Dyanra terlihat sedang menyiapkan bekal makan siang untuk Raihan. Dia berencana akan mengantarkannya ke rumah sakit. Sudah terlihat beberapa lauk pauk yang Dyanra masukkan ke dalam kotak bekal. Dia tinggal bersiap-siap. Setelah itu berangkat ke rumah sakit.
Di rumah sakit terdapat Raihan, yang sedang terburu-buru masuk ke dalam ruang ICU. Di dalam ruangan tersebut terlihat seorang pasien yang berbaring di brangkar rumah sakit. Terdapat berbagai macam alat yang menempel di tubuhnya. Pasien itu adalah korban kecelakaan beruntun. Sudah berapi minggu dia mengalami koma dan belum ada sanak keluarga yang datang mencarinya.
"Bagaimana keadaan pasien sus? Tanya Raihan
"Pasien sempat mengalami kejang-kejang dok, itu sebabnya saya memanggil dokter ke sini," jawab suster tersebut. Mendengar ucapan suster itu. Raihan langsung memeriksa pasien tersebut.
Dyanra telah sampai di rumah sakit. Dia berjalan melewati lobby rumah sakit. Mencari ruangan Raihan. Akan tetapi Dyanra belum tau ruangan Raihan dimana. Dia berinisiatif bertanya ke salah satu suster yang berada di lorong rumah sakit.
"Sus, mau tanya. Ruangan dokter Raihan dimana ya?" Tanya Dyanra. Suster yang mendengar Dyanra menanyakan dokter Raihan. Melihat Dyanra dan meneliti penampilannya dari atas sampai bawah.
"Anda siapanya dokter Raihan ya?" Tanya sang suster.
"Saya istrinya dokter Raihan," jawab Dyanra. Suster yang mendengar ucapan Dyanra tersebut kaget dan segera memberitahu Dyanra di mana keberadaan ruangan dokter Raihan.
Sesampainya di depan ruangan Raihan. Dyanra mengetok pintu ruangan tersebut. Akan tetapi tidak ada yang menjawab. Diapun memilih duduk di kursi ruang tunggu. Menunggu Raihan yang mungkin saja masih menangani pasien.
Setelah 15 menit Dyanra menunggu. Datanglah dokter Raihan yang kelihatan capek. Dasinya sudah tidak terpasang dengan benar. Dua kancing kemeja teratasnya sudah terbuka. Dyanra yang melihat itu prihatin melihat suaminya.
Raihan yang dari tadi belum sadar akan keberadaan Dyanra di depan ruangannya. Di kagetkan ketika mendengar suara Dyanra.
"Mas!" panggil Dyanra
"Loh kok kamu disini? Tanya Raihan kaget.
"Aku bawa bekal makan siang untuk mas," jawab Dyanra
"Kamu sudah lama di sini?" Tanya Raihan kembali
"Sudah! Sudah! Hampir jamuran kali mas aku tunggu kamu disini," jawab Dyanra main-main
"Maafin mas ya, tadi mas habis tanganin pasien," ucap Raihan mengandeng tangan Dyanra masuk ke ruangannya.
Dyanra yang baru masuk ke rungan Raihan. Langsung duduk di sofa dan membuka bekal makan siang yang dibawa tadi. Setelah itu menyuruh Raihan untuk makan.
"Wah…enaknya," ucap Raihan menikmati makanan yang dibawah Dyanra. Dynara dari dulu memang jago dalam hal memasak. Dari kecil dia sudah diajari memasak oleh ibunya. Saat melihat bumbu-bumbu dapur dia langsung tau apa yang harus dimasak.
"Kamu yang masak ini semua?" Tanya Raihan. Sebenarnya Raihan tau Dyanra yang memasak ini semua. Akan tetapi dia hanya ingin menggoda Dyanra.
"Ya iya lah, memang mas pernah liat aku pesan makan di luar," jawab Dyanra sewot.
Raihan yang melihat raut wajah Dyanra yang seperti itu tiba-tiba ingin tertawa dengan keras. Namun masih dia tahan. Raihan masih menjaga image di depan Dyanra.
"Mas, habis ini masih ada pasien nggak yang harus di tangani?"
"Sudah tidak ada, tapi mas harus cek keadaan pasien dulu sebelum pulang."
"oh."
"Kamu mau tunggu mas atau mau langsung pulang?"
"Aku…"
TRING….TRING….TRING
Sebelum Dyanra menyelesaikan ucapannya tiba-tiba ponselnya berbunyi.
"Halo!" ucap Dyanra menjawab sang penelepone
"Dyanra. kamu dimana sayang?" Tanya sang penelepone
"Dy lagi dikantor mas Raihan," jawab Dyanra
"Siapa?" Tanya Raihan. Melihat Dyanra yang telah selesai menerima telfon.
"Dari mama mas. Mama ngajak Dyanra ke mall. Katanya mau belanja keperluan rumah," jawab Dyanra memasukkan kembali ponselnya kedalam tas.
"Jadi kamu mau langsung ke rumah mama?"
"Iya, aku pamit dulu ya mas," pamit Dyanra mencium tangan Raihan dan keluar dari sana.
Diluar ruangan Raihan, terlihat Dyanra sedang membalas pesan dari seseorang. Setelah membalas pesan itu Dyanra pun keluar dari rumah sakit. Di dalam perjalanan menuju rumah mertuanya. Dyanra tiba-tiba berhenti disebuah café kecil pinggir jalan. Terlihat dia sedang memasuki café tersebut dan mengedarkan pandangannya mencari seseorang.
"Dyanra!" teriak pengunjung café yang sedang duduk di meja paling pojok memanggil Dyanra.
"Kok kamu tiba-tiba hubungin aku sih?" Tanya Dyanra, tadi saat Dyanra dalam perjalanan menuju rumah mertuanya. Dia tiba-tiba di hubungi oleh temannya ini. Dyanra mengenal Jo beberapa hari yang lalu ketika Dyanra berjalan-jalan sendiri di taman dekat Apartement. Dan Dyanra hampir di copet pada saat itu. Untung ada Jo yang menolongnya.
"Kangen aja," ucap Jo. Dyanra yang mendengar ucapan Jo, merolingkan matanya. Dyanra tau Jo ini tipe-tipe cowok playboy yang suka tebar pesona sana sini. Masih untung sih kalau dia tidak tebar benih sana sini juga.
"Iya, aku ada urusan, kalau nggak ada yang mau kamu bicarain, Aku pamit dulu, lain kali aja kita ngobrol lagi," jawab Dyanra. Berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah pintu café. Sebelum Dyanra keluar dari café tiba-tiba Jo berlari dan menarik Dyanra menghadapnya.
"Tapi aku boleh chat atau telepone kamu kan?" Tanya Jo
"Iya boleh," jawab Dyanra sambil tersenyum kepada Jo. Setelah itu berpamitan.
Sementara itu di rumah sakit. Raihan terlihat menghubungi seseorang.
"Ok! Saya akan kesan, tapi saya harus pulang dulu, takut istri saya mencari."
"Siap bos!"
Sementara itu di dalam mall sudah ada Dyanra dan mama Ratna yang sedang asik melihat-lihat pakaian dari beberapa toko yang ada di mall. Tadi niat ingin mencari keperluan rumah, tapi tiba-tiba mereka tergoda saat melihat pakaian-pakaian yang terpajang di mall itu.
Dyanra memilih beberapa baju kemeja untuk Raihan dengan warna-warna soft dan juga cerah. Dyanra bosan melihat Raihan memakai kemeja hitam terus, jika bukan hitam pasti ujung-ujungnya biru navi. Jadi Dyanra berinisiatif untuk membelikan yang berwarna cerah. Katanya sekali-kali mas Raihan harus pakai kemeja bewarna cerah.
Setelah membeli beberapa keperluan rumah. Dyanra dan mamah Ratna memilih untuk cepat pulang. Meskipun dia belum puas keliling mall, akan tetapi Dyanra takut suaminya sudah ada di Apartement. Apalagi sudah jam enam sore.
Dyanra telah sampai di Apartementnya. Disana sudah ada Raihan yang sedang duduk di sofa ruang keluarga, menonton Tv sambil memakan cemilan yang memang sudah Dyanra siapkan untuk menemani acara nonton Tv mereka.
"Sudah pulang?" ucap Raihan yang melihat Dyanra sedang menenteng banyak belanjaan. Raihan yang melihat Dyanra kasusahan membawa belanjaanya. Membantu Dyanra dan meletakkannya di meja.
"Iya mas!"
"Kamu beli apa aja sih, kok lama banget di Mallnya?" Tanya Raihan.
"Berapa keperluan keluarga aja sih, sama kemeja untuk mas," jawab Dyanra. Membongkar seluruh belanjaan yang dibawa tadi.
"Loh..kok kamu beliin mas kemeja lagi, kemeja mas kan banyak di lemari?" Tanya Raihan lagi. Melihat Dyanra yang masih asik membongkar belanjaan. Bukannya Raihan pelit, tapi ujung-ujungnya itu baju akan menumpuk juga di lemari.
"iya Dy tau, tapi kemeja mas suram semua, takutnya hidup mas juga ikut suram," celetuk Dyanra.
"Nah…ini dia kemejanya!" seru Dyanra. memegang kemeja bewarna merah muda, kuning, biru muda dan beberapa warna cerah lainnya. Raihan yang melihat itu shock berat. Raihan membayangkan jika dia memakai kemeja itu. Seorang dokter tampan dan gagah tiba-tiba memakai kemeja berwarna cerah apa kata orang di rumah sakit nanti.
"Kok, warnanya begitu?"
"Memang kenapa dengan Warnanya, bagus kok kemejanya apalagi kalau mas Raihan yang pake, nanti tambah ganteng, serius deh?"
"Iya, kemajanya bagus, tapi warnanya terlalu mencolok. Apa kata orang nanti, tiba-tiba mas pake baju warna begitu."
"Pokoknya mas harus pake, kalau nggak Dy ngambek!" Seru mempotkan bibirnya enggan menatap Raihan
Raihan yang melihat Dyanra kesal, mau tidak mau harus menuruti keinginan Dyanra. Dyanra kalau sudah marah akan mendiaminya berhari-hari.
"Ya! Mas pake tapi jangan ngambek, mas nggak sanggup di diemin berhari-hari sama kamu."
Pernah beberapa minggu yang lalu Dyanra mendiaminya. Alasannya karena Raihan begadang terus dan tidak pernah keluar dari ruang kerjanya hingga pagi. Jadi besok paginya ketika dia masuk ke kamarnya. Raihan melihat Dyanra yang terus mendiaminya, di ajak bicarapun enggan. Jadi Raihan tidak akan mau coba-coba lagi membuat Dyanra kesal atau marah.
Keesokan paginya, di dalam kamar, ada Dyanra yang sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ya akhirnya Raihan memutuskan untuk menyekolahkan Dyanra kembali. Setelah berdiskusi dengan orang tuanya dan juga Dyanra. Mereka tidak ingin membuat Dyanra putus sekolah, meski Dyanra sudah menjadi seorang istri, tapi dia juga pasti memiliki cita-cita yang ingin diraih.
"Mas, Dy cantik gak?"
Raihan yang mendengar Dyanra bertanya kepadanya, melihat Dyanra dan mengamati penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Rok pendek sebatas lutut, kemeja sekolah yang dua kancing teratasnya di buka, rambut yang terurai indah.
"Cantik.., tapi kancing dulu kemajanya," suruh Raihan yang melihat dua kancing kemeja atas Dyanra yang terbuka.
"Sudah dikancing kok."
"Itu kancing yang paling atas belum, kamu mau menggoda para pria hidung belang di sekolah kamu?" tanya Raihan dengan wajah datar. Raihan kesal. Dyanra ini termasuk jajaran gadis sexy. Memiliki payudara yang lumayan besar, dan tidak mungkin para pria di sekolah itu tidak tertarik dengan Dyanra, jika melihat penampilan Dyanra yang seperti itu.
Dyanra yang melihat Raihan menampilkan wajah datarnya menunduk takut. Karena Raihan baru kali ini menampilkan wajah datarnya kepada Dyanra, yang selama ini Dyanra lihat hanya sosok Raihan yang lembut dan sangat menyayanginya.
"Kenapa menunduk?" Tanya Raihan kembali, sembari berjalan ke arah Dyanra, kemudian memegang wajah Dyanra dan menarik wajah itu agar melihat ke arahnya. Raihan dapat melihat mata Dyanra yang berkaca-kaca dan siap menumpahkan air matanya. Raihan bertanya-tanya sendiri kepada dirinya, apakah Dyanra takut dengannya.
"Hei kamu kenapa?" Tanya Raihan, sembari membawa Dyanra kedalam pelukannya
"Kamu takut ya, maafin mas," ucap Raihan mengelus pundak Dyanra dan mencium pucuk kepalanya.
"Mas jangan ngomong kayak gitu lagi, Dy takut," ucap Dyanra yang masih sesegukan di pelukan Raihan.
"Iya, mas nggak akan ngomong kayak gitu lagi, tapi kamu harus nurut sama mas, kancingin kemejanya, atau kamu mau mas yang kancing," goda Raihan
"Aku bisa sendiri kok," jawab Dyanra gelagapan.