26 Krisis Logard, Bagian #4

Sore hari sebelum peristiwa nahas yang terjadi di markas perbatasan Zinzam, Ain beserta rombongannya tiba di Elarina.

Ada suasana tak lazim terlihat di Elarina yang tertata rapi nan megah dengan gemerlap khas kota metropolitan berteknologi canggih. Walau peralatan yang digunakan di sana tidak secanggih di Elyosa, namun suasana di kota Elarina cukup membuat Tiash merasakan sensasi yang sama dengan ketika ia berada di tempat asalnya itu.

Banyak anggota pasukan militer Zinzam berpatroli di setiap sudut Elarina. Itu tak lazim untuk sebuah kota yang ditempati oleh banyaknya penduduk sipil, tapi mengingat situasi yang tengah terjadi, hal itu menjadi wajar. Ain tidak ambil pusing soal itu.

Perjalanan menuju Elarina dari Left Head yang memakan waktu berjam-jam lamanya dengan menggunakan Trava pastilah membuat mereka lelah. Karena itu, Ain memutuskan untuk mengajak mereka beristirahat sejenak sebelum berbelanja.

Untung ada Marlat di kelompok mereka. Ia menyarankan untuk singgah di rumahnya, di wilayah elit kota Elarina sehingga mereka tidak perlu repot mencari penginapan.

[•X-Code•]

Rumah Marlat terlihat sangat megah dan mewah. Setibanya di sana, mereka langsung disambut dengan baik oleh para pelayan keluarga bangsawan Kiere.

Marlat memerintahkan para pelayannya agar segera menyiapkan kamar untuk Ain dan kedua gadis itu. Sambil menunggu, Marlat mengajak mereka untuk berkeliling melihat rumahnya. Ia membawa mereka melihat berbagai benda antik koleksi keluarga Kiere di Ruang Galeri. Banyak juga lukisan-lukisan terpajang di sana, di antara benda-benda antik itu.

Di antara semua lukisan, ada sebuah lukisan yang menarik perhatian Tiash. Ia memandangi lukisan sebuah bangunan megah berwarna hitam, dengan bentuk yang baru pertama kali ia lihat.

Tiash yang tertarik segera bertanya pada Ain tanpa melepaskan pandangannya dari lukisan tersebut.

"Itu Piramida Xagrha," jawab Ain singkat.

"Piramida? Xagrha?" tanya Tiash lagi sembari menoleh ke arah Ain.

"Iya. Bangunan bentuk segitiga itu? Namanya 'Piramida'. Sedangkan nama piramida itu, Xagrha. Tempat itu salah satu tempat wisata di Logard," jawab Ain, berusaha menjelaskan secara singkat namun rinci. Ia sendiri malah ikut mengamati lukisan tersebut. Lalu terbesit di pikirannya, "Siapa yang membangunnya, ya?"

"Uh... Nanti bawa aku ke sana ya, Ain?" pinta Tiash.

"Ya. Tapi tidak dalam waktu dekat ini."

"Kenapa?"

"Piramida Xagrha ada di wilayah Rovan."

Tiash hanya terdiam mendengar kalimat Ain. Padahal ia ingin sekali mengunjungi tempat yang baru pertama kali ia lihat itu. Di Elyosa tidak ada bangunan berbentuk piramida. Dari buku-buku yang Tiash baca pun, tidak pernah ia temukan penjelasan tentang piramida. Makanya, ia benar-benar tertarik pada Piramida Xagrha.

Tapi... apa boleh buat? Rovan tengah dilanda krisis besar-besaran. Tidak mungkin mereka pergi ke tempat itu dalam waktu dekat ini.

Tidak lama kemudian, seorang pria tua yang berprofesi sebagai pelayan keluarga Kiere menghampiri mereka untuk memberitahu bahwa kamar telah siap ditempati.

[•X-Code•]

"Marlat, di sini ada 'Ruangan Sterilisasi'?" tanya Tiash, dengan harapan Marlat akan menjawab 'Iya'.

Tapi Marlat malah mengangkat sebelah alisnya dengan heran. "Ruangan Sterilisasi? Apa itu?" Marlat malah balik bertanya.

Tiash menghela nafasnya. "Hah... di sini juga tidak ada, ternyata... Ya sudah, aku ingin... Apa itu namanya? Ah! Mandi!" ujar Tiash yang sempat mengingat-ingat lagi istilah yang dipakai di Logard.

Di tempatnya berasal, Elyosa, para penduduk tidak menggunakan air untuk membersihkan badan. Mereka menggunakan sebuah peralatan canggih berbentuk tabung besar di dalam sebuah ruangan, yang mengeluarkan sinar Ultraviolet dan Inframerah dengan kadar tertentu. Sinar itu mampu membunuh bakteri serta virus berbahaya di sekujur tubuh sang pengguna alat. Setelah disinari, tubuh si pengguna akan disemprot zat khusus berwujud gas seperti embun yang berfungsi untuk menyegarkan.

Istilah yang mereka pakai untuk membersihkan badan itu disebut 'sterilisasi', bukan 'mandi' seperti yang dikenal kebanyakan orang.

Sebelumnya, Tiash juga sempat bertanya tentang Ruang Sterilisasi di Cerberus, yang tentunya membuat Ain dan Vabica keheranan. Ia berpikir kalau Elarina juga menggunakan teknologi yang sama dengan Elyosa untuk membersihkan tubuh. Tapi, sayangnya tidak. Yah... sebetulnya ia belum terbiasa menggunakan air untuk 'mandi'.

"Mandi! Mandi!" Agna ikut heboh. Wajar saja, karena bagi seorang gadis, merawat tubuh merupakan hal penting.

"Nanti di kamar juga ada kamar mandi, silahkan pakai sesuka kalian," jawab Marlat sembari tersenyum kecut. Ada sedikit rasa kecewa karena ia tidak bisa memenuhi permintaan Tiash untuk 'mensterilkan' tubuh.

Dengan diantar oleh sang pelayan, Tiash dan Agna menuju ke sebuah kamar yang sudah disediakan.

Sedangkan Ain yang merasa tidak lelah, memilih untuk melakukan hal lain selain beristirahat. Ia meminta Marlat agar mengantarnya ke ruangan yang dapat ia gunakan untuk berlatih.

"Ruang seperti apa?" tanya Marlat memastikan.

"Hmm." Ain berpikir sejenak, kemudian berkata, "Ruangan kosong yang luas."

"Oh, kau beruntung! Kami punya ruangan itu. Ruangan tempat kakakku berlatih menari dulu. Berterimakasihlah padaku!" ujar Marlat dengan sombongnya.

"Ya. Terimakasih," jawab Ain dengan singkat, dengan nada datarnya yang khas. Seolah terdengar tidak tulus, tapi sebetulnya Ain mengucapkan terimakasihnya itu dengan sungguh-sungguh.

"Uh...." gumam Marlat sembari menggaruk kepalanya dengan kedua alis yang terangkat. Sepertinya, ia memang tidak cocok dengan Ain.

[•X-Code•]

Marlat membawa Ain ke sebuah ruangan berdinding cermin. Lantai ruangan itu berbahan kayu, membuatnya tidak licin.

"Ada lagi yang kau butuhkan?" tanya Marlat dengan sedikit rasa sebal pada Ain. Ia tidak begitu menyukai Ain yang bersikap dingin dan datar.

Ain hanya menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Oke, aku tinggal dulu," ucap Marlat setelah memastikan kalau Ain tidak membutuhkan hal lain. Ia pergi menuju kamarnya, meninggalkan Ain sendirian di sana.

Begitu sosok Marlat menghilang dari ruangan itu, Ain memejamkan mata sambil mengatur napasnya. Ia membayangkan dirinya tengah berhadapan dengan berbagai jenis monster. Ia mengatur kuda-kuda, lalu bertarung dengan 'monster' yang ada dalam imajinasinya.

Tubuhnya bergerak sangat lincah dan cekatan, memukul dan menendang udara. Beberapa kali ia melompat, berguling dan melakukan gerakan-gerakan bela diri lainnya.

Apa yang tengah dilakukan olehnya disebut 'Image Training'. Sebuah metode latihan bertarung, khusus untuk orang yang memiliki daya imajinasi yang kuat.

Saking kuatnya daya imajnasi yang dimiliki Ain, ia sampai bisa merasakan 'monster' yang ada dalam benaknya itu dengan baik, seolah mereka benar-benar ada di sana.

[•X-Code•]

Malam telah tiba di Elarina. Marlat sudah bersiap di dekat pintu utama rumahnya. Ia didampingi seorang pelayan, tengah menunggu Ain dan kedua gadis yang akan pergi berbelanja pakaian.

"Oh iya, mana ibu?" tanya Marlat pada pelayan itu.

"Nyonya Kiere sedang di perbatasan Lembah Kurila, Tuan Muda," jawab pelayan itu sembari menundukkan kepala.

"Oh...." Terlihat wajah sedih dari Marlat mengetahui ibunya sedang tidak berada di sana. Sudah lama Marlat tidak bertemu dengan ibunya. Sedari kecil Marlat dibesarkan oleh pelayan. Ibunya terlalu sibuk untuk mengurusnya. Meski demikian, ia tetap menaruh rasa hormat pada ibunya.

Tak lama setelah itu, Ain tiba bersama kedua gadis yang sudah bersolek. Tiash masih mengenakan baju yang ia pinjam dari Vabica, sedangkan Agna memakai mantel Cerberus berwarna putih yang menjadi ciri khas Right Head Cerberus.

"Aku dan teman-temanku mau ke pusat perbelanjaan di kota. Kami pulang agak malam," ujar Marlat pada pelayannya sebelum pergi. Pelayan itu menunduk hormat pada mereka seraya berkata, "Baik Tuan, hati-hati di jalan."

Mereka menuju pusat perbelanjaan di Elarina dengan menggunakan mobil mewah berwarna hitam yang sudah menggunakan teknologi anti-gravitasi, yang tentu saja disupiri oleh supir pribadi keluarga Kiere.

"Bagaimana? Hebat, 'kan? Kau terkejut?" tanya Marlat pada Ain yang duduk di sebelahnya.

"Apanya?"

"Mobil ini! Kau lihat, aku punya supir pribadi, lho! Kau pasti terkejut, 'kan?"

"Tidak," jawab Ain singkat. Memang Ain tidak terkejut dengan perlakuan mewah yang ia dapatkan dari Marlat. Sedari awal, Ain yang sudah mengetahui kalau Marlat merupakan keluarga bangsawan pastilah sudah memperkirakan hal itu.

"Ah! Percuma saja berbicara denganmu," ucap Marlat kesal. Kemudian ia melirik ke arah Tiash yang duduk di depannya, tengah memandang ke luar jendela, sibuk memerhatikan suasana Elarina dengan mata berbinar dari dalam limousin anti-gravitasi. Sedangkan Agna yang duduk di sebelah Tiash hanya memandangi Ain dan Tiash secara bergantian dengan tatapan polosnya.

"Ugh... Aku tidak suka kelompok ini," pikir Marlat dengan jengkel. Ia yang haus akan perhatian dan pujian pastilah merasa tidak nyaman dengan sikap mereka.

Seandainya Riev ada di sana bersama mereka, sudah pasti Marlat akan dikerjai habis-habisan olehnya. Namun saat itu, Riev tengah mengalami situasi yang tak pernah ia duga sebelumnya.

Pada saat yang bersamaan, Riev dan Vabica berhasil melarikan diri dari todongan pistol milik Nyonya Kiere yang berniat membunuh mereka. Keduanya tengah menyusuri lembah Kurila untuk mencari Kiev, yang hilang entah ke mana.

avataravatar
Next chapter