webnovel

Part 2

     Je Ah berselonjor di kursi penumpang bagian belakang. Sedangkan Hajoon duduk disamping Yongsup yang tengah serius menyetir. Kedua Lelaki itu tak henti-hentinya melirik Je Ah yang masih saja bungkam. Ingin bertanya, tapi takut disembur dengan kicauan pedas Wanita itu. Yongsup tengah berusaha berbicara pada Hajoon. Entah dikarenakan keadaan yang mendadak mencekam, Yongsup sampai takut mengeluarkan suara. Ia menyenggol lengan Hajoon agar Tuannya itu melihat kearahnya. Lalu mulutnya mulai bergerak tanpa suara.

     "Apa?"

     "Kau bilang apa? Aku tidak bisa dengar."

     Hajoon tak berniat mengecilkan suaranya. Membuat Yongsup berdecak kesal padanya.

     "Dia.. Kita antar kerumahnya?" bisik Yongsup sedikit mencondongkan wajahnya ke Hajoon.

     "Aku tidak mau pulang!"

     Teriak Je Ah dibelakang mereka. Dengan ribuan macam amarah yang masih membara, tergambar jelas di wajahnya. Ia membanting tubuhnya dengan kesal diikuti erangannya.

     "Ke apartemenku saja." Ujar Hajoon yang enggan melihat tingkah sahabatnya itu.

     "Baiklah."

     Sahut Yongsup sembari melirik Jae Ah dari spion tengah. Pada saat itu Hajoon teringat akan sesuatu. Ia tidak melihat keberadaan koper Je Ah.

     "Dimana kopermu? Tidak tinggal di rumah Joon Young Hyung kan?" Mengingat Je Ah baru saja kembali dari Jepang.

     "Masih di Jepang. Besok temanku yang akan bawa. Tadinya aku terlalu bersemangat hingga melupakan koperku. "

     "Arrrgh!" Je Ah menggelepar kesal karena kerja kerasnya menjadi percuma.

--

--

--

     Hajoon melangkah menuntun Wanita itu menuju apartemennya. Tangannya memegang tas tenteng milik Je Ah, juga sepatu kets sahabatnya itu. Je Ah memilih tak menggunakan alas kaki saking bad moodnya. Hanya langkah kaki mereka yang terdengar, tak satupun dari mereka yang mengeluarkan suara. Je Ah masih sangat terpukul dan Hajoon sangat mengerti itu. Lift yang tak terlalu sempit itu terasa sangat senyap. Pantulan tubuh mereka terlihat disetiap dinding lift yang terbuat dari kaca. Terlihatlah kekacauan Je Ah dan raut lelah Hajoon disana. Pantaslah jika mereka memilih untuk diam.

`

     Mereka masuk kedalam apartemen Hajoon yang tak terlalu luas, dan tak semewah yang orang-orang bayangkan. Hajoon sudah lebih dulu meletakkan sepatu Je Ah di rak sepatunya, lalu melempar asal tas Wanita itu diatas sofa. Disamping Je Ah yang kini sudah berbaring malas di atas sofa. Merasa sangat gerah karena sudah bekerja seharian, Hajoon melangkah masuk kedalam kamar mandi. Meninggalkan Je Ah yang masih belum bisa menerima kenyataan pahit itu.

`

     Dalam sepi Je Ah mencoba memeriksa keadaan ponselnya. Rengutan di wajahnya terlihat semakin jelas.

`

     Kenapa dia tidak menghubungiku?!

`

     Menggigit bibir bawahnya dengan geram. Berpikir Joon Young akan menghubunginya dan memelas maaf padanya. Namun ternyata tidak.

`

     Jadi dia benar-benar ingin mengakhiri hubungan ini?! Oke! Huh. 

`

     Bibirnya bergetar dengan amarahnya yang memuncak.

`

     Arrrghhhhh!!!!!

`

     Teriaknya sekuat yang ia bisa. Didalam toilet, Hajoon dapat mendengarkan teriakkan itu dan tak berniat untuk menghiraukannya. Hajoon tahu betul seperti apa sahabatnya itu.

`

     Hajoon berbaring sejenak di kasur empuk miliknya. Memeriksa email masuk dari tablet miliknya. Suara erangan Je Ah tak lagi terdengar. Tapi digantikan dengan suara kericuhan yang sepertinya berasal dari dapur. Entah apa yang Wanita itu lakukan disana. Hajoon letak asal tabletnya di atas kasur lalu melangkah penuh tanya menghampiri Je Ah. Dilihatnya Je Ah tengah memeriksa isi kulkas.

`

     Hanya memeriksa isi kulkas haruskah seberisik itu?

`

     Hajoon memijit keningnya dengan geram.

     "Kau sedang apa? Berisik sekali." tegur Hajoon seraya terus melangkah mendekatinya.

     "Kenapa hanya ada bir? Kau tidak punya stok makanan?"

     Je Ah mengintip dari pintu kulkas. Tak terlihat lagi raut sedih diwajahnya. Ya, seperti itulah Je Ah yang Hajoon kenal.

     "Kenapa? Kau lapar?"

     Hajoon bersandar pada meja disamping Je Ah. Wanita itu mengangguk menatap Hajoon dengan mata bulatnya. Hajoon pejamkan matanya sejenak mencoba bersabar. Ia sudah sangat kelelahan dan ingin segera tidur, tapi Je Ah mengacaukan waktu istirahatnya.

     "Ramyeon juga tidak masalah." tambah Wanita itu dengan manja. Hajoon menghela nafasnya dengan berat.

     "Baiklah."

     "Kau mau kemana?" dilihatnya Hajoon melangkah pergi menuju pintu keluar.

     "Mini market."

     "Aa.. Mandilah. Kau bau sekali. Pakai saja pakaianku."

`

     Ujarnya sebelum menutup pintu apartemennya. Je Ah ingin memakinya karena telah dikatai bau. Ia hirup aroma tubuhnya sejenak, ternyata benar. Tapi tetap saja, Je Ah sama sekali tak melakukannya. Ia malah berselonjor malas di sofa seraya mengamati layar ponselnya. Masih berharap mendapatkan pesan masuk dari Joon Young.

--

--

--

     Hanya dengan menggunakan celana tidur panjang dan jaket hitam polos tak membuat ketampanannya menghilang. Pagi hari yang masih sangat gelap. Seorang Hajoon pergi ke mini market hanya untuk membeli sebungkus ramen. Karyawan mini market yang melihat kedatangan Hajoon tersenyum ramah padanya. Hal biasa untuknya melayani Hajoon pada jam segitu. Ketika yang dilihatnya hanya sebungkus ramen, karyawan itu mengernyit penuh tanya.

     "Hanya ramen?"

     "Ya."

     "Saya mengira anda akan membeli selusin bir lagi. Hehe."

     "Masih banyak didalam kulkas."

     "Ini belanjaanya. Terimakasih.. Silahkan datang kembali."

`

     Ia kembali ke apartemen. Syukurnya letak mini market tersebut tepat disamping gedung apartemennya.

`

     Baru saja hendak membuka mulut mengenai kembalinya dirinya, dilihatnya Je Ah yang sudah tertidur di sofa dihadapan televisinya. Hajoon hanya bisa mendengus pasrah. Diletakkannya plastik kresek yang berisikan sebungkus ramen ke atas sofa. Lalu tanpa berpikir tangan kekarnya sudah menggendong tubuh Je Ah. Langkah santainya membawa tubuh itu menuju kamarnya. Membaringkan tubuh Je Ah di atas kasur empuk miliknya. Satu-satunya kasur di apartemennya. Hendak menyelimuti Wanita itu, tapi gerakkannya  terhenti ketika dilihatnya telapak kaki Je Ah yang kotor akibat tak menggunakan sepatu tadinya.

`

     Ia raih tisu basah dari toilet lalu segera membersihkan telapak kaki Je Ah. Dalam hatinya merasa prihatin sekaligus kesal. Ia prihatin karena Je Ah telah diselingkuhi Joon Young yang ia ketahui sangat dicintai sahabatnya itu. Tapi disamping itu ia juga kesal karena Je Ah selalu menyusahkannya.

`

     Menelan baik-baik kekesalannya itu. Tangannya menyibak selimut dengan geram. Sebelum keluar dari kamar itu Hajoon sudah lebih dulu mengambil selimut dari dalam lemari. Malam itu ia terpaksa tidur di sofa. Karena rasa kantuk yang luar biasa, Ia tertidur dengan cepat. Tanpa memikirkan tisu kotor yang terletak di lantai begitu saja.

--

--

--

     "Oppa! Jangan diganti!"

     "Hah, Apa enaknya drama ini. Aku mau nonton bola!"

     "Oppa! Kubilang jangan ganti ya jangan!!!"

     "Kau ini. Ada apa sih denganmu? Kenapa harus berteriak seperti ini!"

     "Aku mau lihat Jung Hyun," suara Je Ah yang sangar mendadak melemah. "Untuk yang terakhir kalinya." kini diikuti mimik wajah sedihnya.

     "Untuk terakhir kali apanya?!"

     "Dia keluar dari drama karena sakit. Ini episode terakhir dia di drama ini."

     "Dia hanya sakit. Bukan mati. Sudah, nonton bola saja!"

     "Hyung, kita berangkat sekarang." tegur Hajoon yang baru saja keluar dari kamarnya lengkap dengan setelan jasnya seperti biasa.

     "Oke!" Yongsup sudah berlari kecil mengejar Hajoon yang tengah melangkah menuju pintu keluar.

     "Tunggu!" Je Ah kembali berteriak. Membuat Hajoon dan sopirnya itu berhenti pada posisi mereka.

     "Aku ikut."

     "Yang benar saja. Tidak bisa. Kau disini saja." tolak Hajoon dan kembali melangkah.

     "Aku mau ikut.." memeluk lengan kekar Hajoon dengan manja.

     "Kau mau ke kantor dengan pakaian seperti itu?" tegur Yongsup seraya mengamati pakaian Hajoon yang menyelimuti tubuh Wanita itu.

     "Memangnya kenapa? Aku suka pakai pakaian Hajoon!"

     "Iya iya baiklah. Asal kau berjanji tak membuat ulah disana." terlalu melelahkan mendengar suara melengkingnya.

     "Yes sir!" jawab Je Ah berusaha terlihat imut walau gagal total. Bersama melangkah keluar dari sana.

`

     Berdiri sejajar di dalam lift. Hajoon sibuk dengan ponselnya, dan kedua manusia lainnya sibuk memaki tanpa suara. Ya, sedari tadi Yongsup terus mengganggu Je Ah. Menertawai pakaian yang Wanita itu kenakan. Sebenarnya pakaian yang Je Ah gunakan tidaklah buruk. Bagaimana pun juga itu milik Hajoon yang pastinya barang branded. Namun karena ukuran pakaian itu yang besar, membuat tubuh Je Ah nyaris tenggelam dalam pakaian Hajoon.

`

     Je Ah mengenakan celana olahraga Hajoon yang dilipatnya agar tak terinjak. Lalu dipadani dengan kaos berlengan panjang berwarna putih polos dilengkapi dengan jaket musim dingin berwarna hitam yang juga milik Lelaki itu. Dengan sepatu kets putihnya, sesungguhnya penampilannya tidak terlihat buruk. Tapi Yongsup tetap saja mengganggunya dengan cibiran bibir monyongnya yang sangat mengesalkan.

     "Jam berapa temanmu sampai? Kita harus segera mengambil kopermu." tanya Hajoon yang menghentikan aktifitas cibir-cibiran itu.

     "Kurasa siang ini. Kenapa? Kau tak suka aku memakai pakaianmu?"

     "Kau mau pulang tanpa koper?" Hajoon jitak kepala Wanita itu.

     "Pulang?" Je Ah memikirkan kata itu sejenak.

     "Aku sudah bilang pada ibumu. Sore ini aku akan menjemputmu di bandara. Dia memintaku untuk membawamu langsung pulang ke rumah."

     Mereka keluar dari lift dan berpisah dengan Yongsup yang hendak mengambil mobil.

     "Jadi kau benar-benar telah berbohong pada ibuku? Haha.. Mianhae Hajoon-a.." merasa gemas hingga mengacak-acak rambut Hajoon.

     "Yak.." baru Je Ah sadari, rambut Hajoon sudah sangat rapi. Tadinya.

     "Ups, Mian." tangannya langsung bergerak cepat merapikan rambut yang kecoklatan itu.

     "Sudahlah." tangkas Hajoon seraya menahan tangannya.

`

     Sejenak Je Ah merasa aneh. Hajoon yang menggenggam tangannya terlihat biasa saja. Je Ah juga terlihat biasa. Tapi perasaan aneh itu yang sedikit mengganggunya. Perasaan seperti apa yang ia maksud? Entahlah. Dia masih sulit mendeskripsikannya.

`

     Mereka tiba didepan gedung apartemen menunggu kedatangan Yongsup. Hajoon yang kembali fokus pada ponselnya telah melepaskan tangan Je Ah darinya.

     "Bagaimana hubunganmu dengan model itu?" tegur Je Ah menyenggol lengan Hajoon. Tapi tak dihiraukan Lelaki itu.

     "Cepat masuk." kata Hajoon tepat ketika mobilnya berhenti dihadapan mereka. Tentu kesal melihat sikap Lelaki itu. Mulut Je Ah bergetar pelan. Terlalu pagi untuknya memaki.

°

°

°

°

Continued..

°

°

°

°

Mana tahu setelah mengikuti cerita ini, kakak2 sekalian berniat beli novel saya. hehe..

Next chapter