webnovel

Bunda Sopia

Pagi yang cerah. Nona terbangun dengan tubuh yang terasa lelah. Kedua matanya juga masih terasa berat. Pagi itu Nona sangat malas untuk bangkit dari tempat tidur. Nona melirik jam yang ada di atas nakas. Ia menutup mulutnya ketika rasa kantuk itu kembali datang dan memaksanya untuk kembali tidur.

"Aku tidak menyangka kalau bisa tidur di kamar ini lagi," ucap Nona dengan kedua tangan mengucek-ngucek mata. Nona duduk di atas tempat tidur dan memperhatikan seisi kamarnya. Kamar yang indah. "Dulu aku sangat bahagia ketika bisa tidur di kamar ini. Aku berkhayal kalau setiap pagi akan bangun dengan senyuman. Pria yang aku cintai ada di sampingku, memelukku dengan hangat."

Nona menurunkan satu persatu kakinya. Ia ingin mandi untuk membersihkan tubuhnya. Nona juga ingin segera pergi bekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda di kantor.

Tidak butuh waktu lama bagi Nona untuk membersihkan diri. Hanya belasan menit saja, Wanita itu sudah keluar dari kamar mandi. Dengan handuk kimono di tubuhnya, Nona berjalan ke arah lemari baju. Ia tidak berharap kalau pakaian miliknya masih ada di lemari itu. Namun, Nona terpaksa memeriksa lemari tersebut karena tidak membawa pakaian ganti tadi malam.

Nona membuka lemari bajunya. Ia mengukir senyuman saat pakaian miliknya masih ada di dalam lemari tersebut. Nona memilih setelan kantor yang akan ia kenakan pagi itu. Suara deringan ponsel membuat Nona menahan gerakannya. Ia berjalan ke arah meja untuk mengambil ponselnya yang berdering. 

"Nomor siapa ini?" gumam Nona di dalam hati. Nona meletakkan pakaiannya di atas sofa sebelum mengangkat panggilan masuk tersebut. Sayangnya panggilan masuk tersebut mati setelah ia mengangkatnya. Beberapa pesan masuk setelah panggilan telepon itu terputus. "Foto siapa ini?" ucap Nona dengan wajah bingung. Ia membuka foto tersebut dan memperhatikan wajah yang ada di dalam foto tersebut.

Nona hanya menghela napas ketika melihat foto tersebut adalah Franz. Di samping pria itu ada wanita seksi yang tengah memeluknya dengan mesra. Nona sendiritidak tahu, apa tujuan foto itu dikirimkan kepadanya. Sejauh ini hubungan dirinya dengan Franz hanya sebuah status palsu. Mereka berpura-pura pacaran agar Leon tidak lagi mengejar dirinya. Kini saat Leon sudah tahu kalau semua itu hanya sandiwara, Nona tidak lagi membutuhkan Franz. Wanita itu justru terlihat ingin menjauh saja dari Franz agar tidak memiliki masalah.

"Pria ini memang sangat mesum. Bisa-bisanya ia memamerkan foto seperti ini kepadaku. Apa dia pikir aku akan cemburu?" gumam Nona di dalam hati. Wanita itu menghapus satu persatu foto Franz yang sudah memenuhi gallery ponselnya. Nona tidak ingin ada hal apapun yang berhubungan dengan Franz lagi.

Tok tok

Suara ketukan pintu mengalihkan pandangan Nona. Wanita itu memandang ke arah pintu. "Ya, ada apa?" teriak Nona dari dalam tanpa  mau membuka pintu.

"Nona, sarapan sudah siap. Tuan Leon sudah menunggu Anda di bawah," teriak pelayan yang sudah berdiri di depan pintu tersebut.

"Ya, aku akan segera turun," jawab Nona. Wanita itu mengambil pakaiannya untuk segera memakainya. Ia juga tidak ingin terlambat masuk kerja pagi ini.

***

Leon mengotak-ngatik ponselnya. Pria itu terlihat sangat panik. Sejak tadi malam wanita suruhannya tidak lagi memberikan kabar. Leon takut jika Franz telah mengetahui rencananya tadi malam. Bukan hanya nyawa wanita yang ia bayar saja yang terancam. Nyawa miliknya juga mungkin akan menjadi target utama Franz saat ini.

"Kemana wanita itu!" protes Leon di dalam hati. 

"Ada apa?" ucap Nona yang baru saja tiba di meja makan. Wanita itu duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan. Ia menatap wajah Leon dengan wajah bingung. Pagi itu wajah Leon tidak seperti biasa. Pria itu terlihat ketakutan.

Leon segera meletakkan ponselnya di atas meja. Ia mengukir senyuman agar Nona tidak lagi mencurigainya. "Biasalah, masalah di kantor. Karyawanku tidak pernah bisa menyelesaikan sebuah masalah," jawab Leon dengan penuh kebohongan.

Nona mengangguk pelan sebelum mengisi piringnya dengan nasi goreng yang ada di hadapannya. Perutnya sangat lapar. Nona ingin segera mengisi perutnya yang kosong. "Selamat makan," ucap Nona sebelum memasukkan sendokan nasi goreng ke dalam mulutnya.

Leon mengukir senyuman sebelum memulai ritual sarapan paginya. Ia terlihat mengukir senyuman ketika melihat wajah cantik Nona pagi itu. "Aku enggak boleh takut. Aku harus memenangkan Nona. Nona harus menjadi istriku lagi. Aku tidak akan membiarkan Franz merebut Nona. Jika pria itu menyerangku, aku akan kembali membalasnya. Itu tidak sulit. Kali ini aku pasti akan menang," gumam Leon di dalam hati. Walau tubuhnya adadi meja makan, tapi tetap saja pikirannya kini melayang entah kemana.

Nona terlihat asyik mengunyah makanannya. Suara sepatu seseorang yang mendekati meja makan membuat Nona menghentikan suapannya. Nona memutar tubuhnya untuk memeriksa wajah seseorang yang baru saja tiba. Betapap terkejudnya Nona ketika melihat wanita paruh baya yang berdiri tidak jauh dari posisinya berada.

"Bunda Sopia," celetuk Nona kaget.

"Nona, anakku," jawab wanita paruh baya itu dengan kedua mata berkaca-kaca. Wanita itu membuka kedua tangannya karena sudah tidak sabar untuk memeluk tubuh putri angkat yang sangat ia sayangi itu.

Leon mengukir senyuman kecil. Kali ini rencana yang sudah ia susun seakan berjalan sempurna. Leon sengaja menyuruh seseorang untuk menjemput Ibu angkat Nona agar datang ke rumah itu lagi. Hanya wanita itu yang bisa membuat Nona luluh.

"Bunda, kenapa Bunda bisa datang ke sini? Nona bisa menjemput Bunda di Singapur. Seminggu lagi Nona ingin mengunjungi Bunda," ucap Nona sambil melepas pelukannya.

"Sayang, Bunda merindukanmu. Kenapa kau tidak suka seperti itu?" ucap wanita itu sambil membawa Nona menuju ke arah meja makan. Ia memandang wajah Leon dan mengukir senyuman. "Leon, apa kau menjaga putriku dengan baik?"

"Tentu saja Bunda. Nona istri yang baik dan pengertian," ucap Leon dengan senyuman hangat.

Nona melirik wajah Leon dengan bibir membisu. Wanita itu tidak lagi memiliki cara untuk menyangkal apa yang dikatakan Leon. Selama ini memang perceraian antara dirinya dan Leon telah dirahasiakan dari Bunda Sopia. Bunda Sopia memiliki penyakit jantung dan darah tinggi. Nona tidak ingin membuat Bunda Sopia jatuh sakit. Sejak kecil, hanya ada Bunda Sopia yang menemani hari-harinya. Walau hanya Ibu angkat, tapi Nona merasa kalau kasih sayang Bunda Sopia sudah seperti kasih sayang ibu kandung kepada putrinya.

"Apa Leon sengaja melakukan semua ini untuk mengurungku di rumah ini? Dia sengaja menjebakku dengan menghadirkan Bunda Sofia di rumah ini lagi," gumam Nona di dalam hati.

Next chapter