webnovel

Chapter 2

"Cuma mau mastiin, Kamu itu manusia beneran atau pahatan patung? Indah sekali. oh ya benar, kamu pahatan Tuhan, pantas saja seindah itu"

....

Jakarta, November 2017

.

.

.

Giny menatap layar handphone didepan kedua orang tuanya. Ia berharap bisa cepat melihat pengumuman portal GW High School. Sekelebat wajah seorang pria terlewat dalam benaknya, kali ini makin jelas.

"Gimana Sayang? Udah lewat 5 menit lho, harusnya pengumumannya udah di posting di portal sekolah kan?"

"Calm down Ma, anak kamu juga mungkin deg-degan itu"

Giny membuka portal web GW High School. Beruntung wifi di apartemennya sangat lancar, jadi ia tak harus menunggu lama. Kata "terima" tercetak jelas diatas layar smartphone Giny.

"What the F*"

"Shhhsss omongannya dijaga! anak cewek nggak boleh ngomong kasar!"

Tegur Bima, Ayah Giny.

"Gimana hasilnya keterima?"

Giny melongo menatap kedua orang tuanya, kemudian mengangguk. Kaya hampir pingsan karena terlalu senang, sedangkan Bima langsung memeluk Giny. Giny sendiri bingung bagaimana bisa cap cip cup malah membuatnya masuk ke kandang macam.

Ia membayangkan bagaimana dirinya akan dicap sebagai siswi ter idiot selama 3 tahun penuh.

Kaya dan Bima sibuk menelpon sana sini. Mungkin dalam rangka memamerkan keberhasilan putri mereka.

Giny pamit kepada Kaya dan Bima untuk menjemput Cecil dibandara.

Cecil teman karib Giny sejak SD baru saja kembali dari Singapura. Hal yang paling dinantinya adalah Oleh-oleh, sedangkan hal yang paling dibencinya adalah menunggu Cecil.

Cecil memiliki kebiasaan buruk. Bisa dibilang tempramennya buruk. Selalu ada saja masalah yang dilakukannya.

Suatu hari yang cerah, pernah Ia memarahi tukang kebun sekolah hanya karna kecipratan potongan rumput. Yah berkat itu Cecil bolak-balik masuk kedalam ruang BK karena tempramennya.

Sembari menunggu, Giny membeli minuman sebagai pemuas dahaga. Terik mentari siang itu sudah hampir mencapai 30 derajat.

Untung saja Giny hanya mengenakan Kaos oblong dan celana pendek. Sesudah membeli satu botol teh manis, Ia beranjak menuju tempat arrival .

Sebelum keluar dari rest area di bandara, ia menemukan sebuah easel tergeletak disalah satu meja. Giny bergegas bertanya pada penjaga kedai, apakah barang itu milik kedai atau barang yang tertinggal.

Pemilik kedaipun mengatakan bahwa barang itu sepertinya tertinggal. Giny lalu mengatakan akan membawa easel itu di tempat penitipan barang dan menelpon customer service agar bisa diumumkan di seluruh bandara.

.

.

.

"Excuse me Ms. Apakah tadi anda melihat easel disekitar sini?"

Orang yang bertanya itu tidak lain adalah Sunghoon.

Pemilik kedai yang ada di rest area tersebut tersenyum dan segera menceritakan bahwa ada seorang gadis yang menemukan easel Sunghoon dan membawanya pada petugas penitipan barang. Sunghoon segera berlari menuju tempat penitipan barang.

"Permisi pak apakah ada easel yang ditemukan dan dititipkan disini?"

"Oh maaf mas belum ada"

Sunghoon cemas memikirkan easel peninggalan nenek nya itu. Jika easel itu hilang, neneknya akan kecewa, dan dia tak ingin menyakiti hati sang nenek. Saat Ia tengah termenung ada sebuah suara memasuki gendang telinganya.

"Permisi, Pak, ini saya menemukan sebuah easel, tolong diumumkan ya pak, soalnya ini barang vintage juga, takutnya penting buat yang punya. makasih pak,"

Sunghoon menoleh dan melihat Giny memegang easelnya.

Ia bukan tipe cowok yang dengan percaya diri mengajak bicara seorang gadis namun tetap saja Ia pikir tidak sopan jika tidak berterimakasih. Baru saja Ia menguatkan diri hendak berterima kasih, Giny sudah pergi dengan terburu-buru.

Sunghoon menatap punggung gadis itu. Ia melihat pakaian Giny dari bawah sampai atas.

cewek itu mengenakan topi bucket hat hitam dengan rambut tergerai melewati bahu. Kaos oblong hitamnya kelewat berantakan, serta celana jeans pendek yang tenggelam oleh kaos. Semua tampak kontras pada tubuh mungilnya.

Sunghoon menggelengkan kepala sedikit tersenyum. Jika dibandingkan dengannya, pakaian Giny terlihat seperti kutub yang berbeda. Ia mengenakan kaos hitam dengan outer kemeja hitam dimasukkan ke celana jeans hitam, dan sepatu kets putih. 100% rapi.

Gadis yang berantakan batin Sunghoon.

.

.

.

"Cecil!!!! mana oleh-oleh gue!!"

"Ginyy! anjir pakean macam apa tuh, bahkan pembokat gue fashionnya lebih baik daripada elu! gila baru pulang ngemis lu?"

"Ye ilah! Bodo amat!"

"Oh ya gimana pengumuman nya? lo keterima juga kagak?"

"Oh Jelas dong, masalahnya gue gak mau nih jadi siswi ter idiot di GW High School"

Cecil memukul bahu Giny dengan keras sambil tertawa terbahak-bahak. Walaupun bisa dibilang tempramental, Cecil memiliki otak yang jenius, bahkan beasiswa GW High School sudah ditangannya sebelum lulus SMP. Setelah puas bercengkrama, mereka berdua melanjutkan dengan hangout keliling kota jakarta.

.

.

.

"Halo nak, maaf Appa telat, macet sekali. Bagaimana kabarmu?" (Appa = ayah)

"Baik"

Sunghoon memeluk ayahnya sebentar lalu berdiri dengan sangat canggung. Yahya segera mengajaknya menuju mobil, dan membantu membawa beberapa barang milik putranya.

"Oh ya, Juli kamu sudah masuk SMA, ada beberapa bulan sebelum masuk sekolah, kamu mau jalan-jalan kemana?"

Sunghoon menggeleng tidak menatap Yahya dan malah fokus memasukkan barang kedalam bagasi.

"Aku hanya akan dirumah."

"Bagaimana kalau ke arena seluncur es? ada beberapa tempat bagus di jakarta."

Sunghoon lagi-lagi menggeleng dan bersiap masuk kedalam mobil.

"Kamu nggak bosan kalau dirumah aja? Ayah bakal sibuk mengurus perusahaan loh"

"Eung, Nan Sang-gwan Eobseo" (Hm, aku nggak peduli)

"Baiklah kalau begitu"

Yahya memasuki mobil untuk bersiap menyetir ketika Sunghoon berkata padanya.

"Eomma mulai keram kaki lagi, saya harap anda lebih memperhatikan Eomma" (Eomma = Ibu)

Yahya terdiam mendengar kabar dari Sunghoon mengenai istrinya Hana. Sudah 3 tahun Ia tidak kembali ke korea untuk bertemu anak istrinya. Perkataan dingin Sunghoon mengembalikan kenyataan bahwa selama ini hubungannya dengan Sunghoon tak pernah membaik.

.

.

.

Jakarta, Juli 2018

Hari-hari berjalan bagai membalik kertas kosong bagi Sunghoon. Tak ada yang menarik perhatian nya selama setengah tahun berada di Jakarta. Malah yang dilakukannya hanya makan dan tidur.

Kebanyakan dihabiskan dengan melukis dan belajar beberapa materi untuk persiapan masuk SMA. Setengah tahun Ia mencoba melupakan Ice skating walaupun usahanya sama sekali tidak berhasil.

Akhirnya datanglah hari dimana Ia pertama kali masuk Sekolah. Yahya telah memberikan fasilitas berupa mobil beserta sopir untuk mengantar jemput putranya.

Jalanan jakarta pagi itu macet, mungkin karna dimulainya pembelajaran baru. Sunghoon menikmati perjalanan sambil melihat kota yang pertama kali dilihatnya itu. Well, Nggak seburuk itu ternyata batin Sunghoon dalam hati.

Sesampainya di pelataran gerbang GW High School, Sunghoon turun, seketika itu pula Ia menjadi pusat perhatian. Ketampanannya membuat gadis-gadis menoleh, bahkan banyak juga Pria yang menoleh menatap Sunghoon takjub. Ia segera menarik hoddie hingga sedikit menutup wajahnya.

"Welcome to the hell"

Lirih Sunghoon berhenti tepat didepan gerbang sekolah.

"Oh sh**t, gimana gue bisa ngikutin pelajaran disini??, apa otak gue mampu!?? otak oh otak, bertahan selama 3 tahun ya!!"

Sunghoon mendengar seseorang berteriak tepat dibelakangnya. Setidaknya beberapa orang juga tak menyukai sekolah ini batinnya. Hampir saja ia berjalan memasuki sekolah, seseorang menubruk punggungnya, sontak Ia menoleh. Mata mereka pun bertemu. Seperti takdir. Seperti Mimpi.

"Kamu!"

.

.

.

See you Tomorrow