11 EMPAT BREWOK DARI GOA SANGGRENG

Dia masih juga mencabuti rerumputan yang bertumbuhan di makam itu. Dia sama sekali tak mengacuhkan derap kaki kuda yang menggeru di belakangnya karena menyangka bahwa itu adalah kuda-kuda yang biasa lalu lalang di tempat tersebut. Tapi tangannya yang halus itu berhenti mencabuti rerumputan ketika di belakangnya terdengar suara tertawa seseorang.

"Ha ha ha..., inikah manusia yang menjadi anak tunggal keparat Kalingundil?!"

Gadis enam belas tahun yang berlutut di muka makam itu putar kepala. Empat orang penunggang kuda dilihatnya berjejer di belakangnya. Penunggang kuda yang paling depanlah yang tadi tertawa dan buka suara. Tubuhnya jangkung, berewoknya lebih lebat dari berewok tiga manusia lainnya, tampangnyapun lebih angker.

"He he he..., cantik juga parasnya huh?!" kata laki-laki ini yang tak lain dari Bergola Wungu adanya.

"Tapi sayang, kepalanya musti kita pisahkan dari badannya. Bukankah demikian, Bergola Wungu?!"

"Betul, tapi tak perlu cepat-cepat. Agaknya dia bisa memuaskan seleraku dan kalian semua!" Keempat orang itu tertawa bekakakan.

"Kunyuk-kunyuk hitam berewok! Kalian siapa?!" bentak gadis berbaju biru. Dengan enteng dia berdiri. Tangan kanan memegang hulu pedang yang tersisip dipinggang.

"Eh, galak juga betina ini!", kata Ketut Ireng.

"Tapi kalau kau mau kenal kami, aku tak keberatan untuk memperkenalkan diri. Namaku Ketut Irenga. Ini Bergola Wungu. Yang ini, yang gemuk pendek Seta Inging dan ini yang matanya jereng Pitala Kuning. Nah... nah... sekarang kau tak keberatan kasih tahu namamu?" Keempat orang itu tertawa lagi.

"Manusia edan! Berlalulah dari hadapanku! Kecuali kalau mau rasa tebasan pedangku!"

"Ah, besar mulutnya sama saja sama bapaknya!", kata Bergola Wungu sambil usap-usap berewoknya. "Ketahuilah kami datang untuk mengirim bapakmu ke liang kubur. Itupun kalau ada liang kubur yang masih mau menerimanya!"

"Mulutmu terlalu besar monyet berewok!", hardik gadis itu. "Aku mau lihat apakah juga cukup besar untuk menerima ujung pedangku ini?!"

Diiringi dengan pekik yang membising maka berkiblatlah sebatang pedang ke arah kepala Bergola Wungu! Kejut keempat orang itu, terutama Bergola Wungu sendiri tidak terkirakan. Kalau tidak cepat dia buang diri dari punggung kuda pastilah kepalanya akan terbelah dua. Tapi selagi tubuhnya melayang di udara, maka saat itu pula pedang di tangan si gadis sekali lagi membabat sebat. Bergola Wungu membentak keras dan jungkir balik ke samping kiri. Pedang si gadis yang seharusnya membabat kutung pinggangnya kini menemui sasarannya di leher kuda tunggangan Bergola Wungu.

Kuda itu meringkik dahsyat sebelum meregang nyawa. Menggelepar-gelepar dengan leher hampir putus. Kuda-kuda yang lainnya latah meringkik dan menjadi binal melihat muncratan darah. Untung saja tiga penunggangnya sudah melompat lebih dahulu. Kalau tidak pastilah mereka akan dilempar mental! Tiga ekor kuda itu seperti gila kemudian lari menghambur menerjangi batu-batu nisan pekuburan!

"Iblis betina!", kertak Bergola Wungu. "Meski kau punya tampang cantik dan tubuh mulus, apa kau sangka aku ragu-ragu untuk menebas kau punya batang leher?!"

"Jangan jual bacot kunyuk berewok! Lihat pedang!" pedang di tangan si gadis itu berkelebat lagi lebih cepat dan sebat.

"Sreet...!"

Bergola Wungu cabut golok panjangnya. Dan....

"Trang...!"

Dua senjata beradu keras di udara memercikkan bunga api yang menyilaukan mata. Tangan Bergola Wungu tergetar kesemutan sedang si gadis baju biru terpental beberapa langkah ke belakang. Pedang di tangannya hampir saja terlepas! Meski tahu kalau tenaga dalam dan ilmu silat manusia berewok itu lebih tinggi dari padanya, namun gadis yang keras hati ini tidak menjadi kecut.

Dengan lengkingan dahsyat yang keluar dari tenggorokannya maka berubahlah tubuhnya menjadi bayang-bayang. Sinar pedang menggebubu membungkus tubuh Bergola Wungu! Tapi Bergola Wungu bukan manusia hijau dalam dunia persilatan. Bukan anak kemarin. Percuma dia malang melintang belasan tahun menjadi pemimpin dari Empat Berewok dari Goa Sanggreng. Sekali dia enjot kedua kaki maka tubuhnyapun lenyap dari pemandangan.

"Breet... breet... breet... breet...!!!"

Gadis baju biru terpekik dan keluar dari kalangan pertempuran. Mukanya merah gelap ketika menyadari bagaimana ujung golok Bergola Wungu telah membuat lebih dari sepuluh robekan pada pakaiannya sehingga gadis itu kini hampir berada dalam keadaan setengah telanjang!

"Manusia binatang!" rutuk gadis baju biru. "Hari ini aku mengadu nyawa terhadapmu!"

Dengan segala kekalapan dia menyerbu ke muka. Pedangnya menderu laksana topan. Bergola Wungu berkelit ke samping. Pedang si gadis hantam batu nisan sehingga terkutung dua! Dia kembali membabat ke arah pinggang. Tapi pada saat itu lengan kiri Bergola Wungu telah menghantam pergelangan tangan kanannya, membuat pedangnya terlepas dan mental jauh.

"Ha ha ha.... hari ini tamatlah riwayatmu sebagai anak Kalingundil!"

Golok panjang di tangan Bergola Wungu kembali mebabat kian kemari. Kembali terdengar suara,

"Breet.... breet.... breet....!"

Dan kini celana biru si gadis yang menjadi sasaran ujung golok. Dalam waktu setengah jurus saja boleh dikatakan gadis itu sudah hampir telanjang. Pakaiannya yang robek-robek besar tiada sanggup menutupi keputihan buah dada, perut, punggung serta pahanya!

Dengan andalkan kecepatan gerak bahkan dengan gulingkan diri di tanah anak perempuan Kalingundil ini berusaha untuk selamatkan diri. Namun ujung golok Bergola Wungu benar-benar telah mengurungnya dari pelbagai jurusan. Tak mungkin baginya untuk lari, tak mungkin baginya untuk selamatkan nyawa!

"Sreet...!"

Ujung rambut gadis itu terbabat putus.

"Sreet...!"

Tali celana biru si gadis terkutung putus sehingga celana itu jatuh dari pinggangnya dan auratnya benar-benar tiada tertutup kini!

"Bedebah! Bunuh saja aku! Bunuh!" teriak gadis itu.

Bergola Wungu tertawa mengakak. "Bunuh soal mudah!" katanya sambil tekankan ujung golok ke tenggorokan gadis itu. "tapi apa kau tahu bahwa dulu sebelum membunuh ibuku, kau punya bapak lebih dulu memperkosanya?! Ha ha ha. Hukum karma kini berlaku! Hukum karma!"

Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa si gadis sorongkan batang lehernya ke muka. Tapi gerakan Bergola Wungu lebih cepat lagi. Ujung golok digesernya ke samping. Begitu si gadis terdorong ke muka maka tangan kirinya dengan sigap menyambar rambut si gadis. Gadis yang hampir tak berdaya itu masih berusaha menendangkan kakinya ke muka.

Serangan yang tak berarti itu tidak mengenai sasarannya. Bergola Wungu melemparkan gadis itu ke tanah kemudian menyergapnya dengan ganas. Keduanya bergulung-gulung. Yang satu berusaha untuk mempertahankan kehormatannya, yang satu sengaja untuk menghancurkan kehormatan itu!

"Kawan-kawan!", teriak Bergola Wungu. "Jangan diam saja! Gadis ini adalah bagian kita semua! Ayo tunggu apa lagi?!"

Serentak dengan itu tiga orang anak buah Bergola Wungu segera menyerbu pula. Seorang gadis, empat laki-laki bergulung-gulung di tanah pekuburan! Menjerit, berteriak, menendang dan menerjang. Seakan-akan mereka semua sudah sinting kemasukan setan-setan kuburan!

avataravatar
Next chapter