1 Prolog

'Xandreas….'

Terdengar lembut suara itu mengalun dalam pendengarannya, membuat sepasang iris emas terbuka, melihat betapa jauh langit di atas sana hingga tak mampu dijangkau oleh tangan kecilnya ketika ia ulurkan ke atas. Tubuhnya lemas tak berdaya ditarik oleh sulur-sulur misterius, hendak membawanya dalam kegelapan bersama jiwa-jiwa kesepian yang mengamuk minta dibebaskan.

'Xandreas….'

Suara lembut terus mengalun menenangkan jiwa, membuat dirinya hendak tertidur tanpa peduli akan kegelapan mengerikan di bawah sana. Segaris cahaya datang menyinari, mengulurkan ilusi tangan hendak menggapai pemuda berparas bersih itu. Paras bersihnya saja sudah dapat menunjukan jika dia terlahir tanpa dosa yang ditanggung oleh dunia.

Lantas, mengapa ia di sini? Bersama kegelapan yang sebentar lagi akan melahapnya?

Iris emasnya menatap sayu ilusi tangan yang memancarkan satu-satunya cahaya dari sekian banyak kegelapan di sekitar. Hendak meraihnya lebih dekat, hendak membawanya kembali ke atas dimana tempat itu adalah tanah kelahirannya.

Surga yang dijanjikan, Tanah Edenia.

'Xandreas… kembalilah….'

Suara itu memohon penuh perasaan, terdengar benar-benar berat untuk kehilangannya, mengharapkan kepulangannya dengan membawa kebahagian baru. Suara yang terdengar menjanjikan untuk memulai kembali kehidupan yang layak.

Tapi apa?

Tangan miliknya kembali berusaha ia ulurkan ke atas, hendak membalas uluran tangan dari ilusi cahaya di sana. Terus berusaha hingga ia berhasil meraih tangan cahaya itu. Namun sesuatu terjadi.

Walau hanya sekedar ilusi, tetapi tangan cahaya itu membeku ketika berhasil diraih. Tangan miliknya pun juga perlahan melebur, membusuk dengan kulit, darah beku, dan daging kotor mengelupas hingga mencapai seluruh tubuh dan bagian wajahnya.

"Aku terlahir dari kesalahan…. Maka dari itu…."

Hampir sekujur tubuhnya membusuk, punggungnya merentangkan sayap selaput kulit bermandikan darah dan nanah, sepasang tanduk gelap mencuat di kepala dari sebagian retakan tulang tengkoraknya. Paras wajah rupawan yang bersih tanpa dosa kini sedikit demi sedikit ikut membusuk. Sepasang mata emasnya menatap cahaya yang membeku, sudah tak nampak lagi cahaya apapun yang menginginkannya untuk kembali ke Edenia.

"Biarkan aku tenggelam dalam dosa…."

Semakin dekat pada mulut kegelapan di bawah sana, semakin erat kegelapan itu memeluknya. Menelan tubuh busuknya hingga tak menyisakan apa-apa. Jiwa-jiwa kesepian di sekitar menjerit histeris, kegirangan karena ada satu jiwa yang telah bergabung dalam penderitaan mereka di Inferna.

"Memilih kembali ke Edenia atau terjebak dalam Inferna…?"

"…. Tidak keduanya."

Biarkan tekad dan keinginan yang akan menuntun Xandreas dalam ketenangannya sendiri.

~*~*~*~

avataravatar
Next chapter