Dan terlihat lebih nyaman dengan orang tersebut dibandingkan dengannya yang merupakan sahabatnya. Kilatan kecewa terlihat jelas dari matanya. Sudut bibirnya terangkat, tak berupa senyuman.

     Mobilnya berhenti ditepi jalan didepan rumahnya. Kai turun dari mobilnya lalu mulai melangkah memasuki perkarangan rumahnya. Namun belum sempat ia membuka pagar rumahnya, sebuah mobil berhenti tepat dibelakang mobil, bunyi rem terdengar dengan jelas. Melihat mobil itu, Kai tentu mengetahui siapa itu. Berdiri didepan pagar rumahnya menunggu gadis itu keluar dari mobilnya. Tapi gadis itu tak juga keluar dari mobilnya. Langkah kakinya mulai berjalan mendekati mini cooper itu. Mengetuk kaca mobil itu. Seakan baru tersadar dari lamunnya, Yuri tersentak dan menyadari keberadaan Kai diluar mobil. Dengan cepat ia membuka pintu mobil, bukannya menutup kembali pintu mobilnya, melainkan memeluk Kai, dengan erat.

"Yak.." tentu Kai kaget, tapi tidak berniat melepaskan pelukan itu. "ada apa denganmu?" melonggarkan pelukan itu bermaksud melihat wajah gadis itu. Tapi Yuri terus membenamkan wajahnya di tubuh Kai. "kau menangis?" merasa mendengar suara isakan. "wae? Waeyo(kenapa)? Ceritakan padaku." ia menjadi mengkhawatirkan sahabatnya itu.

"Kai-a, bukankah dulunya kau yang menemukan ibunya Yoong?" tanyanya yang masih berada dalam pelukan itu.

"Hmm, waeyo?"

"Bantu aku temukan appa, ayah kandungku."

--

"Sena sudah tidur?" Tanya Sehun kepada Yoona yang baru saja keluar dari kamar nenek. Yoona lebih dulu meraih baju-baju Sena dari atas meja dan ikut menyusunnya kedalam tas, barulah setelah itu ia menjawab pertanyaan Sehun.

"Baru saja tertidur." ia berhenti sejenak, menatap Sehun. "sepertinya malam ini aku tidur disini saja. Kau, pulanglah. Ketua membutuhkanmu." Sehun diam beberapa detik mengamati mata indah itu.

"Baiklah." mengancing tas yang sudah terisi penuh itu. "aku pergi sekarang." Yoona mengantarnya hingga ke halaman rumah nenek. Tersenyum kepada pria itu. Melihat wajah itu membuatnya merasa sedih. Setelah mendengar cerita pria itu. "masuklah, segera kunci pintunya." sejujurnya Sehun enggan meninggalkan Yoona dan Sena disana. Tapi mengingat perkataan Yoona yang mengatakan tentang ayahnya. Tentu, saat ini tidak hanya dirinya yang bersedih, tetapi juga ayahnya. Dengan berat hati ia melangkah pergi dari sana setelah Yoona benar-benar masuk kedalam rumah itu dan terdengar bunyi pintu terkunci.

--

     Cahaya rembulan menembus dinding kaca ruangan kerjanya. Dirinya menerima cahaya itu dengan baik, berdiri tegak dihadapan dinding kaca yang menjulang tinggi itu. Sinar indah itu berhasil menerangi sedikit dari ruangan yang tidak memiliki penarangan. Mengamati halaman pabriknya dari sana. Timbul rasa bangga dalam dirinya. Bisa menjaga putra tercintanya hingga menjadi lelaki hebat seperti sekarang. Tapi ketika mengingat Yuri dan Sena, hatinya menjadi sakit, seakan remuk oleh rasa bersalah. Dan masa lalu itu pun kembali terkenang.

     Benar bahwa Yuri adalah anaknya. Karena ketika mantan isterinya menikahi jaksa tersebut, sang isteri dalam keadaan hamil satu bulan. Sesungguhnya ia mengetahui keberadaan janin itu, namun karena sudah tidak sanggup menahan tingkah isterinya yang terus berbuat masalah, akhirnya ia merelakan anak itu. Menahan sakit dan rasa penasaran bertahun-tahun. Ia memutuskan untuk menjaga Sehun dan lebih serius pada karirnya. Mulailah ia mengikuti berbagai perlombaan memasak, hingga akhirnya ia berhasil memenangkan sebuah kejuaraan. Dan pada saat itulah, bisnisnya terus berkembang dan semakin berkembang.

     Disela kesuksesannya ia dipertemukan dengan seorang wanita yang baik. Tidak memerlukan waktu yang lama, segera ia menikahi wanita itu, tentunya setelah mendapatkan persetujuan dari Sehun. Lama setelah itu, beberapa tahun kemudian mereka dianugerahi seorang bayi perempuan yang sangat manis, dan dinamai Sena, nama pemberian Sehun. Kehadiran Sena semakin membuat hidup mereka bahagia. Namun, ternyata kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.

     Mantan isterinya mengetahui kabar bahagia itu. Seakan tidak bisa tenang melihat kehidupan mereka. Dengan jahat ia mengutus seorang lelaki untuk menggoda isteri muda ayah Sehun. Ternyata niat jahatnya berhasil. Ayah Sehun mengetahui bahwa isteri mudanya berselingkuh, walau sebenarnya yang terjadi tidaklah seperti itu. Dengan berat hati, ia pun mengusir isteri mudanya beserta Sena dari pabrik miliknya. Tidak benar-benar mengusir, karena ia memerintah Sehun untuk menyediakan mereka sebuah rumah. Namun tidak pernah ia sangka, bahwa setelah pengusiran itu terjadi, itu merupakan pertemuan terakhirnya dengan isteri mudanya.

     Selama ini isteri mudanya menyembunyikan sebuah penyakit yang tidak seorang pun mengetahuinya. Keadaannya semakin kritis semenjak diusir dari pabrik itu. Ditambah perubahan sikap Sehun yang dulunya sangat baik terhadapnya, tapi sekarang menjadi dingin bahkan sekali-kali memarahinya. Ia tidak bisa menjelaskan apapun, perselingkuhan itu tidaklah benar. Tapi tidak ada kesempatan untuknya menjelaskan. Karena ibu Yuri telah dengan mantap menjebaknya dilengkapi dengan bukti bohongan yang semakin memperkuat kebenaran perselingkuhan itu. Hanya menikmati hidupnya dengan Sena yang pada akhirnya tidak bisa menolak ketika maut menjemputnya.

     Penyesalan dirasakan ketika kematian itu sampai di telinga mereka. Dan geramnya, setelah itu barulah mereka mengetahui kejahatan itu. karena Sehun merasa adanya sesuatu yang janggal dan segera menugaskan anak buahnya untuk mencari tahu identitas pria yang menggoda ibu tirinya itu. Tidak menyangka, tenyata semua itu ulah ibu kandungnya.

     Karena kejahatannya telah terbongkar. Bukannya berhenti melakukan itu, ia bahkan terang-terangan dalam misinya, yaitu membuat pabrik mantan suaminya bangkrut. Memikirkan ulah itu, mereka hanya merasa sedih. Terutama ayah Sehun. Tidak menyangka mantan isterinya berubah menjadi mahkluk menyeramkan seperti itu, seperti orang gila, tidak mengenal kata kasihan. Bahkan ia tega menculik Sehun beberapa kali untuk mengancam anaknya itu. tanpa alasan. Sepertinya kejiwaannya sudah terganggu.

"Kenapa kau disini? Dimana mereka?" tersadar akan kehadiran Sehun yang baru saja menghempaskan tubuhnya diatas sofa yang terdapat disamping ayahnya.

"Aboji(ayah), kau baik-baik saja?" merasa keadaan ayahlah yang terpenting.

"Aku sedang bertanya padamu.." menatapanaknya yang tetap terlihat santai.

"Kenapa tidak menyalakan lampu? Kau tidak pernah seperti ini." memutar kepalanya guna mengamati ruangan yang gelap itu.

"Yak! Jika aku bertanya, segera dijawab!" menjitak kepala Sehun dengan kuat. Membuat Sehun meringis tak kuasa menahan sakit.

"Appo(sakit)!" menggosok kulit kepalanya yang terasa panas.  "Yoona  memintaku untuk menemanimu." ucapnya setelah itu. Ayah Sehun terdiam sejenak. Lalu setelah itu tak kuasa menyimpan senyuman dari wajahnya.

"Kau menyukainya kan?" duduk disamping Sehun, kini ia menjadi bersemangat.

"Apa?"

"Menikahlah dengannya." wajahnya terlihat berseri-seri.

"Mwoya(apaan sih)." bangkit dari duduknya tidak kuat mendengar perkataan ayahnya.

"Wae? Wae? Bukankah benar kau menyukainya? Lalu kenapa? Kenapa kau bereaksi seperti ini?"

"Aboji! Dia bahkan belum tamat sekolah."

"Jadi, benar kau menyukainya?" matanya menatap Sehun dengan lekat, seakan berhasil membuat putranya itu mengakui perasaannya. Sehun tidak segera menjawab, melainkan kembali duduk disamping ayahnya.

"Ne, aku menyukainya." ungkap Sehun dengan matanya yang menatap kosong ke halaman pabrik. Ia kembali memikirkan itu. "ani, aku.. Mencintainya." tambahnya, kini jelas sudah. Ayahnya meremas bahunya dengan kuat, sebagai penyemangat untuknya.

"Sehun-a.." segera ia menoleh untuk menatap ayahnya. "berjanjilah padaku. Bahwa kau akan hidup bahagia." garis bahagia terkulum membentuk sebuah senyuman diwajahnya. Tidak lagi terlihat kaku, pria tua itu memeluknya. Perasaan hangat menjalar keseluruh tubuhnya. "sekarang, saatnya kita menyelesaikan masalah lainnya." melepaskan pelukan itu. bangkit dari duduknya. Berjalan menuju meja kerjanya. "bukankah lantai lima terasa kosong?"

"Waeyo?" tanya Sehun yang juga ikut berdiri.

"Jika begitu, bawa Sena bersamamu." tersenyum lebar kepada putranya yang tengah menatapnya aneh.

"Aboji, bagaimana dengan Yuri? Apa sampai saat ini ia belum mengetahui kebenaran itu? "

"Kebenaran itu hanya ibunya yang bisa menjelaskan." melangkah hendak keluar dari ruangan itu. "belilah beberapa mainan untuk Sena." dan benar-benar menghilang setelah terdengar bunyi pintu terbanting. Suara helaan nafas terdengar, sedikit merasa lega. Sehun kembali duduk disana. Menikmati keindahan rembulan pada malam itu.

--

     Membuka jendela kamar dengan lebar. Merasakan udara dingin memasuki kamar itu. Segera ia berlari mengambil beberapa selimut untuk menyelimuti tubuh Sena. Kembali ia berdiri dihadapan jendela. Dilihatnya rembulan bersinar dengan indah. Tersenyum berkat keindahan itu. Tiba-tiba saja pikirannya melayang ke pria itu. Mengingat dimana air mata mengalir pelan diwajah tampannya. Seorang Sehun memperlihatkan air matanya, pastilah ia sangat bersedih. Kembali teringat olehnya, dimana Sehun meraih tangannya, lalu menariknya kedalam pelukan hangat itu. Sensasi hangat itu seakan masih tertinggal di tubuhnya.

Trrrt.. trrrt..

     Dirinya dikagetkan dengan suara deringan ponsel miliknya. Segera ia menerima panggilan itu sebelum Sena terbangun oleh nada deringnya. Tidak perlu melihat siapa yang meneleponnya. Karena hanya pria itu yang mengetahui nomor miliknya. Menempelkan ponsel dekat dengan telingannya, bersiap menjawab ketika pria itu bertanya, tapi ternyata tidak terdengar apapun disana.

"Yeoboseyo(halo)?" mencoba menyapa terlebih dahulu. Tetap saja tidak mendapatkan jawaban. Merasa ragu, ia mencoba menatap layar ponsel guna memastikan siapa yang tengah meneleponnya. Benar bahwa itu Sehun. Tapi mengapa pria itu tidak mengatakan sepatah katapun? "halo?" Yoona semakin bingung dengan tingkah pria itu.

"Aku didepan, keluarlah." cepat-cepat ia melayangkan pandangannya ke halaman rumah itu melalui jendela. Benar sekali, Sehun sedang berjalan memasuki perkarangan rumah dengan ponsel menempel di telinganya. Reflek Yoona mematikan panggilan tersebut, menutup jendela terlebih dahulu dan mulai melangkah menghampiri pria itu. dan dengan penuh sadarnya, semakin banyak ia melangkah, semakin hebat detak jantungnya.

--

     Ia sudah mencoba untuk segera tertidur, tetapi matanya tidak menerima permintaannya, dan terus mengamati ponselnya dengan tatapan kosongnya. Tepatnya tengah memikirkan apa yang telah ia katakan kepada ayahnya tadinya. Pengakuan akan perasaannya kepada Yoona, yang seharusnya ia katakan langsung kepada gadis itu. Geram karena tidak kunjung tertidur, langkah kesalnya membawanya ke luar hingga ke jalan menuju rumah nenek. Sadar dimana posisinya saat itu, segera ia meraih ponselnya dan menghubungi gadis itu.

     Hanya senyumannya yang terlihat disana. Hal itu terjadi dengan alami tepat ketika suara Yoona memasuki sistem pendengarannya. Sejuk dirasakannya. Semakin membuatnya melangkah dengan semangat. Dan ketika ia semakin dekat dengan rumah itu, barulah ia mengeluarkan suaranya yang sedari tadi tak terdengar.

"Aku didepan, keluarlah." dengan mantap kakinya menapak pada rumput halaman rumah nenek. Melangkah menuju kursi yang terdapat dibawah pohon. Berdiri disana dengan kedua tangannya berada didalam saku jaketnya. Memastikan dirinya untuk tidak melupakan tujuan awalnya ke rumah itu.

     Yoona terlihat dari balik pintu sembari mengancing jaket merahnya dengan rapat. Menghampiri Sehun yang tengah berdiri disamping kursi dibawah pohon. Menyadari kehadiranya, Sehun langsung menghadap kepada Yoona yang kini sudah berdiri didekatnya. Tidak dulu menyapa, Sehun memilih tersenyum kepada gadis itu. Tidak terlihat kaku, malah ia melakukannya dengan nyaman. Sangat nyaman.

"Ada apa? Kupikir kau sudah berada di pabrik." tanya Yoona mencoba menghilangkan rasa gugupnya berkat senyuman itu.

"Hmm, aku memang dari sana." mengangguk kecil.

"Lalu, kenapa kau kesini? Apa ada yang tertinggal?" tanya Yoona lagi.

"Ani(tidak)." jawabnya santai. "aku hanya merindukanmu." tersenyum simpul dengan matanya menatap mata Yoona lekat. Tentu Yoona menjadi malu dibuatnya. Dan memilih diam, terpaku menatap mata yang kecoklatan itu. Lama saling menatap, Sehun maju selangkah lebih dekat. Menyentuh tangan gadis itu, menggenggam tangan itu dengan kedua tangannya. "apa aku boleh merindukanmu?" kini raut wajahnya menjadi serius. Mencoba meyakinkan Yoona dengan tatapannya.

"Ne?" dirinya menjadi bingung hendak menjawab apa.

"..." diam sejenak dalam tatapan itu sebelum kembali melanjutkan perkataannya. "apa aku, boleh mencintaimu?" Yoona merasa mulutnya mendadak kaku. Ingin sekali menjawab iya, namun kata-kata itu tak kunjung keluar dari mulutnya. Tapi disamping itu, dirinya masih sangat kaget, tak percaya kata-kata seperti itu akan keluar dari mulut Sehun. Ditambah kini tangan pria itu tengah menggenggam tangannya. Dirinya seakan terpenjarakan oleh pria itu. Matanya tak luput dari mata pria itu yang terus menatapnya. Lama tidak mendapatkan jawaban, Sehun pun berdehem pelan. Melepaskan tangannya dari tangan Yoona. Melepaskan tatapannya dari mata indah itu. ia menjadi salah tingkah, dan sedikit kecewa.

"Masuklah, kau harus segera istirahat." ucapnya tanpa menatap Yoona. Memaksa dirinya untuk menatap langit malam. Tanpa menyadari bahwa Yoona masih berdiri sana, masih menatapnya.

"Ne." kata Yoona pelan setelah lama diam. Tetapi tetap berdiri disana. Tetap menatap pria itu yang terus memandangi langit malam. Merasa aneh karena tidak mendengar suara langkah kaki, Sehun segera menoleh untuk memastikan dimana keberadaan gadis itu. Dilihatnya Yoona masih disampingnya, dengan tatapannya yang terus melekat padanya.

"Kenapa kau masih disini? Kau tidak masuk?" tanya Sehun bingung. Sedangkan Yoona terlihat tenang dengan tatapannya.

"Ne.." ucap gadis itu lagi. "aku jawab iya." jelasnya.

"..." terdiam. Mencoba memahami perkataan gadis itu. Mengamati wajah Yoona yang samar-samar memperlihatkan senyum manisnya.

"Ne.." ulang Yoona lagi. Kali ini dengan senyumnya yang terlihat jelas. Melihat itu serasa dihempas angin segar pada wajahnya. Ingin sekali berteriak karena tak kuasa menahan kegembiraan itu. Ia malah mengatup rapat bibirnya yang tengah menahan rasa bahagia itu. Lalu beberapa detik kemudian kembali tenang dan berusaha terlihat cool. Kilatan matanya berubah hangat dan tenang.

"Masuklah. Diluar sangat dingin."

"Hmm." mengangguk pelan dengan senyumannya yang masih tertinggal di wajahnya. Ia hendak melangkah ketika tangannya kembali digenggam oleh pria itu. Tentu membuatnya segera menoleh. Baru saja ia menoleh, Sehun sudah berdiri dihadapannya, dan sedetik kemudian sebuah kecupan mendarat dikening gadis itu. Dugg! Dugg! Dugg! Jarum jam seakan berhenti berputar. Jantungnya seakan berhenti berdetak.

"Masuklah." pinta Sehun yang kesekian kalinya. Melepaskan genggaman tangannya perlahan. Seraya menarik nafas, Yoona melangkah mundur hingga tiba di hadapan pintu rumah itu. disempatkannya untuk melirik Sehun. Pria itu kembali terseyum kepadanya. Sebelum dirinya tumbang karena merasa lemas, dengan cepat Yoona masuk kedalam rumah. Segera ia berbaring diatas kasur, disamping Sena. Menutup hampir seluruh tubuhnya dengan selimut. Tidak kuasa menahan getaran itu. Sungguh, Sehun berhasil merenggut kesadarannya. Melihat Yoona yang sudah tak berada disana, barulah Sehun berlalu pergi. Dengan senyumannya yang merekah hebat. Merasa kemenangan sudah berada di genggamannya.

--

      Sehun terlihat sibuk dengan dirinya sendiri. Bolak-balik membuka lemari pakaiannya guna memilih baju yang hendak ia gunakan. Mengingat dulunya ia pernah tanpa sengaja menggunakan baju dengan warna yang sama dengan Yoona. Ia pun mulai memilah-milah warna apa yang akan ia pilih. Lama termenung dihadapan lemari besarnya. Membuatnya tidak menyadari keberadaan ayahnya disana.

"Kau sedang apa?" tegur ayahnya yang sudah tidak sabar menunggu.

"Omo(astaga)! Aboji! Kau mengagetkanku!" kaget ketika menemukan sosok ayahnya dari balik pintu lemari yang terbuka itu. "tak bisakah kau mengetuk pintu kamarku terlebih dahulu?" mengacak pinggang menahan kesal.

"Tanganku bahkan nyaris memar karena mengetuknya berulang kali." menepuk kepala Sehun dengan buku yang ada ditangannya. Duduk di tepi kasur anaknya. "apa kau bingung dalam memilih pakaian? Apa harus sampai seperti itu?" tebaknya yang tepat.

"Bicara apa sih? Aku hanya.."

"Ketua, ada yang mencarimu." perkataannya terpotong berkat Henry yang tiba-tiba muncul disana.

"Sepertinya aku harus membuat larangan ke lantai lima." umpat Sehun dalam hati. Tidak biasa terganggu seperti ini.

"Mencariku? Nugu(siapa)?" tanya pria tua itu.

"Kau juga hyung." tambah Henry kepadanya, membuatnya meletakkan kembali pakaian yang sudah ia ambil dari lemari pakaiannya. "aku lupa menanyakan namanya. Yang pastinya dia seorang gadis. Dan, sepertinya aku pernah melihat wajah, tapi entah dimana. Dia sungguh cantik." ucapnya sembari membayangkan wajah gadis yang tengah menunggu dibawah itu. dan setelah kesadarannya kembali, disitulah ia baru menyadarinya. Bahwa disana hanya ada dirinya seorang diri. Sehun beserta ayahnya sudah turun terlebih dahulu semenjak Henry mengabarkan tentang kedatangan gadis itu.

--

     Mengikuti langkah ayahnya menuju ruang tunggu yang terdapat di samping kantor ayahnya. Menaiki tangga yang terdapat disamping gedung dengan gelisah. Seakan memiliki tebakan yang sama. Mereka mulai mempersiapkan diri untuk bertemu dengan gadis itu. Memilih kata-kata yang hendak mereka katakan kepada gadis itu. Tapi saat ini, ayah Sehun lah yang paling terlihat gusar. Pintu kantor terbuka. Terlihat seorang gadis tengah berdiri membelakangi mereka. Gadis itu tengah mengamati keadaan pabrik dari jendela yang terdapat disampingnya. Menyadari bunyi langkah kaki yang semakin mendekat. Segera ia membalikkan tubuhnya. Dan disaat itulah, buku yang tadinya berada di genggaman pria tua itu terjatuh kelantai.

"Yuri-a." sapa ayah Sehun, tetapi lebih terdengar cemas bercampur kaget. Berbeda dengan ekspresinya dan Sehun. Yuri terlihat tenang dengan raut wajah segarnya, dan sedikit senyuman yang terkulum manis di wajahnya.

"Kau tahu namaku?" ucap gadis itu ramah. Tapi tengah menahan tangis.

"..." melangkah mendekati Yuri. "kau.."

"Jadi aku anakmu?" memaksa senyuman diwajahnya. Bagaimanapun juga pria tua itu tidak bersalah terhadapnya. Ia hanya merasa sedikit kecewa. Sehun memilih diam, berdiri beberapa langkah dibelakang mereka.

"Apa dia sudah menceritakan semuanya padamu?" tanya pria tua itu yang mulai terlihat lemas.

"Ani(tidak), dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Aku hanya tidak sengaja mendengar percakapannya dengan appa." mengucapkan kata 'Appa' membuatnya terdiam sejenak. Menyadari bahwa ayah kandungnya tengah berdiri dihadapannya. "tapi, kini siapa yang harus aku panggil dengan sebutan itu?" senyuman diwajahnya perlahan memudar. Mata bulatnya mulai berkaca-kaca. Suaranya terdengar serak.

"Yuri-a, bolehkah aku memelukmu?" melangkah lebih dekat. Tak kuasa menahan dirinya untuk memeluk putrinya itu. Yuri terlihat berpikir, melihat wajah pria tua itu yang terlihat lelah, sepertinya pria tua itu tak kalah bersedih seperti yang tengah ia rasakan. Merasakan tubuhnya bergetar menahan tangis. Dan air mata mulai mengalir pelan di wajahnya. Melihat itu, tentu pria tua itu tak lagi berdiam diri. Segera ia kembali melangkah dan akhirnya memeluk putrinya itu. Barulah isak tangis Yuri terdengar mengisi ruangan itu.

"Sekarang, bisakah kau menceritakan semuanya padaku?" pinta Yuri masih dalam pelukan itu.

"Baiklah. Akan aku ceritakan semuanya padamu." jawab ayahnya dengan semangat.

--

"Nuna, apa ada yang lain?" tanya Amber kepada Yoona.

"Hanya itu." jawab Yoona seraya menggendong Sena untuk segera masuk kedalam mobil.

"Baiklah." kata Amber yang juga masuk kedalam mobil.

"Kau bilang seorang gadis datang menemui mereka?" tanya Yoona lagi ketika sudah duduk disamping kemudi.

"Ne nuna." seorang sopir mulai menekan gas mobil perlahan. Yoona pun kembali berpikir. Sehun sampai batal menjemputnya hanya karena kedatangan gadis itu. "tapi, wajah gadis itu terlihat mirip dengan ketua."

"Mirip?" lantas pikiran Yoona terhubung dengan perkataan Sehun yang dulunya pernah mengatakan, bahwa ia memiliki seorang adik perempuan.

"Kurasa gadis itu orangnya." tambah Amber yang mulai dimengerti Yoona.

     Mobil mereka sudah memasuki pabrik. Berhenti di parkiran bersama mobil-mobil lainnya. Segera ia membuka pintu dan menuruni Sena terlebih dahulu, lantas gadis kecil itu sudah berlarian disana, dengan tawanya yang terdengar bahagia. Yoona dan Amber mulai mondar mandir menurunkan barang-barang Sena yang hampir keseluruhannya merupakan mainan. Meletakkan barang bawaan itu ke atas kursi yang terdapat dibawah pohon. Setelah semuanya terkumpul, barulah Yoona mengangkatnya kelantai lima bersama Amber dan juga Sena yang asik memandangi tubuhnya dari pantulan dinding lift.

     Amber meninggalkan mereka setelah selesai meletakkan semua barang-barang itu dikamar Yoona. Ia membiarkan Sena bermain di atas kasur bersama beberapa mainan miliknya. Yoona memilih menyusun pakaian Sena di lemari bersama pakaiannya. Lalu beralih menyusun mainan Sena yang terlampau banyak itu. Tetapi disamping itu, pikirannya terus melayang ke Sehun. Menebak-nebak siapa adik Sehun sebenarnya. Ingin sekali rasanya untuk segera turun dan melihat itu, namun ia tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.

"Eonni, aku haus." rengek Sena manja. Yoona pun meninggalkan mainan-mainan itu dan beralih menuju dapur diikuti Sena. Dibukanya lemari es, ia terkesima ketika melihat banyaknya minuman dan cemilan untuk anak-anak disana. Mengingat dulunya isi lemari es itu hanya sayur-sayuran dan buah-buahan, Yoona tersenyum senang. "itu.. Aku mau itu." seru Sena sembari menunjuk ke arah susu kotak berwarna pink.

"Baiklah." mencubit pipi Sena terlebih dahulu, setelah itu barulah ia memberikan susu kotak itu kepada Sena yang terus menggoyangkan tangannya karena tidak sabar menunggu. Sembari menyeruput susu miliknya, Sena asik mondar-mandir disana hingga langkahnya terhenti di balkon. Seakan mengerti cara menikmati angin sejuk itu, ia berusaha memakan angin yang terus menghempas wajahnya itu. Tentu ia terlihat imut. Bahkan sangat imut. Guna menghilangi suntuk, Yoona pun memilih menemani Sena bermain disana.

--

"Apa sebelumnya kita pernah bertemu?" tanya Yuri kepada Sehun.

"Aku tidak begitu yakin. Tapi kurasa tidak." jawab Sehun santai dengan tangannya yang terlipat ke dada. Mengamati monitor lift yang terlihat lambat.

"Lalu, bagaimana kalian bisa mengetahui namaku? Kalian juga langsung mengenaliku tadinya." tanya Yuri lagi yang ikutan mengamati nomor pada monitor itu.

"Sebenarnya, selama ini aku selalu mengawasimu." Yuri langsung menatapnya.

"Bagaimana caranya?"

"Kau tidak perlu tahu." lift berhenti di lantai lima yang langsung memperlihatkan balkon pada lantai itu.

"Oo? Yak Yoong!" baru saja Sehun hendak keluar dari lift, tubuhnya sudah tersingkir berkat hantaman yang Yuri lakukan. Tidak menghiraukan perlakuannya itu, ia terus berlari menghampiri Yoona yang masih menemani Sena bermain disana.

"Kau.. Bagaimana bisa kau disini?" kaget ketika sahabatnya itu memeluknya dari samping. Tepat sebelum ia hendak menoleh ketika namanya disebut.

"Apa kau tidak tahu itu?" mengira bahwa Yoona mengetahui itu.

"Mwoga(apanya)?" tentu Yoona tidak mengetahui tentang itu. dengan cepat Yuri melirik Sehun yang baru saja melangkah keluar dari lift. Pria itu berpura-pura tidak menyadari lirikan maut itu, malah memanggil Sena untuk menghampirinya.

"Sena-a, illowa(kemarilah)." panggil Sehun guna menghindari dua wanita itu. Sena pun segera berlari kecil menghampiri Sehun, lalu mengempaskan tubuh mungilnya ketubuh Sehun. Sehun menangkapnya dan akhirnya memeluknya. Menghilangkan rasa kangennya kepada adiknya itu. Sebelum Yuri memanggilnya, Sehun sudah terlebih dulu masuk kedalam kamarnya, tentu dengan Sena yang masih di pelukannya.

"Sena? Jadi dia adikku?" guman Yuri setelah melihat Sehun masuk kedalam kamarnya. Yoona mendengar perkataan sahabatnya itu, tentu ia merasa bingung.

"Apa? Adik?" kata Yoona. Geram melihat Yoona yang tertinggal informasi, mengacak pinggang menahan bosan, terpaksa ia menjelaskan kepada sahabatnya. Semuanya. Hal yang sebenarnya tidak ingin ia ungkit kembali.

--

     Pertama kali hal itu dilakukan disana. Makan malam bersama dengan seluruh keluarga. Amber dan Henry telah menyulap dapur pribadi milik Sehun menjadi ruang makan yang nyaman. Ditambah dengan hidangan yang Kris berikan, semakin membuat makan malam itu menjadi nikmat. Ayah Sehun duduk berdampingan dengan Yuri, Kris, dan Amber. Lalu dihadapan mereka terdapat Sehun, Yoona, Sena, dan Henry. Henry dan Amber terlihat asik mengganggu Sena yang sedang lahap menyantap makanannya. Membuat Kris puas melihatnya.

     Berbeda dengan mereka disana yang terlihat santai. Yoona malah masih merasa bingung dengan apa yang baru saja Yuri katakan padanya. Berkali-kali ia mengamati wajah Sehun, Sena dan Yuri. Lalu beralih mengamati wajah ayah mereka. Tetap saja ia menggeleng walau ia sudah mengakui kemiripan mereka. Baginya kenyataan itu terlalu memaksa.

"Kau tidak makan?" Sehun menyenggol lengan Yoona pelan. Menyadari gadis itu yang tidak juga menyentuh makanannya.

"..." Menyadari teguran itu, Yoona hanya mengangguk pelan dan mulai menusuk steak miliknya. Baru menyadarinya, ia belum memotong daging steaknya. Malas untuk melakukannya, ia pun kembali memutar kepalanya guna melihat wajah-wajah itu dengan garpu dan pisau yang tergantung ditangannya.

"Sini." geram melihatnya, Sehun pun menukar piring mereka, memberikan Yoona miliknya dengan daging yang sudah terpotong rata. Segera ia memaksa tangan Yoona agar segera memasukkan potongan steak itu kedalam mulutnya. Tak bisa mengelak, dengan malas ia mengunyah daging yang ternyata lezat itu, tapi lebih terlihat malas mengunyah karena Sehun terus mengamatinya.

"Tidak perlu menatapku seperti itu." ujar Yoona kepada Sehun pelan seperti berbisik. Tanpa menyadari bahwa semua yang berada disana mendengarnya.

"Maka itu habiskan makananmu." jawab Sehun tanpa menahan suaranya dan terus mengamatinya. Melirik pria itu sejenak seraya kembali menusuk daging miliknya.

"Ne." suaranya terdengar ramah yang dipaksakan.

"Kalian pacaran?" pertanyaan itu meluncur bebas dari mulut Yuri. Membuat Yoona batal memasukkan daging itu keadalam mulutnya. Tidak ada yang menjawab. Yang terdengar malah suara tawa Sena yang terdengar seperti menyela mereka. Dan tidak lama dari itu disusul dengan tatapan menyelidik dari Amber, Henry, Kris, dan juga bos besar mereka. Ketika suasana kembali senyap, tawa Sena kembali terdengar, bahkan lebih keras dari sebelumnya. Tidak mampu menahannya lagi, akhirnya Amber dan Henry pun melepaskan tawa mereka setelah lelah menahannya.

--

     Yuri tengah berpamitan dengan ayahnya dan juga Sehun. Begitu juga dengan Amber, Henry dan Kris yang masih berada disana. Tak lupa juga ia mencubit pelan pipi Sena yang tengah tertidur di pelukan Sehun. Walau enggan untuk pergi dari sana, ia merasa tetap harus pulang kerumahnya. Membicarakan semuanya dengan orang tuanya. Tapi disamping itu, ia sudah merasa bahagia karena telah mengetahui siapa ayah kandungnya sebenarnya. Ditambah rasa nyaman yang ia rasakan bersama ayahnya itu.

"Kau memesan taksi? Tidak kami antar saja?" tanya Yoona setelah Yuri melepaskan pelukannya dari ayahnya.

"Kai menjemputku. Itu dia sudah sampai." ujarnya setelah menemukan keberadaan Kai diluar sana. Mobil Kai terlihat dari sela pagar yang terbuka lebar. "aku pergi dulu." melangkah pergi dengan girang. "aku akan segera kembali!" teriaknya dari jauh. Yoona terlihat termenung. Bukan dikarenakan kepergian Yuri, melainkan mengingat nama itu. Kai. Ia masih mengingat jelas pernyataan cinta yang Kai lakukan kepadanya. Berharap pria itu tidak tersakiti olehnya. Karena kini hatinya sudah menjadi milik seseorang.

--

     Membaringkan tubuh Sena di atas kasur. Tak lupa Sehun menyelimuti adiknya itu. Menyempatkan diri untuk mengecup kening Sena dan setelah itu keluar dari kamar Yoona. Menghampiri Yoona di balkon. Berdiri disamping gadis itu. Ikut mengamati keadaan pabrik dari sana. Sejenak Sehun merasa keadaan keluarganya sudah membaik. Tetapi ketika mengingat nasib ibu tirinya, ia benar-benar merasa bersalah. Mengingat dulunya ia pernah memarahi ibunya itu. dan ketika wajah ibu kandungnya terlintas di pikirannya, dengan cepat ditepis olehnya. Ia tidak ingin memikirkan wanita itu.

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?" suara Yoona menyadarkannya. Membuatnya menatap gadis itu yang juga tengah menatapnya. "bahwa Yuri adalah adikmu?"

"Tidak terpikirkan olehku untuk mengatakannya padamu."

"Lalu, bagaimana dengan ibumu? Ibu kandungmu?" dengan cepat Sehun mengalihkan pandangannya. Moodnya seakan menghilang ketika mendengar itu.

"Entahlah. Aku tidak mau memikirkannya." merasa harus meluruskan itu. Tanpa ragu Yoona mengulur tangannya, perlahan ia menyentuh tangan itu, lalu menggenggamnya. Membuat Sehun kembali menatapnya.

"Jangan begitu. Bagaimanapun juga dia tetaplah ibumu, yang melahirkanmu." ujarnya dengan lembut, dengan matanya yang menatap mata pria itu dengan lekad. Mereka terdiam menikmati sensasi itu. Kehangatan yang menjalar dari tatapan itu. dan juga kehangatan yang menjalar dari genggaman itu. Ditemani irama angin yang bernari disekitar mereka. Sensasi itu semakin terasa kuat. Membuat Sehun yang tanpa sadar sudah berdiri dihadapanYoona. Masih merasakan genggaman tangan Yoona, menyentuh pipi gadis itu dengan tangannya yang bebas. Tanpa melepaskan tatapannya dari mata itu.

"Saat ini, hanya kau yang memenuhi pikiranku." bisik Sehun yang beralih membelai rambut Yoona. Gadis itu tersenyum malu, juga senang mendengar itu. Sehun ikut tersenyum. "aku harap kau selalu berada disampingku. Menemaniku. Karena kini hidupku terasa lebih bermakna, semenjak kehadiranmu." tidak ada kata-kata yang terlintas dipikiran Yoona. Ia terlalu bahagia. Tidak lagi merasa malu, tanpa ragu Yoona memeluk pria itu. Sehun langsung membalas pelukan itu.

     Disela itu terdengar musik instrumental dari lantai empat. Sejenak, menurutnya Amber dan Henry kini lumayan membantu. Menyimpan senyum gelinya berkat ulah dua mahkluk itu, yang tidak ia ketahui bagaimana mereka bisa mengetahui apa yang tengah ia lakukan dengan Yoona disana. Tentu musik itu bukanlah sebuah kebetulan. Karena Sehun sangat mengenal dua mahkluk yang tinggal dibawahnya itu.

     Musik yang romantis itu semakin mendukung suasana. Mendorong keinginan Sehun untuk melakukan itu. perlahan ia melonggarkan pelukan itu, guna menatap kembali wajah wanitanya. Yoona menatapnya dengan senyuman yang masih tertinggal diwajah manisnya. Membuat Sehun merasa gemas melihatnya.

"Saranghae(aku mencintaimu)." ungkap Sehun. Sukses membuat Yoona terpenjara oleh tatapannya. Gadis itu nyaris tak berkedip. "kau tidak mau mengatakannya?" tanya Sehun ketika dilihatnya Yoona hanya mengatup rapat mulutnya.

"Mwoga?" jawabnya Yoona pura-pura tidak mengerti.

"Kau ini." Yoona tertawa melihat raut kecewa Sehun. Tidak ingin Sehun kecewa lebih lama. Hal itu pun ia lakukan. Dengan santai ia mengecup bibir pria itu. dan kembali menatap pria itu.

"Nado saranghae(aku juga mencintaimu).." membuat senyum Sehun semakin lebar. Beberapa detik dari itu, senyuman itu perlahan menghilang.

     Kilatan mata Sehun berubah hangat. Matanya yang tadinya menatap Yoona beralih menatap bibir gadis itu yang baru saja mengecup bibirnya. Gejolak itu kembali timbul dengan hebat. Tidak perlu menahannya. Dengan cepat wajah Sehun bergerak mendekati wajah itu. Seperti kilat, bibirnya sudah mendarat di bibir gadis itu. Merasakan kelembutan itu. Yoona mulai menutup matanya, dan tangannya reflek terangkat lalu melingkar pada leher pria itu. Membalas ciuman itu dengan penuh cinta. Dengan alunan musik nan romantis yang terus menemani.

Sudah siap baca endingnya?

Komentarnya dulu.

avataravatar
Next chapter