7 who are you?

"melihatmu dari jauh meredakan rasa rindu yang menggerogoti diriku"

.

.

.

.

.

.

"kamu...siapa?"

Author pov on

Mentari bersinar begitu terik sehingga panasnya terasa membakar kulit. Tak lupa dengan hembusan angin yang menyertai nikmatnya musim panas yang begitu menenangkan. Tumbuhan pun ikut melambai dan bergoyang merasakan hembusan angin yang bersemangat menerjangnya. Saat anak-anak disibukkan dengan aktifitas yang menyenangkan sembari merasakan hangatnya musim panas berbeda dengan seorang gadis yang merasa bahwa musim panas kali ini membawanya pada ketakutan yang berkelanjutan.

Gadis dengan nama lengkap jung eunbi atau jeon eunha ini begitu ketakutan saat melihat seseorang didepannya. Terlihat dari wajah putihnya yang sudah pucat pasi, keringat pun mengucur deras di pelipisnya, tubuhnya bergetar hebat bahkan kakinya pun tidak sanggup menahan beban tubuhnya yang mengharuskannya untuk bersandar pada pohon disampingnya.

"kelinci kecil... berapa hari kita tidak bertemu ya? Apa kau tidak merindukanku hm?" kata suara itu dengan nada dibuat-buat. Eunha yang mendengar itu pun menjadi merinding tanganya pun bergetar hebat.

"mungkinkah 2 hari? Atau.... lebih?" tanya seseorang itu disertai dengan senyum miringnya.

2 hari?

Selama itukah eunha tidak sadarkan diri?

Eunha mengira ia hanya tertidur selama beberapa menit lalu berada pada dunia yang berbeda. Ternyata ia salah, hari dan waktu telah berganti dan berputar mengatur peran sang mentari untuk terbit dan terbenam.

"kenapa kau berjauhan denganku kelinci kecil? Bukankah tidak sopan apabila kita berjauhan saat berbicara?"kata seseorang itu yang perlahan mendekat dan eunha yang memundurkan langkahnya

'dia gila...dia lelaki psycho...dia pembunuhku dan nayeon....jika aku mendekat maka hidupku yang kedua kalinya akan selesai dengan sia-sia' batin eunha ketakutan

Jika kalian bertanya-tanya apakah dia lelaki yang telah membunuh eunha dan dan nayeon? Benar, dia adalah ravel lelaki pembunuh eunha dan menyiksa nayeon hingga tidak bernyawa.

"hei tenanglah....kematianmu tidak akan secepat itu...aku hanya ingin mengajakmu berbicara" kata ravel dengan seringai nya sembari perlahan mendekat sedangkan eunha semakin memundurkan langkahnya.

'dia benar-benar psycho... jika aku mendekati lelaki itu maka aku akan mati lagi...tidak... aku tidak mau mati' batin eunha ketakutan

Ravel sangat kesal dengan sikap eunha yang keras kepala, ia pun memutuskan untuk menggunakan sihirnya dan menyeret paksa eunha ke arahnya.

"viens plus près de moi" kata ravel mengucapkan sebuah mantra.

Eunha merasa sesuatu menariknya secara paksa ke arah lelaki dengan hoodie hitam yang menutupi seluruh wajahnya itu. Ia mempertahankan pegangannya pada pohon tetapi angin yang menariknya begitu kuat sehingga menyebabkan pegangannya terlepas dari pohon tersebut. Kini badanya terlempar ke arah lelaki dengan hoodie hitam itu, eunha pun memejamkan matanya saat merasa tubuhnya seperti terlempar.

Eunha berpikir bahwa ia akan bertabrakan dengan pohon yang kuat atau membentur dinding yang keras atau yang lebih parahnya ia akan langsung pingsan dan berdarah karna membentur kursi besi di taman tersebut. Tetapi semua perkiraannya meleset jauh saat menyadari bahwa dirinya baik-baik saja dan mulai merasakan kehangatan, seperti dirinya sedang dipeluk seseorang.

Eunha yang menyadarinya jika ia sedang berpelukan dengan seseorang pun langsung membuka lebar mata bulatnya itu, ia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menyadarkan diri dari keterkejutannya. Eunha terkejut bukan karna di peluk melainkan ia lebih terkejut dengan orang yang sedang memeluknya saat ini, orang yang eunha takuti kini tengah memeluknya.

'ini terlalu dekat!' batin eunha berteriak ketakutan.

Tetapi dari jarak yang sedekat ini dapat eunha lihat wajah tampan milik lelaki berhoodie hitam itu. Wajah putih pucat yang dimiliki lelaki itu dengan aura dingin yang terpancar menunjukkan kesan tampannya. Ditambah dengan mata kecoklatan dan sedikit kantung mata yang ia punya menambah kesan misterius yang melekat disana, jika eunha tidak mengetahui bahwa lelaki itu yang telah membunuhnya mungkin saja ia sudah mengagumi pria dihadapannya ini.

Sejenak ia menatap ravel tetapi sang lelaki hanya menunjukkan tatapannya yang menajam ke arah eunha dan itu semakin membuat eunha merasa ketakutan. Saat eunha ingin menjauhkan diri dari pria itu, ravel semakin mengeratkan pelukannya membuat eunha susah untuk bergerak bebas dan itu membuat rasa kekhawatirannya meningkat. Keringat terus saja mengucur di pelipisnya, tubuhnya semakin bergetar hebat dan kepalanya semakin menunduk berharap untuk tidak menatap ke arah matanya.

"sekarang tubuhmu sedang bergetar?" tanya ravel dengan smirk yang tercetak sembari terus menatap eunha.

"tatap mataku.." lanjut ravel menatap tajam ke arah eunha yang menundukkan kepalanya. Eunha tetap menundukkan kepalanya tidak ingin menatap pria itu.

"tatap mataku!" kata ravel dengan sedikit meninggi kan suara dan hal itu semakin membuat tubuh eunha bergetar dan menundukkan kepalanya lebih dalam.

'ternyata kau tetap keras kepala seperti dulu' batin ravel menatap eunha dengan seringainya.

"falisa! lihat aku!" kata ravel dengan nada meninggikan suaranya. Eunha pun mengernyitkan dahi pertanda ia bingung dengan apa yang di ucap kan oleh pria itu, sejenak ia mulai merasa penasaran akan tetapi rasa penasarannya kalah dengan ketakutan yang hadir didirinya.

'falisa? siapa dia? kenapa dia memanggilku begitu?' batin eunha bertanya tanya

"falisa! lihat dan tatap mataku!" kata ravel yang semakin meninggikan suaranya karna kesal dengan keras kepala eunha.

'aku harus melepaskan diri dari pria gila ini dan segera pergi dari sini' batin eunha ketakutan

"falisa aku bilang li--" kata ravel yang sudah terpotong

"namaku bukan falisa" cicit eunha kecil dan berusaha untuk mengangkat kepalanya menatap pria dihadapannya itu sedangkan ravel tersenyum tipis melihat eunha.

"akhirnya kau mau menatap mataku" kata ravel dengan senyum miringnya, membuat eunha yang melihatnya dari jarak sedekat itu menjadi merinding.

'aku harus segera pergi dari sini' batin eunha kembali ketakutan

"kenapa membuatmu untuk menatapku sangat susah? hm..." kata ravel dengan nada yang mulai melembut, tetapi menurut eunha nada bicara lelaki itu sangatlah menyeramkan.

"apa caraku membunuhmu itu sangat menyakitkan hm?" tanya ravel dengan nada selembut mungkin sembari menatap eunha dengan lekat. Eunha diam menutuskan untuk tidak mengeluarkan suara dan memilih untuk tetap menatap mata lelaki itu.

"apakah rasanya begitu menyakitkan?" kata ravel dengan mengusap rambut indah milik eunha. Eunha merasa bingung dengan ravel yang memperlakukannya dengan manis bukankah lelaki itu sendiri yang membunuhnya? Tapi kenapa tatapan matanya penuh dengan penyesalan? pertanyaan itulah yang terus terputar di fikiran eunha.

"aku sangat merindukanmu sayang" kata ravel yang langsung memeluk eunha sedangkan eunha mengernyitkan bingung dengan lelaki ini.

'apa dia memiliki penyakit semacam bipolar?' batin eunha yang menebak

"jangan pernah tinggalkan aku lagi" kata ravel tetap memeluk eunha sedangkan eunha semakin bingung dengan ucapan pria itu.

'meninggalkannya? Bahkan aku saja tidak mengenalnya... Bagaimana bisa meninggalkannya?' batin eunha kebingungan

Ravel semakin mengeratkan pelukannya sehingga membuat eunha merasa sesak dan ia juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan leluasa. Eunha memukul dada bidang pria yang memeluknya tetapi tidak ada respon yang ditunjukkannya membuat eunha bingung seketika. Saat eunha ingin kembali memukul dada bidang ravel tiba-tiba suara bariton terdengar di telinganya

"tolong biarkan seperti ini sebentar" kata ravel dengan nada berbisik di telinga eunha. Eunha pun kembali diam tidak memberontak seperti tadi.

"apa kau tau?" kata ravel yang kini kembali berbicara sembari tetap memeluknya

"aku sangat membenci kau berdekatan dengan laki-laki lain" lanjut ravel dengan nada berbisik di telinga eunha. Eunha diam pertanda ia tidak mengerti perkataan ravel, karna eunha saat itu sedang memutar semua pertanyaan yang bersarang di kepalanya untuk berusaha mencari jawabannya, jadi ia sedikit tidak begitu memahami yang ravel ucapkan.

"seharusnya yang memberikanmu nama bukanlah pria itu melainkan diriku" kata ravel dengan penekanan di kata terakhirnya. Eunha tetap pada kebingungannya, berusaha untuk mencerna ucapan ravel.

'maksudnya jungkook?' batin eunha berpikir

"tapi sudah terlambat penulis sudah menuliskan nama itu untukmu" lanjut ravel dengan nada lesu dan eunha semakin bingung dengan perkataan pria yang sedang memeluknya.

"ma...maksudmu?" kata eunha yang sedikit takut sedangkan ravel tersenyum tipis di pelukan eunha karna mendengar nada bicara eunha yang terlihat ketakutan.

"tidak perlu takut sayang" kata ravel dengan nada dibuat selembut mungkin sedangkan eunha sudah dibuat merinding dengan ucapan ravel

"aku tidak akan membunuhmu selama kamu mengikuti alurnya" lanjut ravel dengan nada dibuat-buat dan smirk di wajahnya. Eunha pun semakin takut dengan pria yang memeluknya ini tapi otaknya masih berpikir keras untuk mencerna ucapan ravel.

'aku yakin jika pria ini adalah psycho yang memiliki penyakit bipolar... sebaiknya aku tidak berdekatan dengannya' batin eunha kembali ketakutan

Bisa ravel rasakan bahwa tubuh gadis mungil yang sedang ia peluk ini kembali bergetar dengan hebatnya bahkan tubuhnya sangatlah kaku dan tegang sepertinya ia sangat ketakutan dengan ucapan ravel. Akhirnya ravel mengetahui jika gadis mungil ini sedang ketakutan karna ucapannya lantas ia pun melonggarkan sedikit pelukannya.

"jangan takut... aku tidak akan menyakitimu fal--"kata ravel yang berusaha untuk menenangkan eunha tetapi eunha sudah lebih dulu memotong ucapannya.

"bisa tolong lepaskan aku?" kata eunha dengan kepala tertunduk dan suara yang sedikit meninggi.

"tidak" kata ravel dengan nada sedikit dingin

"lepaskan aku" kata eunha lagi tapi dengan nada bergetar sedikit serak. Ravel menyadari jika eunha sedang menahan tangisnya akhirnya ia memilih untuk mengalah dan melepaskan pelukannya. Saat menyadari ravel melepaskan pelukanya eunha pun langsung memberikan jarak yang cukup jauh dan itu membuat ravel menatapnya datar.

'sebaiknya aku harus segera pergi dari sini' batin eunha ketakutan melihat raut wajah ravel

Eunha pun dengan perlahan berbalik memunggungi ravel yang masih menatapnya tajam. Ravel bukanlah orang yang bodoh untuk bisa ditipu oleh gadis mungil dihadapannya ini, ia mengetahui jika eunha ingin berlari menjauhinya tapi ravel membiarkan eunha berbuat semaunya.

Eunha melangkahkan kaki nya dengan cepat, ia kini sangat ketakutan bahkan air mata sedikit lolos dari matanya tapi dengan cepat ia menghapusnya. Ia benar-benar ketakutan saat ini, karna malaikat pencabut nyawa nya berdiri dihadapannya dan bisa menusuknya kapan saja tetapi eunha hanya terdiam saat menerima perlakuan manis dari lelaki itu.

Ia sungguh sangat menyesal telah berlama-lama dengan lelaki gila itu. Kini eunha berlari tanpa arah di lorong-lorong sekolahan itu masih dengan tubuh yang sedikit bergetar. Pikirannya hanya tertuju pada lelaki gila yang membunuhnya itu, ia sangat berharap bahwa lelaki itu tidak mengejarnya dan eunha tidak akan pernah mau bertemu lagi dengannya.

Tapi lain hal nya dengan ravel yang masih berada ditaman sekolah itu, ia masih menatap sendu ke arah lorong tempat eunha berlari. Eunha berlari ketakutan saat berdekatan dengannya bahkan untuk menatap matanya pun ia harus memaksanya terlebih dahulu dan itu membuat dadanya sesak.

Saat sibuk memandang sendu ke arah lorong kosong itu tiba-tiba sebuah suara bergema di indra pendengarannya membuat suara berdegung yang kencang dan itu menyebabkan tangannya tergerak untuk menutupi telinganya yang merasa kesakitan.

nging~

"akh!" erang ravel tiba-tiba merasa kesakitan sembari menutupi telinganya dan sedikit menundukkan kepala saat merasakan nyeri yang menjalar.

nging~

"AKH! sakit sekali!" erang ravel masih dengan kesakitan, saat ini ia sedang terduduk di rerumputan taman itu untuk menahan sakitnya.

nging~

"AKH! hentikan!...akh! kumohon hentikan" erang ravel dengan sakitnya, kini posisinya buruk sekali ia sangatlah tersiksa dengan ini semua bahkan telinganya pun kini telah mengeluarkan darah segar.

Darah terus mengalir dari telinganya bahkan tangan yang ia gunakan untuk menutupi telinganya kini telah berwarna merah sepenuhnya. Matanya pun terpejam merasakan sakit yang menjalar pada telinganya, keringat terus saja mengucur dari pelipisnya. Karna tidak tahan dengan rasa sakitnya ravel pun langsung tertidur lemas di rerumputan itu dengan gumaman yang tak berdaya.

"hentikan...kumohon hentikan" gumam ravel terus menerus masih dengan tangan ditelinga dan mata yang tertutup jangan lupakan darah yang mengalir semakin deras dari telinganya.

nging~

Darah itu terus saja mengalir dengan bau anyir yang semakin pekat bahkan separuh wajahnya pun kini telah tertutup oleh warna merah yang berasal dari telinganya. Ia sangat tidak berdaya dengan darah yang masih saja mengalir,sungguh ini rasanya sangat menyakitkan! Saat ia ingin menutup matanya ravel pun menggumamkan sesuatu.

"kumohon hentikan...maafkan aku....aku janji tidak akan mengulanginya" gumam ravel pada akhirnya sebelum menutup mata. Setelah mengatakan itu ravel pun telah memejamkan matanya dan suara yang berdengung itu perlahan menghilang dengan darah yang sudah berhenti mengalir dari telinganya .

"hahaha akhirnya kau mengatakan itu hahaha"kata sebuah suara yang tiba-tiba muncul di taman itu.

"aku sangat menyukai saat kau memohon dan meminta maaf padaku hahaha" lanjut suara itu dengan tawa nya.

"..." ravel masih pada mata yang terpejam dengan tubuh lemasnya

"dasar bodoh!" kata suara itu yang tiba-tiba menajam.

"ku peringatkan sekali lagi padamu ravel" kata suara itu kepada ravel yang sedang memejamkan matanya.

"kau disini hanya untuk membunuh! Kau mendengarnya bukan? Hanya untuk membunuh" kata suara itu dengan menekan kata terakhir

"Dan kau adalah budak yang akan terus mengikuti perintahku! Kau tidak diperbolehkan untuk bergerak semaumu! Jadi berhentilah dan jangan melawan lagi!" kata suara itu dengan penekanan.

"..." ravel masih dengan mata terpejam dan tidak ada pergerakan dari tubuhnya.

"kau mencari falisa bukan?" tanya suara itu dengan tajam.

"Akulah falisa mu ravel" kata suara itu dengan sedikit melembutkan suaranya.

"aku adalah falisa mu ravel! Aku FALISA ravel! Sadarlah!" kata suara itu yang tiba-tiba meninggi

"jadi menurutlah padaku!" kata suara itu dengan nada yang tetap meninggi.

"Dan tetap jadilah bidak caturku" kata suara itu pada akhirnya yang tiba-tiba menghilang.

Ravel masih dengan tubuh lemah dan tidak berdaya di taman itu,sekujur tubuhnya tergeletak lemas disana, matanya tetap terpejam dengan setetes air mata yang berjatuhan. Tetapi sedari tadi sepasang mata terus memperhatikan dari balik pohon di pojok taman tersebut dari mulai eunha yang pergi meninggalkan ravel sampai dengan sebuah suara yang tiba-tiba muncul, semua itu tak luput dari penglihatanya. Saat merasa semua telah selesai ia pun menggumamkan sesuatu dan pergi dari sana.

"sebenarnya siapakah kamu ravel?"

avataravatar
Next chapter