21 Dia Harus Hamil

Di sebuah ruangan yang sangat luas hanya terdengar suara benturan sepatu dengan lantai. Ruangan itu memang dan sangat sunyi. Bahkan pancuran air yang ada di kolam ikan yang terletak di depan jendela juga tidak terdengar. Selain kedap suara, ruangan itu memang tidak pernah di kunjungi oleh siapapun. Ruangan itu lebih tepat sebagai tempat untuk menyendiri dan menenangkan pikiran yang sedang kacau.

Leon melangkah ke sana ke mari dengan gusar. Sejak tadi ia memandang layar ponselnya untuk menunggu kabar dari bawahannya. 

"Mereka berubah menjadi tidak berguna jika dalam keadaan genting seperti ini," umpat Leon dengan wajah kesal.

Dari kejauhan, Bunda Sopia muncul. Wanita paruh baya itu membawa secangkir teh hangat untuk Leon. Baginya, Leon sudah seperti anak kandungnya sendiri. Bunda Sopia sangat menyayangi Leon.

"Nak, kenapa kau terlihat gusar seperti itu? Apa Nona sudah tiba di Australia?" tanya Bunda Sopia penasaran.

Beberapa jam yang lalu, Leon menemui Bunda Sopia di restoran yang menjadi tempat mereka bertiga ingin makan malam. Karena Leon sudah mendapat kabar kalau Nona telah hilang karena di culik, ia terpaksa mengatakan kalau Nona ada urusan mendadak dan harus berangkat ke Australia detik itu juga.

Hanya kebohongan seperti itu yang bisa di ucapkan Leon. Ia berharap Bunda Sopia mempercayainya dan tidak lagi memikirkan di mana kini Nona berada. Bukan hanya bagi Nona saja kesehatan Bunda Sopia merupakan hal yang paling penting. Bagi Leon, wanita berambut hampir putih itu juga harus tetap sehat dan tetap hidup. Hanya Bunda Sopia satu-satunya senjata Leon untuk mendapatkan hati Nona lagi.

"Nona sudah tidur, Bunda. Ia menitip pesan untuk tidak bisa mengabari ke Indonesia karena ada pekerjaan penting yang menyita waktunya," ucap Leon dengan senyuman. Pria itu berusaha memasang wajah setenang mungkin agar Bunda Sopia percaya dengan kebohongannya.

"Begitu ya," ucap Bunda Sopia dengan wajah sedih. Ada beberapa hal yang kini memenuhi pikirannya. Namun, hingga detik ini tidak juga berani ia katakan baik kepada Leon maupun kepada Nona.

Leon mengerti wajah bingung Bunda Sopia malam itu. Ia mengeryitkan dahi sebelum meletakkan ponselnya di atas meja.

"Bunda memikirkan sesuatu?" ucap Leon dengan suara yang sangat sopan.

"Nak, kalian sudah menikah selama tiga tahun. Tapi, hingga sekarang, Nona belum menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Bunda juga belum pernah dengar kalau kalian merencanakan untuk memiliki anak. Apa tidak sebaiknya kalian memikirkan keturunan. Kalian pasti tahu, Bunda mandul hingga tidak bisa memiliki keturunan. hanya Nona anak bunda satu-satunya. Bunda ingin melihat Nona melahirkan cucu untuk Bunda," lirih wanita itu dengan mata berkaca-kaca.

Leon tertegun mendengar cerita Bunda Sopia. Pria itu mengalihkan pandangannya ke jendela. Samar-samar ia kembali mengingat keinginan Nona sebelum mereka menikah dulu. Nona ingin memiliki empat anak yang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan. 

"Semua salahku. Jika saja aku tidak mengecewakannya, mungkin kini kamu sudah memiliki anak yang menggemaskan," gumam Leon di dalam hati.

"Leon, Bunda lihat kalian juga tidak semesra dulu lagi. Apa kalian memiliki masalah?" tanya Bunda Sopia dengan tatapan menyelidik.

Leon tertawa kecil. "Tidak, Bunda. Kami baik-baik saja. Mungkin kami sama-sama sibuk dan memikirkan pekerjaan hingga belum diberi keturunan. Kami tidak menunda, tapi memang takdir saja yang belum memberikan kami keturunan."

Bunda Sopia mengukir senyuman. "Bunda akan bicara kepada Nona setelah dia kembali dari Australia. Bunda akan memintanya untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya dan fokus untuk melayani suaminya di rumah," ucap Bunda Sopia dengan penuh keyakinan.

"Bunda, apa Bunda mau mengabulkan permintaan Leon?" ucap Leon dengan wajah bersungguh-sungguh.

"Nak … apa yang ingin kau pinta? Katakan. Bunda akan membantumu," jawab Bunda dengan penuh keyakinan.

"Bunda … apa bisa Bunda untuk tinggal di rumah ini untuk waktu yang lama. Setidaknya sampai Nona mengandung. Hanya perkataan Bunda yang di dengar oleh Nona. Bunda pasti tahu kalau Nona wanita yang sangat keras kepala. Perkataan Leon tidak pernah di dengarnya. Bunda, Leon mohon kali ini Bunda bantu Leon ya. Leon akan panggilkan dokter untuk merawat dan memeriksa kesehatan Bunda secara rutin di rumah ini. Leon tidak bisa menetap di Indonesia. Ada banyak pekerjaan yang harus Leon selesaikan di luar negeri. Leon mohon kepada Bunda untuk tetap di rumah ini bersama Nona."

Bunda Sopia memasang wajah yang sangat serius. Namun, dalam hitungan detik saja ia mengukir senyuman manis. Bunda juga mengangguk setuju. "Baiklah Leon. Kali ini Bunda akan membantumu. Bunda juga ingin Nona segera hamil. Bunda ingin keluarga kalian lengkap," ucap Bunda Sopia dengan suara yang pelan.

"Terima kasih, Bunda," ucap Leon dengan wajah berseri. Leon mengambil teh buatan Bunda dan meneguknya secara perlahan.

"Nak, Bunda ke kamar dulu. Tidurlah … ini sudah malam."

"Baik, Bunda." Leon memperhatikan Bunda Sopia yang berjalan pergi menuju ke kamar tidur. Pria itu mengukir senyuman licik. "Aku akan membuat Nona tidak memiliki pilihan lain. Hingga pada saatnya, ia mau rujuk denganku lagi. Nona hanya boleh menjadi istriku saja. Tidak ada yang boleh mendapatkan Nona. Nona Anastasya hanya milikku seorang!" gumam Leon di dalam hati sambil memandang keindahan malam saat itu.

Walau hingga detik itu Leon belum mendapatkan kabar dari anak buahnya. Namun ia sangat yakin kalau kini Nona bersama dengan Franz. Tidak ada tersangka lain yang mengisi pikiran Leon selain Franz. 

Ponsel Leon berdering. Pria itu berjalan ke arah meja dan mengambil ponselnya. Ia mengeryitkan dahi ketika melihat anak buahnya yang kini menghubungi.

"Apa kau menemukan kabar baik?" ketus Leon dengan wajah serius. Teh yang ada di genggamannya ia letakkan di atas meja.

"Maaf, Tuan. Kami belum berhasil melacak keberadaan Nyonya Nona. Tapi, kami berhasil menemukan ponsel milik Nyonya. Ponselnya tergeletak di pinggiran jalanan. Seorang pemulung menemukan ponsel ini," ucap lawan bicara Leon dari kejauhan.

"Sudah selama ini kau tidak juga mendapatkan kabar apapun!" teriak Leon murkah. 

"Maaf, Tuan. Saya akan segera mencari keberadaan Nyonya lagi, Tuan."

"Periksa hotel, apartemen seluruh hunian yang ada di Indonesia. Aku yakin mereka masih ada di Indonesia dan bersembunyi di suatu tempat. Aku ingin informasinya secepat mungkin!"

BRUAKK.

Ponsel yang ada di genggaman Leon tergeletak di permukaan meja kayu jati. Pria itu benar-benar kesal dan kecewa. Ia tidak memiliki petunjuk apapun tentang keberadaan Nona saat ini.

"Franz Rainer! Aku akan menghajarmu nanti. Kau harus segera pergi dari wilayahku. Aku yakin, dalam waktu cepat aku pasti akan berhasil menemukanmu!" umpat Leon kesal dengan wajah memerah menahan amarah.

avataravatar
Next chapter