1 Women Falls

Di kaki kota yang mulai padat nan ramai, sepasang sepatu coverse hitam melangkah cepat menuju satu arah. Melambaikan tanganya cepat, si pemilik sepatu berusaha menghentikan bus sebelum benar-benar melaju. Untunglah dia cepat tanggap, masuk kedalam bus penuh penumpang dengan hasil tak dapat bangku tunggangan. Bus melaju di antara pesepeda dan mobil orang kaya yang memadu klakson. Kaca-kaca gedung perkotaan mulai panas di timpa mentari pagi.

Pria itu, Joe mulai cemas melirik jam hitam yang setia melingkar di pergelangan tanganya. menit terus berlalu sedang dia masih belum juga sampai di tujuanya.

sial! rutuknya.

Jika saja sang Ibu tidak sengaja menjatuhkan jam weker milik Joe, tidak ada insiden kesiangan berjamaah seperti ini.

Bus berhenti di setiap halte pemberhentian. Para penumpang yang tadinya mendesak, keluar layaknya ikan yang di sebar di kolam. sayangnya, masih tak tersisa bangku untuk Joe duduki. Mengcoba menghilangkan rasa cemas, pria itu melirik jalanan lewat jendela. menghitung berapa penumpang yang tersisa hingga atensinya tersita pada satu wanita.

Tepat duduk di depan Joe, wanita itu menunduk dengan mata yang menatap Joe heran. Joe yang di tatap pun juga jadi heran. Apa gadis itu mengenalnya?

Joe menggerakan tanganya, mengisyaratkan apa kamu mengenalku? tapi gadis dengan earphone terpasang di telinganya malah mengalihkan pandangan. Mengabaikan Joe dengan memeluk buku tebalnya erat-erat lalu bergumam pada dirinya sendiri.

Joe sedikit heran. Bus berhenti di tempat tujuan, dan pria itu mencoba mengabaikan gadis aneh tadi.

***

Lucia bersiul sembarangan. Bersenandung senang karna part kerjanya selesai pukul sebelas tepat. Hari yang panas saat tanggal bertemu dengan teman kencanya akan di mulai. Mengepak seragam dan celemeknya, gadis berambut ikal terang itu memasukan barangnya dalam kotak loker.

"Hari yang panas untuk kencan buta,Luci."

Lucia yang merasa terpanggil, mengangkat alisnya keatas. Bersiul lagi dengan nada meledek.

"Hari yang panas untuk melakukan sesuatu yang panas,Jea." kemudian dia terbahak.

"Dasar murahan! kapan kamu akan mengganti earphone ku yang kamu rusak kemarin?" cecar gadis bernama Jea.

"ck! sayangku, tunggu saat Lucia dapat uang ya. Lagian earphone lamamu masih berfungsi kan? Gunakan itu dulu sementara. secepatnya akan ku ganti dengan yang baru. Aku sudah terlambat. dah!"

Jea menghela napas kasar. Memandang kepergian Lucia yang menyebalkan. Mendumel pelan, Jea kembali memakai sarung tangan latexnya dan bersiap bekerja.

Jam makan siang sebentar lagi tiba. Restoran cepat saji tempat Jea bekerja mulai meramai. Lalu lalang pembeli yang mengantre terus berlanjut seakan tiada henti.

Dua kaki Jea mulai kesemutan. Menggumam, gadis itu merubah raut wajahnya seketika. "Anda ingin pesan apa?" air muka yang tadinya ramah berubah masam.

Gadis itu mencoba mengendalikan diri, meremas tanganya erat-erat. Seorang gadis kecil terlihat kesulitan membaca menu. Sang ayah yang di sebelahnya mencoba membantu dengan menunjuk menu apa yang akan di pilih oleh anaknya. Mereka lumayan lama memilih, membuat antrean semakit padat dan mengular.

"Dua cheese burger, satu pepsi dan es krim vanila."

Memaksakan senyum, Jea membalas ramah "Baik. Tunggu sebentar, segera kami buatkan." tak menunggu lama, pesanan pun jadi. "Ini pesanan anda. terima kasih dan silahkan datang kembali."

Selepas bunyi bel angin di pintu berbunyi, Jea baru merasa lega. Tangan yang semula bergetar kini sedikit tenang. Sisa keringat dingin di hapusnya dengan tisu. Mengembalikan fokusnya lagi, Jea kembali melayani pelanggan berikutnya.

"Double beef dan soda. aku akan makan disini."

Ada keterkejutan dimata Jea yang sanggup gadis itu tutupi. Tersenyum ramah adalah topeng dari pelayan seperti dirinya.

"Oke, saya ulang. Double beef dan soda. silahkan tunggu." gadis itu pura-pura sibuk.

Melirik sesekali mengamati pelanggan yang berdiri memainkan ponsel di depanya. Memutar kembali memori kemarin pagi, sepertinya Jea tidak salah mengenal lelaki itu. Dia adalah pria yang menatapnya di Bus.

segala asumsi memutar di otaknya. Apakah pria itu menguntitnya? Dia menguntit Jea dari bus sampai tempat Jea bekerja. Apa pria itu juga tahu dimana tempat Jea tinggal?

Itu membuat bulu kuduk berdiri!

"Ini pesanan anda." tanpa senyuman, Jea buru-buru memberikan tray pesanan milik pria bertopi tadi. Lalu mengamati dimana pria itu akan memilih tempat duduk sembari melayani pembeli.

Hari damai Jea La Epione sepertinya akan terusik!

avataravatar
Next chapter