32 Mimpi Buruk, Bagian #1

Mimpi buruk kembali membayangi, datang tanpa bisa dihentikan. Terulang, kejadian tragis di panti asuhan itu terlihat lagi oleh Ain yang tengah tak sadarkan diri.

"Mau sampai kapan kau berdiri di situ, bocah?" tanya Grief yang baru saja membunuh seorang pria untuk menyelamatkan Ain.

"A...Aku...." Dengan mata terbelalak disertai air mata yang mengalir deras, Ain berusaha bangkit. Tubuhnya bergetar hebat, terasa lemas juga sakit di beberapa bagian.

"Kau ingin menyelamatkan mereka semua bukan? Kalau begitu, jadilah kuat!"

[•X-Code•]

Ain memekik dengan sangat keras begitu ia terbangun dari mimpi buruknya. Jantungnya berdegup sangat kencang hingga suaranya bisa terdengar jelas. Napasnya terasa berat. Wajahnya pucat pasi dibanjiri keringat.

"Mimpi itu... Lagi....?" gumam Ain sembari mengusap keringat dari keningnya. "Ngh...." Terdengar suara perempuan bergumam pelan di sebelahnya.

Ain menoleh ke arah sumber suara yang tidak jauh darinya. Ia melihat Tiash tengah tertidur pulas di kursi, di sisi kanan ranjangnya. Tanpa ia sadari, Tiash tengah menggenggam tangannya dengan erat.

Perlahan Ain melepaskan genggaman tangan Tiash itu. Ia mengamati Tiash yang masih tertidur pulas, lalu mengamati kondisi sekitar. Dari pengamatannya, ia bisa mengambil kesimpulan kalau dirinya tengah berada di ruang perawatan.

Kemudian terdengar langkah kaki cepat dari arah pintu. Vabica yang mendengar Ain memekik, dengan segera masuk ke dalam ruangan itu.

"Kak!" sapa Vabica dengan senangnya. Ia merasa lega melihat Ain yang telah siuman.

"Berapa lama?" Tanya Ain dengan nada pelan. Tubuhnya masih terasa sedikit lemas, tapi ia tidak merasakan sakit di tubuh. Sebelum ditempatkan di ruangan itu, Ain sempat dibawa ke tabung pemulihan oleh petugas medis Cerberus.

Beberapa rusuk Ain memang patah, jaringan otot di bagian perutnya rusak, tapi berhasil dipulihkan di dalam tabung pemulihan. Hanya butuh waktu semalam untuk memulihkan fisik Ain, tapi Ain baru sadarkan diri setelah 3 hari lamanya. Dokter di Right Head bilang, mungkin karena pikiran Ain yang terlalu lelah.

"Tiga hari," jawab Vabica sambil mengambil sebuah kursi, lalu meletakannya di sebelah kursi tempat Tiash tertidur. Ia duduk di kursi itu, dekat sekali dengan ranjang tempat Ain merebahkan dirinya.

"Bagaimana kondisi kakak? Apa yang kakak rasakan sekarang?" tanya Vabica sambil melempar senyum tawar ke arah Ain yang malah mengerutkan alisnya.

"Tiga hari?!" pikir Ain sedikit terkejut. Ia tidak menyangka kalau ternyata ia sudah tertidur selama itu. "Aku tidak apa-apa," jawabnya singkat.

Lalu Ain menghela napas panjang sambil memejamkan mata, berusaha mengingat lagi kejadian sebelum ia tak sadarkan diri. Ia bisa mengingat kejadian-kejadian itu dengan baik, tapi ia tidak tahu apa yang terjadi setelahnya. Ia pun menanyakan hal itu pada Vabica.

Setelah Agna tiba di kapal itu, ia menyerahkan diri pada Grief untuk melindungi teman-temannya. Ia tidak ingin menjadi beban. Oleh karena itu, Agna memilih untuk menyerahkan diri tanpa melakukan perlawanan. Lalu Agna meminta Grief untuk melepaskan mereka, para anggota Cerberus.

Grief yang sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, mengabulkan permintaan Agna.

Kemudian Agna menghubungi Right Head untuk meminta bantuan, membawa mereka yang terbaring lemas tak berdaya.

Namun ada hal yang tak terduga. Ternyata Teir juga pengkhianat. Sama seperti Lond, bedanya Teir memang sudah menjadi anggota Abaddon. Bahkan, Teir memiliki peran sebagai kaki tangan Grief. Tugasnya adalah untuk membawa Agna ke hadapan Grief.

Vabica juga bercerita bahwa sebelum mereka berangkat menghampiri kapal milik Grief, ia sempat melihat Teir berbicara pada Agna. Mungkin, Teir membicarakan sesuatu yang membuat Agna sampai merasa harus menyerahkan dirinya.

Setelah itu, tidak terdengar lagi kabar dari Agna maupun Grief. Tapi pasukan Abaddon masih menguasai Logard. Entah apa yang mereka inginkan, pusat Cerberus sendiri tidak mengetahuinya.

Untungnya Cerberus sendiri masih dalam kondisi stabil. Walaupun di sekitar markas ceberus; baik itu di Left, Right atau Centra Head, masih dikelilingi oleh Abaddon.

Sebenarnya Vabica enggan untuk menceritakan itu semua, mengingat kondisi Ain yang baru saja dikalahkan dengan telak oleh Grief. Tapi kalau ia tidak menceritakannya, mungkin malah akan memperburuk kondisi Ain.

Terakhir, Vabica melirik ke arah Tiash yang masih tertidur pulas, lalu berkata, "Selama Kak Ain tak sadarkan diri, Tiash selalu menunggu di sana. Setiap malam dia terus terjaga. Katanya, takut kalau kakak sadar tapi tidak ada yang menemani."

Ain ikut menoleh ke arah Tiash. Ia mengusap kepala Tiash, lalu memalingkan pandangannya kembali menatap Vabica. Dengan tatapan tajam ia bertanya, "Lalu, ada kabar tentang apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"

Vabica menggelengkan kepalanya. "Oh, iya! Kak Heim ada di sini. Kak Heim ingin bertemu kakak," ucap Vabica.

"Heim? Oke... Beri aku waktu beberapa menit untuk memulihkan kondisiku," pinta Ain yang langsung memejamkan matanya. Ia menarik napas panjang, lalu mengatur ritme napasnya. Pikiran dan perasaannya tertuju pada pemulihan diri.

Vabica merasa harus pergi agar Ain fokus memulihkan diri di sana.

Dari luar ruangan, Riev, Kiev dan Marlat tengah menunggu kabar terbaru soal kondisi Ain. Kantung mata mereka terlihat menghitam, menandakan kalau mereka juga kurang istirahat akibat ikut menunggu sekaligus menjaga Ain.

"Bagaimana kondisinya?" tanya Riev ketika Vabica keluar dari ruang perawatan.

"Kak Ain tidak apa-apa," jawab Vabica sambil menyunggingkan senyum.

"Hm, baguslah kalau begitu!" Riev meregangkan badannya, lalu beranjak dari sana mengikuti Vabica. Kiev dan Marlat juga ikut pergi setelah mengetahui kalau Ain baik-baik saja.

[•X-Code•]

Ain berada di sebuah ruangan kecil di Right Head. Ruangan yang biasa dipakai kelompok kecil pasukan Cerberus untuk mengatur strategi sebelum menjalankan sebuah misi itu terletak di lantai B3, lantai yang sama dengan kamar para pasukan Cerberus.

Kondisi fisik yang sudah mulai membaik membuat Ain bisa menghampiri Heim, yang telah menunggunya di ruangan itu.

Keduanya saling bertatapan dengan raut wajah serius. Mereka duduk berhadapan di kursi yang mengintari meja berbentuk lingkaran. Terhitung ada 8 kursi yang mengitari meja itu.

"Ada yang ingin kau tanyakan?" Heim memerhatikan Ain yang sedari tadi terlihat ingin menanyakan sesuatu.

"Hmm... Bagaimana kau bisa sampai di Right Head? Left Head berada di tempat berlawanan dari Right Head. Jadi, bagaimana bisa kau sampai di Right Head, yang berada di ujung timur daratan Logard dengan selamat?"

Heim tersenyum lebar dengan raut wajah yang terlihat sangat puas.

"Hahaha! Aku akan merasa kecewa kalau kau tidak menanyakan hal itu! Tapi, kau akan mendapat jawaban itu nanti. Nah, untuk sekarang... Aku ingin membicarakan hal serius denganmu, Ain."

Ain terpaksa harus menyingkirkan dulu rasa penasarannya itu. Ia melihat Heim memasang wajah serius yang juga tersirat rasa khawatir di sana.

"Ain, Omega sudah mengeluarkan A-Code. Sebuah A-Code yang mengharuskan kita untuk menyelamatkan Agna," Heim membuka percakapan dengan tanpa bertele-tele.

"Lalu?" Ain memasang telinganya baik-baik.

"Selain itu, A-Code kali ini juga akan dijadikan ujian untukmu. Kau sudah menarik perhatian para Omega. Mereka ingin melihat sejauh mana kemampuanmu, Ain. Untuk itu, aku hanya akan memberikan beberapa petunjuk. Sisanya kau sendiri yang harus memutuskan. Yang jelas, inti dari misi A-Code kali ini adalah 'Menyelamatkan Agna'. Kau siap?"

Ain tidak menjawab dengan kata-kata. Ia menjawab dengan anggukan untuk mempersingkat waktu. Ia merasa harus bergerak cepat untuk menyelamatkan Agna yang mengorbankan diri demi mereka.

Heim memejamkan mata sembari menghela napas panjang. Setelah beberapa saat, barulah Heim berbicara, "Aku akan memberi petunjuk tentang Agna.

Pertama, 'Omega' sangat menginginkan Agna untuk kembali ke Cerberus. Kedua, Grief sudah menguasai 'Khy', sehingga kau tidak akan mungkin bisa mengalahkannya. Ketiga, Grief ada di Zinzam. Dan terakhir... Aku sudah memberi petunjuk ini padamu saat kita berbincang di Left Head. Nama lengkap Grief."

Ain berpikir keras, mencerna semua petunjuk yang diberikan Heim padanya, "Mengapa Omega sampai mengeluarkan A-Code untuk menyelamatkan Agna? Apa itu 'Khy'?" Semua terbesit di pikiran Ain.

Kemudian Ain mengingat lagi petunjuk terakhir dari Heim. Nama panjang Grief, Griefoltra Daedalus. "Hm... Begitu, ya?" gumamnya ketika sudah menemukan sebuah petunjuk.

Heim kembali tersenyum puas melihat Ain, yang sudah menemukan sesuatu dari petunjuk yang ia berikan.

"Sebenarnya, hanya kau yang diberikan A-Code kali ini, Ain. Seperti yang kubilang tadi, para Omega ingin menguji kekuatanmu. Lalu, kau diperbolehkan membawa dua orang Cerberus pendamping untuk menyelamatkan Agna. Tentu saja, yang kau bawa harus berada di Rank A.

Tapi, kurasa kau tidak mengenal mereka dengan baik. Untuk itu, kau diperbolehkan membawa siapapun, dari Rank mana pun. Kalau misi kali ini berhasil, orang yang kau bawa akan naik peringkat ke Rank-A."

Ain kembali berpikir keras. Kali ini, ia tengah memilih dua orang diantara teman-temannya untuk ia ajak dalam misi menyelamatkan Agna. Karena sebuah misi akan lebih mudah dijalankan bersama anggota yang sudah dikenal baik.

"Kalau kau sudah menemukan orang yang akan kau bawa, temui aku di lantai B4," ujar Heim sambil beranjak dari kursinya.

avataravatar
Next chapter