2 High School

Setelah 3 tahun berlalu sekarang aku benar-benar sudah tidak ada rasa dengan dia. Hari ini adalah hari pertamaku masuk SMA. Cuaca hari ini cukup mendukung walau agak dingin, setidaknya matahari masih bersinar di musim gugur ini.

Nama sekolahku adalah Avrent High School, letaknya tidak jauh dari rumahku jadi aku memutuskan bersekolah di situ. Lagipula sekolah itu berseberangan dengan hutan jadi aku bisa memandangi hutan itu semauku.

Hutan itu selalu menjadi tempat favoritku, banyak kenangan manis di dalamnya. Walau ada yang berakhir pahit, tapi hutan ini tetap indah di mataku.

Ayah mengantarku dan kakak ke sekolah, saat di halaman sekolah banyak perempuan yang menatap ke arah kakakku. Aku tidak mengerti apa yang ia lakukan sampai ia sepopuler ini.

"Hey, Eli! Apa kau ingin bergabung ke OSIS?" tanya kakak padaku sambil berjalan menuju pintu masuk.

"Mungkin ya, mungkin tidak. Aku penasaran dengan ketua OSIS di sini, biasanya kan ketua OSIS itu tampan atau cantik."

Aku tidak begitu tertarik dengan keorganisasian. Aku hanya ingin bertemu pria tampan agar bisa fan-girling.

"Wah, Eli apa kau sudah mengakui ketampanan kakakmu ini?" tanyanya padaku sambil memposekan pistol di tangannya lalu ditempel di dagu.

"Kau narsis sekali yah, memangnya kau ketua OSIS apa?" kataku yang merasa mual dengan kenarsisannya itu.

"Aku ini ketua Osis loh Eli." Dia mengatakan dengan percaya dirinya.

Aku memang terkejut dengan fakta itu, pantas saja dia populer (memang populer sih dari dulu). Yah tapi itu juga salahku karena tidak bertanya.

Aku ditempatkan di kelas 10-IPA-1, terkejut aku mengambil IPA? Bukan karena aku suka pelajarannya tapi aku mendapat desas-desus kalau di Avrent highschool pria-pria tampan biasanya masuk kelas IPA.

Kyaaaaa!!! Aku tidak sabar untuk mencuci mata tiap pagi. Akupun memasukki kelasku, saat kubuka pintunya, aku merasa mataku terbutakan oleh sinar mereka. Tidak hanya prianya tampan tapi perempuannya juga luar biasa. Apa ini sekolah untuk actor? Bagaimana bisa ciptaan-ciptaan unggulan ini bisa berkumpul menjadi satu kelas? Ugh aku senang sekali.

Aku mengambil posisi meja di tengah kelas karena paling strategis untuk mendengar guru juga mencatat materi dari papan tulis. Saat aku duduk aku dapat mendengar teman-teman sekelasku bergossip di belakang,

"Apa kau sudah dengar? Kita akan kedatangan anak pindahan dari kota Carsoul." Kata anak perempuan 1.

Karena aku belum kenal namanya jadi aku sebut pakai nomor saja.

"Iya, aku sudah dengar. Semoga dia sekelas dengan kita, karena dia pria dan aku berharap dia tampan." Kata perempuan 2.

Apalagi yang kurang dari kelas ini sih? Sampai mereka masih mengharapkan kehadiran orang tampan lainnya. Tapi pria itu cukup menarik perhatianku karena dia berasal dari kota yang sama dengan seseorsng yang ku kenal, setengah diriku berharap itu dia tapi setengah lagi berharap bukan.

"Hei, kalau tidak salah namamu Elena kan?" kata seorang perempuan berkepang satu di sebelahku.

"Iya namaku Elena, bagaimana kau bisa tahu?" tanyaku dengan ramah padanya.

"Tentu saja! Kita satu sekolah dulu tapi aku selalu beda kelas denganmu. Kau itu cukup populer di sekolah dulu loh." Kata perempuan itu.

Entah apa aku terlalu tidak peka atau mereka mengagumiku secara diam-diam. Aku tidak pernah merasa populer. Tunggu sebentar kalau diingat-ingat setiap hari ulang tahunku, hari valentine, dan natal aku akan mendapat banyak barang-barang pemberian tanpa nama pemberi.

Apa itu artinya aku populer?

"Wah aku tidak tahu aku sepopuler itu. Karena kita pernah satu sekolah mari berteman. Siapa namamu?" aku bertanya dengan ramah padanya.

"Namaku Beatrice Estelio. Panggil saja Betty." Katanya padaku.

Seketika obrolan kamipun terhenti saat seorang guru memasuki kelas kami. Ia memperkenalkan dirinya, namanya adalah Karen, jadi kami memanggilnnya Mrs. Karen. Ia akan menjadi wali kelas kami. Tiba-Tiba saja ada seseorang yang mengetuk pintu kelas. Lalu Mrs. Karen membukakan pintu untuknya.

"Kau baru sampai rupanya. Anak-anak, kenalkan ini adalah anak pindahan dari kota Carsoul. Kalian pasti sudah dengar desas-desusnya."

Lalu anak itupun masuk. Saat ia masuk akupun langsung mengenali wajah itu. Ada beberapa perubahan tapi masih bisa kukenali. Yah, mengejutkan memang dia bisa berada di sini.

"Perkenalkan namaku adalah Haruto Kenfield. Aku pindah ke kota ini karena pekerjaan orangtuaku. Semoga kita dapat berteman dengan baik."

Ia memperkenalkan dirinya lalu ia dipersilahkan duduk. Sialnya bangku di sebelahku kosong, diapun duduk di sebelahku. Ini akan canggung.

Hari ini kami belum memulai pelajaran, kami hanya diperkenalkan dengan lingkungan sekolah. Kami semua dikumpulkan di lapangan tengah setelah berkenalan dengan wali kelas.

Kami para murid baru dibagi ke beberapa tim yang masing-masing dipandu anggota OSIS untuk tour sekolah. Satu kelompoknya terdiri dari 15 orang. Kalian tahu? Padahal jumlah angkatanku ada 300 orang tetapi dari sekian banyak orang aku malah sekelompok dengan Haru.

"Lama tidak jumpa, Eli."

Dia menghampiriku lalu menyapaku yang sedang mengakrabkan diri dengan anggota kelompok lainnya. Dia tidak memanggilku dengan nama Nana lagi.

"Ya, lama tidak berjumpa Haru, atau bisa dibilang lama tidak mendengar namamu."

Aku sekarang bersikap agak dingin padanya. Bagaimana tidak? Siapa yang tidak kecewa bila ditinggal tanpa kabar sama sekali. Tapi siapalah aku ini? Aku hanya orang asing yang belum lama menjadi temannya.

"Aku tahu kau kecewa padaku. Aku minta maaf yah Eli."

Dia tersenyum hangat padaku. Aku memang kecewa tapi tak berarti aku tidak akan berteman lagi dengannya.

Tibalah saatnya untuk pembagian anggota OSIS ke dalam kelompok. Entah bagaimana caranya kakakku lah yang masuk ke kelompok kami.

"Yo! Kau Haru kan? Sudah lama kau tidak berkunjung. Natal tahun ini sepertinya akan ramai lagi. Iya kan Eli?"

Dia menyenggolku dengan sikutnya. Aku tahu dia sedang menggodaku karena dia tahu aku pernah suka Haru.

"Oh tentu saja. Jangan lupa kau ajak Anna yah, aku ingin ia mengajariku cara membuat puisi." Balasku padanya.

Checkmate! Sekarang kakak mati kutu mengingat surat yang pernah dikirim oleh Anna waktu itu. Andai kalian lihat isinya, pasti kalian akan terkejut. Puisinya cukup indah tapi sayang ditujukan pada orang seperti kakakku yang tidak mengerti seni, ia hanya suka basket.

Setelah mengakrabkan diri, kamipun mulai tour sekolah. Sekolah ini cukup luas, aku jadi lelah mengelilinginya. Saat aku hendak mengambil minum dari tas, aku baru ingat kalau aku tidak membawa botol minum hari ini.

"Kak! Bagi minum."

Aku memintanya dengan mata yang memelas.

Diapun memberikanku botolnya, lalu aku minum. Tapi, tiba-tiba saja teman sekelompokku menyenggol botolnya hingga airnya tumpah ke bajuku.

"Hei, kau siswi baru! Apa yang kau lakukan?!"

Kakakku datang lalu terlihat marah pada siswi itu. Ternyata dia bisa menjadi kakak yang baik juga, jarang-jarang kakak membelaku seperti ini. Aku bangga padamu kak, kau memang kakak yang terbaik.

"Kau membuat botol kesayanganku ini terjatuh ke lantai."

Dia memungut botol itu lalu membersihkannya dengan kain. Aku sungguh kecewa dengannya, padahal harapanku sudah tinggi. Aku mencabut segala pujianku padamu, kau memang kakak yang buruk.

"Aku akan memberitahu ayah kau pulang sendiri hari ini."

Aku menatapnya sebal.

"Apa maksudmu pulang sendiri?" dia bertanya karena bingung.

"Kau pulang jalan kaki saja hari ini. Aku akan bilang pada ayah kau membuat bajuku basah."

Aku benar-benar kesal dengannya.

"Tunggu dulu, itu bukan kesalahanku tahu!" dia protes padaku.

Aku tidak memperdulikannya. Sepertinya siswi tadi merasa menyesal, entah kenapa dia menatapku aneh sekarang.

Setelah kejadian itu, entah kenapa si penumpah air berusaha jalan dekat-dekat denganku. Karena tidak tahan akupun bertanya,

"Apa ada yang ingin kau sampaikan padaku?" aku bertanya to the point padanya.

"Maaf. Aku kira kau ingin mendekati kak Victor."

Dia meminta maaf padaku dengan perasaan bersalah dan malu. Apa-apaan itu?! Dia mengira aku salah satu penggemar yang ingin mendekati dia. Kodok narsis itu pasti tidak memberitahukan bahwa aku adiknya.

"Ahahah, santai saja lagipula tidak terlalu banyak yang tumpah ke bajuku,"

Setidaknya dia berusaha minta maaf jadi harus ku maafkan.

"Jadi kau adalah adiknya Victor? Kenalkan aku adalah Sylvia Waxon. Teman-temanku biasa memanggilku Sylvi,"

Setelah menumpahkan air sekarang ia berusaha dekat denganku.

"Namaku Elena, panggil saja Eli."

Setelah itu kamipun jadi akrab. Haru sudah asik dengan temannya yang baru, dia ternyata supel juga. Ia sudah bisa berteman dengan banyak orang sedangkan aku baru kenal dengan Sylvi dan Betty.

Semoga saja aku bisa mendapat teman lagi, yah karena terlalu fokus meningkatkan skill aku jadi payah dalam bergaul.

Setelah tour sekolah, maka jadwal sekolah kamipun selesai.

"Eli! Bisakah kita ke hutan hari ini? Aku rindu melihat hutan itu."

Tiba-tiba saja Haru menghampiriku lalu mengajakku pergi ke hutan. Yah, kenapa tidak lagipula aku suka hutan itu. Akupun mengiyakan ajakannya, lalu aku pergi ke hutan bersamanya.

Tak lupa aku mengabari ayah bahwa aku ingin jalan-jalan dengan Haru dulu. Kami menyusuri jalan-jalan yang pernah kami lalui dulu. Lalu tanpa sadar kami sampai pada pohon di tengah hutan.

"Hutan ini benar-benar menyimpan banyak memori."

Dia memandangi pohon itu sambil tersenyum.

"Kau masih ingat pertemuan pertama kita, Eli?"

Dia menanyaiku masih sambil menatap lekat-lekat pohon tua itu.

"Tentu saja! Kita sama-sama tersesat waktu itu."

Aku jadi ikut bernostalgia bersamanya.

"Hutan ini memang terlihat sangat berbeda saat musim gugur. Tapi memorinya tetap sama."

Entah apa yang ia inginkan dariku. Ia menghilang tanpa kabar lalu datang tiba-tiba.

"Oya, Eli! Mau bertukar Instagram dan Line? Sekarang ini kartu pos dan SMS kan sudah ketinggalan jaman."

Dia menyodorkanku smartphonennya untuk meminta id Lime dan Instapoundku. Lesung pipit itu selalu lekat pada senyumannya. Akupun mengambil smartphonenya lalu memberikan idku. Lalu aku mengambil smartphoneku di saku rok, terlihat ada notifikasi permintaan pertemanan di layarnya.

"Kenapa kau tidak memanggilku Nana lagi?"

Saat sedang berjalan kembali ke jalan raya tiba-tiba saja pertanyaan itu terbesit di pikiranku.

"Kau lebih sering dipanggil Eli jadi aku akan memanggilmu Eli saja."

Dia terlihat menutupi sesuatu karena dia menjadi salah tingkah saat aku menanyakan itu. Itu urusan dia, aku tidak akan mencari tahu. Lagipula semua orang punya rahasia masing-masing. Termasuk rasa sukaku padanya yang sudah hilang.

"Itu mobil ayahku sudah datang. Kau naik apa Haru? Apa mau sekalian diantar ayahku? Lagipula aku ingin melihat rumah barumu."

Aku menawarinya untuk pulang bersama lalu iapun naik ke mobil bersamaku.

"Lama tidak berjumpa paman!"

Ia menyapa ayahku.

"Wah! Haru rupanya. Sudah lama kita tak bertemu, kau tampak makin tinggi sekarang. Di mana rumahmu? Paman akan antar."

Lalu ayahpun mengantar Haru terlebih dahulu. Ternyata rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku hanya beda 1 kompleks. Setelah mengantar Haru kamipun pulang ke rumah.

"Tumben Victor tidak bersamamu," kata ayah saat sampai di rumah.

"Kakak ada rapat hari ini. Lagipula ia ingin jalan kaki karena latihan stamina hari ini."

Wajar saja sih kalau ayah bertanya karena sekarang sudah jam 4 sore dan dia belum pulang.

Sekitar jam 5 kakak sampai di rumah dengan penuh keringat dan kelelahan. Aku menyeringai penuh kemenangan melihatnya. Tidak lama kemudian ibu membunyikan lonceng tanda makan malam sudah siap. Kami semua turun ke ruang makan lalu makan bersama.

Rasa lelah masih terlihat di wajah kakak. Ini akan menjadi pembelajaran bagiku dan dia. Pelajaran bagiku hari ini adalah botol minum penting. Pelajaran bagi dia, adikmu ini bisa kesal. Setelah selesai makan aku mencuci piringku lalu naik ke kamar.

Karena aku sedang dalam mood yang buruk hari ini maka aku memutuskan untuk membaca novel. Bagimana tidak buruk moodku, kejadian dengan kakakku, dan kedatangan Haru dua hal itu merusak hari pertamaku masuk sekolah.

Saat aku mengambil novel dari lemari tiba-tiba saja pembatas bukunya jatuh ke lantai. Pembatas buku berbentuk angka 7 dan bertuliskan Nana. Pembatas buku itu Haru buat sendiri dan ia kirim bersama novel ini. 'Snow White and The Seven Dwarfs' begitulah judulnya. Ini adalah cerita snow white yang telah diimprovisasi. Ceritanya cukup menarik jadi aku menyukainya. Mungkin juga karena ada angka 7 dan unsur salju di dalamnya jadi aku menyukainya.

Aku memungut pembatas buku itu lalu meletakkannya kembali ke dalam buku untuk menandai halaman yang telah ku baca. Tidak sadar aku membaca buku itu sampai jam 9 malam. Aku belum membereskan hal-hal yang harus dibawa besok.

Besok masih belum mulai belajar, kami akan memainkan beberapa permainan untuk mengakrabkan diri satu sama lain. Agar kami seangkatan menjadi kompak. Begitulah kata kakakku.

Aku tidak sabar menunggu hari esok. Kalian tahu kenapa? Karena saat tour sekolah tadi fokusku untuk mencari objek fan-girling buyar. Aku terganggu oleh kejadian-kejadian yang malah merusak moodku. Besok aku pasti akan menemukan objek fan-girlingku. Tepatnya aku harus mendapat info para mahkluk-mahkluk unggulan di kelasku itu.

Aku benar-benar senang masuk sekolah ini. Ternyata pilihanku tidak salah, akhirnya aku bisa fan-girling sesuka hatiku. Ah! Hampir lupa, pokoknya besok aku harus mendapat 2 teman baru. Itu targetku, aku tidak ingin hanya berakhir populer tapi aku juga ingin punya teman-teman yang dekat denganku dan dapat diandalkan.

avataravatar