1 Pesta Milyader

Jakarta, Indonesia.

Di salah satu  gedung hotel bintang lima telah di gelar pesta megah dan mewah. Undangan yang di peruntukan di dalam pesta itu berasal dari kalangan elit yang memiliki penghasilan triliunan perbulannya. Franz dengan wajah bosannya terlihat duduk dengan beberapa konglomerat kaya lainnya. Pria itu terlihat tidak bersemangat untuk menjalani kehidupannya selama di Indonesia. Ia ingin segera pergi dan kembali ke Jerman.

"Aku ingin istirahat," ucap Franz dengan wajah malasnya. Sudah cukup tiga jam membosankan yang ia lalui di dalam pesta mewah itu. Ia tidak ingin tersiksa lebih lama lagi.

"Baik, Tuan," jawab seorang pria yang selalu menjadi tangan kanan Franz.

Franz menatap wajah bawahannya dengan tatapan penuh arti, "Kirimkan aku satu-" ucapanya terhenti saat seorang wanita menabrak tubuhnya.

Franz mengalihkan pandangan ke arah wanita yang sudah berani menyentuh tubuhnya. Secara spontan tangannya menahan pinggang wanita itu.

"Aku benci pria," ucap Wanita itu meracau.

Secara perlahan Franz menyingkirkan rambut lurus yang menutupi wajah wanita tersebut. Ada senyum licik di sudut bibirnya saat melihat wanita yang kini ada di dalam dekapannya adalah wanita yang belum lama ia temui.

Tanpa banyak kata lagi, Franz mengangkat tubuh wanita itu ke dalam gendongannya. Aliran aneh yang kini ia rasakan membuatnya tidak lagi bisa berpikir jernih. Ia sangat  menginginkan wanita itu dan harus menjadi miliknya. Seperti itulah vonis jahat yang kini memenuhi pikirannya.

"Tuan. Tapi wanita ini adalah-" Pria yang biasa di sapa Waren itu juga terlihat kebingungan. Kali ini ia tidak setuju dengan tindakan sang majikan. Tujuan mereka datang ke Indonesia untuk memperluas saham. Jika Franz melakukan kesalahan mungkin mereka tidak akan pernah pulang dengan hasil.

"Dia bilang sangat membenci pria. Aku akan tunjukan padanya, bagaimana rasa benci yang sebenarnya," jawab Franz santai. Pria itu terus saja berjalan ke arah lift. Hatinya sudah tidak lagi bisa bersabar untuk menyentuh wanita yang kini ada di dalam gendongannya.

"Aku membencimu," racau wanita itu lagi. Kali ini kedua tangan wanita itu melingkari lehernya. Kepalanya terasa menggoda di dada bidang milik Franz.

"Nona, kau sungguh membuatku tidak bisa bersabar lagi."

Tanpa peduli dengan kehadiran Waren di dalam lift itu. Franz mendaratakan bibirnya di bibir merah dan basah wanita yang biasa di sapa Nona tersebut. Kecupannya panas dan di penuhi gairah. Hasratnya semakin tidak terkendali saat wanita yang  kini ia serang justru memberi sambutan hangat. Waren mengatur napasnya sebelum memandang kearah depan. Ia pura-pura tidak dengar suara yang kini memenuhi isi lift tersebut.

Desahan manja yang terucap dari bibir wanita itu seakan memenuhi ruang lift berukuran 1,5 kali 1,5 meter tersebut. Franz juga sudah semakin larut dalam permainannya sendiri. Jika saja pintu lift itu tidak terbuka, mungkin ia sudah berhasil memiliki wanita itu seutuhnya.

Franz memperhatikan beberapa tamu undangan yang juga baru tiba di lantai 20. Mereka muncul dari lift yang lainnya. Sebisa mungkin Franz mengatur ekspresi wajahnya agar tidak terlihat mencurigakan. Rambut wanita yang ada di dalam gendongannya sengaja ia buat berserak kembali agar tidak dapat di kenali.

Farnz mengukir senyuman kecil saat beberapa pengusaha asal Indonesia menyapanya. Pria itu berdehem pelan sebagai kode kepada bawahannya karena sejak tadi tidak juga tiba di depan kamar yang menjadi tempatnya beristirahat.

"Apa kau mempermainkanku?" Satu alis Franz terangkat satu dengan ekspresi wajah di penuhi curiga.

"Maafkan saya, Tuan. Tapi Miss Nona akan membuat masalah bagi kehidupan anda kelak. Wanita ini adalah wanita yang sangat sulit di tebak. Sudah ada beberapa pengusaha yang berhasil ia jatuhkan dan ia buat bangkrut. Saya takut, karena keisengan anda malam ini. Perjalanan bisnis kita menjadi sia-sia." Sebisa mungkin Waren memperingati Franz malam itu.

Franz menatap sekali lagi waah wanita yang ada di dalam dekapannya. Tiba-tiba saja pikirannya kembali jernih. Hasrat yang sempat memenuhi hatinya juga sirna begitu saja. Taipan kaya itu tidak lagi bersemangat untuk menyerang wanita yang kini terlihat tidak berdaya.

"Dimana kamarku? Aku akan membiarkannya beristirahat di dalam kamarku," ucap Franz sambil memperhatikan Waren tanpa berkedip.

"Silahkan, Tuan. Tapi sebaiknya Miss Nona di kamar lain agar-" Memang cukup sulit bagi Waren untuk menyesaikan kalimat yang ingin ia ungkapkan.

Saat pintu kamar hotel itu terbuka. Franz masuk ke dalam dan langsung mengunci pintunya dari dalam. Kuping Franz terasa panas kalau harus mendengar nasihat yang di ucapkan bawahannya malam itu.

Kamar presidential suite yang kini akan menjadi tempatnya istirahat terlihat cukup nyaman. Franz memeriksa setiap prabot yang ada di dalam kamar bercat kuning keemasan tersebut dengan teliti. Kamar itu sudah seperti kamar pribadi miliknya yang ada di Jerman. Bukan hanya sofa dan segala furniture mewah yang ada di dalamnya. Pemandangan dari jendela kaca ukuran besar yang di sajikan membuat tamu hotel merasa seperti di manjakan dan tidak ingin pergi dari kamar tersebut

Franz memandang tempat tidur king size yang ada di kamar tersebut. Secara perlahan ia berjalan untuk meletakan sang wanita di atas tempat tidur tersebut. Belum sempat ia meletakkan wanita itu di atas tempat tidur. Kupingnya harus mendengar permintaan konyol yang tidak pernah ia dengar sebelumnya.

"Aku ingin mengeluarkan isi perutku. Rasanya mual sekali," ucap wanita itu sambil mencengkram kuat jas yang di kenakan oleh Franz.

"Hei, jangan lakukan itu," ujar Franz dengan wajah panik. Pria itu segera mencari kamar mandi dan berlari cepat menuju kamar mandi tersebut.

Tidak tanggung-tanggung, Franz melemparkan wanita itu ke dalam bak mandi karena jijik dengan apa yang akan di lakukan wanita itu. Kepalanya sengaja ia alihkan untuk memandang ke arah lain agar tidak melihat pemandangan menjijikan yang kini tersaji di depan matanya.

Dengan wajah kesal dan tidak bersemangat lagi. Franz meninggalkan kamar mandi tersebut. Ia berjalan ke arah pintu untuk meminta bantuan kepada pengawal setianya. Seperti apa yang ia pikirkan. Waren masih berdiri di depan kamarnya dengan wajah khawatir. Ada senyum lega di sudut bibir pria itu saat melihat Franz kembali keluar dari dalam kamar.

"Kirimkan seseorang untuk membereskannya di dalam kamar mandi. Aku ingin ke bawah untuk minum," ucap Franz sambil berlalu pergi begitu saja. Bahkan pintu kamar hotel itu tidak lagi ia tutup kembali. Ia berjalan cepat dengan wajah arogannya menuju ke arah lift. Jika harus istirarah, ia tidak lagi mau istirahat di dalam kamar itu. Suasana hatinya  memburuk saat melihat wanita itu mengeluarkan isi perutnya di depan mata.

"Aku ingin pindah hotel," perintahnya singkat sebelum menekan tombol lift. Pintu lift tertutup bersamaan saat Waren berdiri tegap di depan lift tersebut.

"Kenapa aku harus bertemu dengan wanita sepertinya. Bahkan aku sangat candu dengan bibirnya tadi," umpat Franz sambil mengetuk-ngetuk lantai dengan sepatunya. Kedua tangannya ia masukkan di dalam saku, "Tapi, sentuhannya boleh juga."

Franz kembali membayangkan sentuhan bibir yang sudah terjadi antara dirinya dan wanita tersebut. Bibirnya mengukir senyuman kecil dan kembali bergairah. Tiba-tiba saja hati kecilnya kini di penuhi keinginan untuk kembali. Tapi, Franz cukup tahu kalau pengawal pribadinya akan terus menghalanginya malam ini.

"Jika sudah di bersihkan, pasti wanita itu jauh lebih menarik." Franz kembali membayangkan adegan mesra yang akan ia lakukan kepada wanita itu, "Aku harus membereskan Waren terlebih dahulu, baru bisa bebas menyentuh wanita itu," ucap Franz dengan wajah licik. Tangannya mengambil ponsel di dalam saku untuk menghubungi seseorang. Alisnya saling bertaut saat melihat nama Waren justru muncul lebih dulu di layar ponselnya. Dengan gusar ia mengangkat panggilan masuk tersebut.

"Ada apa?" Ekspresi wajahnya berubah saat mendengar kalimat yang di ucapkan Waren dari sebrang sana, "Aku akan ke sana."

Franz kembali menekan tombol liftnya saat pintu lift itu terbuka di lantai satu. Ia ingin segera kembali ke lantai atas dan melihat situasi yang kini terjadi.

avataravatar
Next chapter