59 Jatuhnya Sang Pemusnah, Bagian #8

Grief dan Ain masih terdiam satu sama lain dari jarak yang cukup jauh, dengan luapan Khy yang masih terakselerasi dengan kuat.

Kemudian Ain memejamkan matanya secara perlahan, mengatur napasnya, dan mulai merasakan 'pergerakan alam'.

Bersatu dengan alam, bergerak sesuai dengan gerakan energi alam, dasar dari bela diri yang diajarkan oleh Rha. Tidak semua orang bisa menguasainya. Hanya orang dengan tingkat kepekaan tinggi yang bisa menguasai teknik tersebut.

Ain bergerak pelan, mengalir seperti air. Gerakanya terlihat gemulai beberapa saat. Semakin lama, gerakan Ain semakin bertambah cepat.

Ia bergerak membentuk pukulan, hindaran, tangkisan, lompatan dan tendangan yang terlihat begitu luwes dengan kecepatan tinggi.

Di setiap gerakannya, terbentuk angin pukulan yang mengeluarkan suara menggelegar.

Saat dalam masa pelatihannya bersama Rha, Ain pernah disuruh untuk menggunakan semua Khy yang ia punya, sama seperti saat itu. Rha bisa melihat kalau Ain punya bakat dari lahir dalam penggunaan Khy. Rha sendiri tidak merasa terkejut, ia sudah memprediksikan hal itu dengan baik.

Sel mitokondria di dalam tubuh Ain memiliki bentuk yang unik. Membran luar dari sel tersebut lebih tipis dibandingkan dengan mitokondria pada umumnya. Hasilnya, akselerasi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan yang lain. Dalam arti lain, Ain memiliki Khy yang lebih kuat dan besar. Tapi Rha juga mengetahui resikonya.

Tubuh Ain belum bisa menopang akselerasi Khy yang begitu besar. Rha berpesan pada Ain untuk tidak mengerahkan kemampuannya secara maksimal. Kalaupun memang harus, paling lama 15 menit. Lebih lama dari itu, tubuh Ain bisa hancur akibat tekanan Khy-nya sendiri.

Rha juga menyuruh Ain untuk melatih lagi keselarasan energi tubuhnya dengan energi alam, seperti saat ia berlatih di Goa pada ujian masuk Cerberus. Hal itu dapat membantu energi Khy di dalam tubuh Ain agar tetap terkendali.

Sebenarnya, dari awal Ain mengerahkan seluruh Khy miliknya, ia sudah merasakan dampak itu di sekujur tubuhnya. Setiap inci tubuhnya terasa perih, disertai juga dengan rasa panas menyengat yang sulit ia tahan. Tapi berkat latihan keras dari Rha, Ain bisa mengatasi rasa sakit itu.

Melihat hal itu, Grief memutar kedua Katana miliknya, lalu menancapkan keduanya ke lantai.

"Aku menyerah," ujar Grief sambil menetralkan lagi Khy-nya.

Grief tahu betul apa akibatnya kalau ia terus bersikeras melawan Ain. Sudah dipastikan kalau ia tidak akan bisa bertahan hidup. Di sisi lain, tubuh Ain juga bisa hancur akibat tekanan Khy-nya sendiri.

Mendengar Grief yang mengakui kekalahannya, Ain membuka matanya sambil menghentikan gerakannya secara perlahan. Ia juga menetralkan lagi Khy miliknya, sehingga aura dahsyat itu tidak lagi terlihat menyelubungi tubuh.

Beberapa tetes darah keluar dari telinga, hidung dan bola mata Ain. Kepalanya terasa sakit, sehingga menonjolkan urat yang bisa terlihat jelas di wajahnya. Napasnya juga terasa berat, seakan habis berlari puluhan kilometer.

Ain merasa lega mendapati lawan tandingnya, Grief, menyerah begitu saja. Ia tidak begitu peduli dengan kondisi tubuhnya, tapi ia takut untuk menggunakan kekuatannya yang belum bisa ia kendalikan sepenuhnya. Ia takut kalau Khy miliknya lepas kendali, dan malah mencelakai banyak orang.

Grief berjalan menghampiri Ain, meninggalkan kedua senjata kembarnya tertancap di belakang.

"Aku kalah, Revolt," ujar Grief sembari menatap Ain dengan tajam.

Ain cukup terkejut mendengar Grief memanggil nama belakangnya. Tapi Ain tidak ambil pusing, mungkin saja Grief sudah meneliti lebih jauh tentang dirinya. Itulah yang Ain pikirkan.

Padahal Grief tahu betul siapa Ain sebenarnya setelah mendengar DNA Fightning Type milik pemuda itu dari Agna.

Ain hanya terdiam, tidak beranjak dari tempatnya. Ia sengaja tidak melangkah karena takut akan terjatuh. Rasa sakit di kepalanya membuat tubuhnya terasa oleng. Karena itu, Ain hanya terpaku sambil memusatkan Khy guna memulihkan kondisi fisiknya.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang? Sebentar lagi, Agrrav akan menembakkan laser proton yang akan menghancurkan Left Head. Aku tidak akan bisa menghentikannya, begitu juga denganmu." Grief masih melempar tatapan tajamnya pada Ain. Dari lubuk hati terdalamnya, ia ingin mendengar jawaban mengejutkan lagi dari Ain. Malah, ia sedikit berharap kalau Ain bisa menghentikan serangan Agrrav tersebut.

Tapi kali ini Ain hanya terdiam, seolah tengah menunggu sesuatu.

Agak lama Ain terdiam, sampai akhirnya ia mendengar suara yang langsung dikirimkan melalui gelombang pikiran.

"Semua sudah siap, Ain!" pekik Kiev dari atas awan, membuat Ain tersenyum begitu mendengarnya.

"Betul, kita tidak bisa menghentikan tembakan pemusnah Agrrav. Tapi... Sedari awal, aku tidak berniat menghentikannya," ujar Ain menjawab pertanyaan dari Grief.

[•X-Code•]

Energi yang terkumpul untuk menembakkan laser proton berkekuatan tinggi sudah terpenuhi. Seperti sebelumnya, bagian depan Agrrav terbuka lebar, mengeluarkan meriam yang mengarah tepat ke Left Head dari jarak yang sangat jauh.

Ruangan tempat Ain dan Grief berada itu terletak tepat di atas meriam. Ruangan itu berada di bagian paling atas dan paling depan Agrrav. Sehingga mereka bisa melihat dengan jelas cahaya membulat yang muncul dari moncong meriam, siap untuk meluncurkan tembakan pemusnahnya.

Di tengah ketegangan itu, terdengar raungan keras dari angkasa. Raungan yang begitu keras sampai terdengar jelas dari dalam Agrrav.

Tidak lama setelah raungan itu menggema, terlihat sekilas sebuah pesawat anti-gravitasi melesat turun secara horizontal.

Dari jendela besar berbahan kaca tebal yang ada di ruangan itu, terlihat Hecantor yang tengah dikendalikan oleh Kiev melesat turun dengan kecepatan yang sangat tinggi, diikuti oleh sosok naga raksasa yang juga melesat cepat mengejar Hecantor.

"Ragoji?!" celetuk Grief dengan sangat terkejut.

Melihat hal itu, Ain tersenyum dengan perasaan berdebar. Kemudian ia berlari kencang ke arah Ive dan Agna, lalu memeluk mereka dengan erat sambil berpegangan ke sebuah tiang yang ada di dekat sana.

"Berpegang yang erat!" pekik Ain yang langsung dipatuhi oleh Ive dan Agna.

Mendengarnya, Grief juga segera berlari ke tiang terdekat di sana untuk berpegangan dengan erat juga. Ia belum mengetahui apa yang akan terjadi, tapi ia mengambil langkah aman dengan mengikuti apa yang Ain lakukan.

Hecantor melesat dengan cepat ke bawah, lalu dengan sangat cepat pula berbalik arah 180 derajat ke atas sebelum mencapai permukaan tanah.

Pesawat khusus milik Ain itu melesat ke arah Agrrav, masih diikuti oleh sosok naga hitam yang terbang dengan kecepatan tinggi di belakangnya.

Begitu Hecantor akan bertabrakan dengan bagian bawah Agrrav, Kiev membanting stir, berbelok dengan tajam, membuat sang naga yang mengejarnya menabrak bagian bawah Agrrav dengan sangat keras.

Akibat benturan itu, posisi Agrrav berubah drastis. Bagian depannya menghadap ke atas. Mereka yang masih berada di dalam Agrrav terlempar ke bagian belakang Agrrav.

Itulah mengapa Ain dengan cepat berpegangan; agar tidak terpental akibat benturan yang telah ia rencanakan tersebut.

Kemudian, terdengar bunyi dengung yang sangat kencang, diikuti dengan munculnya sinar laser penghancur dari meriam besar Agrrav.

Senjata laser yang semula bertujuan untuk memusnahkan Left Head, kini malah mengarah ke langit, melubangi awan dengan diameter yang sangat besar. Terdengar gemuruh yang sangat kencang dari atas, disertai bunyi ledakan yang teredam oleh jarak saat senjata itu bergesekan dengan atmosfer planet.

Semua yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa terpaku dengan jantung berdegup kencang. Para pasukan Cerberus, pasukan Abaddon, bahkan para penduduk Logard dan Elyosa bisa menyaksikan kejadian itu dengan jelas.

Bagi mereka yang mengetahui betul apa yang terjadi, hanya bisa terpana melihat sinar menembus langit, yang terlihat seolah membuat lubang besar di atas sana. Sedangkan bagi mereka yang tidak mengetahuinya malah merasa panik.

Terjadi kepanikan di beberapa daerah, yang malah menyangka kalau tengah terjadi serangan untuk menghancurkan Logard.

Beberapa saat setelah menembakkan senjata pemusnah itu, Agrrav mulai menyeimbangkan lagi posisi terbangnya.

Grief hanya terdiam tanpa mampu mengucapkan sepatah katapun.

"Kau sampai memanfaatkan Ragoji? Luar biasa... Aku kalah telak," puji Grief sambil tersenyum puas.

avataravatar
Next chapter