2 RAINBOW ABOVE THE BLACK

Sinar matahari begitu menyengat kepala dan tubuh nya. Saat itu matahari berada tepat diatas bola matanya. Panas, kering, tak ada sedikitpun air di lahan tandus tersebut. Terdengar dari jauh suara hentakan kaki puluhan kuda yang berdegup kencang. Dirinya mencoba untuk sadar dan membuka matanya. Terlihat dari jauh puluhan kuda dan ratusan prajurit mengejarnya. Ia coba melihat keadaan dirinya yang penuh luka sayatan bekas pedang di sekujur badan dan kaki nya. Menahan perih dan sakit akibat luka yang terkena keringat dan debu halus yang terbawa angin kering di lahan tandus itu. Sadar tak memiliki kekuatan lebih, dirinya yang berada dibalik rerumputan ilalang coklat hanya bisa pasrah akan keadaan dan yakin bahwa maut akan segera menjemputnya. Tahu bahwa waktu dirinya hanya sebentar lagi, ia pun mencoba untuk menikmati saat-saat akhir hidupnya.

Matahari nya begitu terang, langit yang bersih dari awan, membiru dan memantulkan cahaya nya ke mata. Dilihat kiri dan kanan nya telah penuh dengan rombongan pasukan berkuda yang berlari ke arahnya. Ilalang coklat yang bergoyang itu menutupi tampang-tampang beringas para pasukan berkuda tersebut. "Tidak ada penyesalan dalam hidupku. Terlahir sebagai seorang yang bukan dari kasta tertinggi, ini adalah pencapaian terbaik diriku selama hidup. Ayah, Ibu, maafkan aku tidak bisa menjadi raja selanjutnya. Namun jika Tuhan masih berkehendak, aku akan mengalahkan mereka semua. Menjadikan Silla sebagai kerajaan paling disegani di semananjung ini." Dirinya berkata sambil meneteskan air mata. Itu adalah harapan paling tulus yang pernah ia pikirkan dalam hatinya.

Dia pun memejamkan matanya dan mengingat kenangan-kenangan baik dalam hidupnya. Tiba-tiba, dia merasakan ada sesuatu yang berkerak dari arah bawah menuju badannya. Seketika itu ia melihat terdapat ular bersayap dengan mahkota di kepalanya. Kulitnya berwarna hitam dan terdapat bias berwarna pelangi di sekujur kulit ular itu. Dirinya melihat ular itu dengan perasaan ngeri dan takut dengan kehadiran ular tersebut. Tetapi ular itu tetap mendekati dirinya dengan tenang. Ia kemudian melihat ular itu perlahan dan teliti sehingga ia menyadari bahwa ular ini bukanlah ular biasa. Ular itu kemudian mendekati dirinya dengan tersenyum. Senyum yang lucu untuk seekor ular. Perlahan-lahan dan secara tiba-tiba ular itu mengeluarkan cahaya yang menyilaukan mata dengan terangnya. Dirinya pun terpejam beberapa saat karena cahaya yang menyilaukan tersebut. Setelah beberapa saat, dia terbangun dan melihat cahaya dari senter pen yang digunakan oleh Dokter.

"Kondisinya baik-baik saja" kata sang Dokter.

Woobin yang kebingungan tampak kaget dengan keadaan di ruang tersebut. Woobin segera bangun, duduk dan kembali mengurutkan kejadian yang baru saja dia mimpikan. Kepalanya masih terasa pusing akibat cahaya tersebut. 'ntah cahaya dari sang ular, ataupun cahaya dari senter Dokter. Dia kemudian bertanya kepada dokter sudah berapa lama dia seperti ini. Dokter menjelaskan bahwa dia sudah tiga hari pingsan. Dia hanya sendirian di ruangan itu, dilihat kiri kanan nya, terdapat tas sang Ayah yang menjaganya. Mungkin ayah sedang membeli beberapa makanan begitu pikirnya. Dia pun melihat pelayan Ye Ji Won sedang duduk di depan tv.

"Bibi Ye, apa yang terjadi padaku?" Tanya Woobin kepada Bibi Ye

"Tidak apa-apa, kau hanya pingsan. Orang rumah tahu kau ada disini ketika Jongsuk menelpon Ayahmu" jawab Bibi Ye

"Lantas, kemana Jongsuk?"

"Dia sedang menemani Ayahmu membeli beberapa paket makanan" jawab Bibi Ye dengan penuh kasih dan sabar

Woobin memang dibesarkan sendiri oleh Ayahnya. Ibunya meninggal ketika melahirkan dirinya. Sejak saat itu, Ayahnya membesarkan Woobin dibantu dengan bantuan dari pelayan Ye. Woobin memang anak yang terkenal nakal dikalangan siswa dari dia SD sampai dengan SMA. Namun sahabatnya, Jongsuk tahu betul bahwa Woobin merupakan anak yang sangat sopan terhadap orang yang lebih tua siapapun itu termasuk pelayan nya sendiri. Itu sebabnya Woobin memanggil pelayan Ye dengan panggilan Bibi. Bagi Woobin, tidak ada hal yang setara atas jasa-jasa pelayan Ye kepada dirinya selain memanggilnya dengan sebutan Bibi. Sebutan yang selangkah mengkrabkan dirinya dan Bibi Ye sebagai keluarga.

Setelah Woobin mengurutkan mimpiya, ia kembali mencari jurnanya dan menuliskan mimpinya ke Jurnal tersebut. 5 Februari 2009 aku kembali bermimpi aneh kembali. Mimpi ini muncul tepat saat aku pingsan saat bertemu dengan wanita aneh itu. Hah! Professor Kim, dia itu apa sebenarnya. Tidak pernah aku bermimpi aneh seperti ini, namun ini sangat nyata dan aku mungkin tidak cukup pintar mengarang hal ini di dalam mimpi. Ular pelangi bersayap dengan mahkota di kepala? Ayolah, itu hanya ada di dongeng dan cerita anak-anak. Apapun itu, akan aku ingat sebagai pengalaman aneh yang aku miliki walau hanya dalam mimpi. Tulis Woobin dalam jurnalnya itu.

Tak lama kemudian, Ayahnya datang bersama Jongsuk sambil membawa makanan kesukaan Woobin, jajjangmyeon (mie saus kacang hitam dari korea).

"Kau sudah sadar?ini Ayah ada bawakan makanan kesukaanmu" seru ayahnya kepada Woobin sambil memberikan jajjangmyeon milik Woobin,

"hmmm, bagaimana ceritanya kau bisa pingsan setelah bertemu Profesor Kim? Yhaaaaa kau adalah playboy di SMA kita, tapi pingsan saat melihat kecantikan Professor Kim? Hahaha" jelas Jongsuk sambil menyeruput jajjangmyeon miliknya.

"Kau tahu aku bertemu Professor Kim? Bagaimana bisa?" Tanya Woobin yang belum membuka jjangmyeonnya.

"Professor Kim yang menguhubungi ku. Dia berkata kau sedang di rumah sakit universitas karena pingsan." Jawab Jongsuk yang masih sibuk dengan jajjangmyeon nya

Woobin yang penasaran langsung mengambil ponsel Jongsuk di dekat meja dan mencari kontak Professor Kim.

"Hey.... Hey! Masih ada hari esok, aku akan menemanimu menemui Professor Kim, tenang saja" seru Jongsuk kepada Woobin.

Woobin yang kesal hanya melirik sinis Jongsuk dan mengambil suapan pertama jajjangmyeon nya.

Keesokan hari nya, mereka pergi ke rumah Professor Kim. Sesampainya mereka di rumah Professor Kim, mereka membuka sendiri gerbang besar di hadapan mereka. Dari luar,terlihat rumah yang bergitu besar dengan gaya bangunan arsitektur seperti kastil di dongeng-dongen dengan halaman luas yang ditumbuhi rerumputan hijau nan rapi. Mereka terperangah dengan kemewahan dari rumah Professor Kim. Mereka pun berjalan sambil melihat-lihat kiri dan kanan disekitar mereka. Jalan menuju pintu rumah Professor Kim dipenuhi ornament-ornamen patung klasik dewa-dewa, malaikat, dan iblis. Sangat klasik sekaligus menyeramkan.

Sesampainya mereka di depan pintu, mereka pun mengetuk pintu tersebut beberapa kali sampai akhirnya Pelayan Jeong keluar menemui mereka. Pelayan Jeong keluar dan bertanya kepada mereka apa yang mereka inginkan. Jongsuk hanya menjawab bahwa mereka ingin bertemu dengan Professor Kim. Mendengar jawaban dari Jongsuk, pelayan Jeong langsung mendorong seraya menyuruh mereka untuk pergi dari rumah tersebut. Namun tiba-tiba, Woobin dengan tidak sengaja berceletuk "Oh, ular itu...." Sambil menunjuk patung ular di dalam rumah tersebut.

"Mengapa?" Tanya pelayan Jeong

"Aku rasa aku pernah melihat ular ini di dalam mimpi ku" jawab Woobin

"Kau... bermimpi lagi?" Tanya Jongsuk sambil memiringkan kepalanya menghadap Woobin.

"Iya, aku ingat betul ular ini, dia melata diatas badanku dan menembakkan cahaya yang sangat silau" jelas Woobin dengan menunjuk patung tersebut.

Mendengar pernyataan Woobin, Pelayan Jeong sadar bahwa anak ini lah yang mungkin memenuhi nubuat dari Shohan dan Giva. Pelayan Jeong pun mempersilahkan mereka masuk dan duduk. Namun Wobin yang masih penasaran dengan patung ular itu pun melihat dengan semakin dekat dan semakin teliti. Pelayan Jeong meninggalkan mereka berdua di ruang tamu dan naik ke lantai atas untuk memanggil Nona Jisoo.

Jisoo yang heran dengan mimpi Woobin pun turun dan menemui mereka di ruang tamu. Jisoo paham betul bahwa kisah hidupnya hanya diketahui oleh beberapa orang termasuk para pelayan-pelayan nya. Jisoo kemudian turun menemui mereka dengan pakaian gaun tidur panjang berwarna putih. Woobin dan Jongsuk yang terperanah dengan kecantikan Professor Kim langsung terdiam saat melihat Professor Kim turun dari tangga berjalan menuju mereka. Professor Kim kemudian duduk dan bertanya kepada mereka ada apa mereka kemari.

"Patung itu, dimana kau membeli nya?"

"Kau? Hey kau harus sedikit lebih sopan" bisik Jongsuk kepada Woobin

"Haha, tidak apa, ini diluar kampus." Jawab Jisoo, aura yang tadinya berwarna ungu kemudian berubah menjadi kebiruan.

"Mengapa? Kau ingin membelinya juga?" kembali Jisoo bertanya, aura nya pun berubah kembali namun kini warna nya bertambah menjadi kemerahan.

"Aku sudah bertanya kepada Ayahku mengenai deskripsi patung ini. Ular bersayap dengan mahkota di kepala. Tapi ayahku dengan segala kenalan dan koneksi yang dia milik tidak dapat menemui yang seperti ini. Bisa kau jelaskan apa maksud patung itu?" Tanya Woobin dengan mengerinyitkan keningnya.

"Patung ini aku buat sendiri? Mengapa? Bagus?" jawab Jisoo dengan nada datar dan wajah yang dingin. Aura kemerahan dari Jisoo semakin kuat saja dan mengalahkan aura biru nya.

"Aku rasa kau harus membaca ini" jawab Woobin sambil memberikan jurnal yang ditulisnya kemarin.

Setelah membaca jurnal itu, Jisoo pun melihat Woobin sekali lagi. Tatapan yang tadinya kosong saat melihat Woobin kini menjadi penuh harap. Tatapan yang tadinya hanya melihat Woobin sebagai anak kecil yang tersesat ke rumah Dosen nya menjadi tatapan melihat masa depan yang begitu ia nantikan. Aura yang tadinya dominan kemerahan ini menjadi dominan biru dan mengarah ke keemasan. Jisoo yang tak kuasa menahan haru langsung berdiri dan meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Jisoo lagsung berjalan ke atas dan masuk ke dalam kamarnya. Terdengar dari bawah suara pintu yang ditutup. Pelayan Jeong kemudian meminta Woobin dan Jongsuk untuk pergi.

Woobin yang melihat reaksi Professor Kim menjadi yakin sekaligus heran, bahwa ia bukan manusia biasa. Woobin sekali lagi memastikandan bertanya kepada Jongsuk apakah dia melihat sesuatu yang aneh dari Professor Kim. Namun Jongsuk hanya focus kepada kecantikan Professor Kim dan tidak menyadari aura di sekujur tubuh Professor. Mulai dari aura, pakaian yang selalu kering, hingga payung dan ekor tak kasat mata. Woobin semakin yakin bahwa Professor Kim merupakan wanita istimewa karena tidak semua orang bisa melihat aura disekitar Professor Kim. Woobin pun meminta bantuan kepada Jongsuk. "Jongsuk, sepertinya kita akan banyak membaca buku dongeng mulai dari sekarang" jelas Woobin. Jongsuk yang kebingungan hanya mengangguk dengan mulut terbuka mengiyakan kemauan sahabatnya itu.

avataravatar
Next chapter