PROLOGUE

Pada mulanya, Tuhan menciptakan bangsa Jin dan Malaikat. Dari banyak bangsa, Malaikat terdiri dari dua jenis bangsa, yang pertama adalah Malaikat yang terbuat dari cahaya, dan yang lain terbuat dari api. Bangsa Malaikat yang terbuat dari api memanggil diri mereka dengan bangsa Iblis. Nama itu diambil dari nama pemimpin tertinggi mereka sekaligus Malaikat dari api pertama yang diciptakan oleh Tuhan, yaitu Iblis. Malaikat cahaya dan bangsa Iblis hidup dengan damai di dalam Surga Tuhan. Sampai pada suatu hari Tuhan mengatakan kepada kedua bangsa Malaikat bahwa Ia akan menciptakan makhluk baru bernama manusia. Kemudian mereka hanya ikut menurut kemuan Tuhan mereka. Manusia pun diciptakan dengan kuasa Tuhan.

"Wahai Malaikat, lihatlah makhluk yang baru saja aku ciptakan, aku hendak menjadikan dia pemimpin di Bumi-Ku, dan kalian semua harus bersujud kepada nya" seru Tuhan kepada bangsa Malaikat. Semua Malaikat pun menuruti perintah Tuhan-nya kecuali Iblis. "Wahai Tuhan kami, mengapa engkau menyuruh kami yang sudah lebih lama hidup dan lebih lama dekat di sisi-Mu untuk sujud kepada manusia? Bukankah akan menjadikan kami lebih hina karena harus sujud kepada makhluk yang berasal dari tanah?" Tanya Iblis kepada Tuhan-nya. Kemudian Tuhan pun mengatakan bahwa diri-Nya lebih mengetahui segala hal dan itulah yang terbaik bagi semua makhluk. Iblis yang tidak terima dan tidak paham dengan penjelasan Tuhan nya pun tetap bertahan dengan pendapatnya untuk tidak menerima kepemimpinan Manusia. Sejalan dengan itu, Iblis diusir dari surga dan tinggal di dasar dunia, di bagian paling bawah tahta kepemimpinan sebuah mahkluk. Sebelum diusir, Iblis meminta kepada Tuhan-nya agar semua doa-nya dikabulkan dan diberi izin untuk menggoda manusia sampai hari kiamat tiba.

Sejak saat itu, Iblis dan keturunan nya hidup dibagian paling bawah dunia. Hidup dibagian paling bawah sebuah tata kehidupan entitas makhluk ciptaan Tuhan. Satu hari itu menjadi hal yang membuat bangsa Iblis sangat menderita hingga sekarang. Di-cap buruk oleh semua makhluk dan dihindari. Takdir kaum Iblis memang pahit dan menyedihkan.

"Maaf, Professor. Aku masih asing dengan kata Iblis. Maukah kau menjelaskan dengan kata yang lebih kami pahami?" tanya seorang murid di dalam kelas di tengah penyampaian materi oleh Professor Kim Jisoo. "Banyak sekali referensi terkait Iblis. Dalam suatu agama, nama pemimpin tertinggi itu adalah Iblis, sesuai dengan observasi dan penyampaianku diawal. Jika kalian bertanya tentang kata yang lebih umum, kalian bisa dapatkan kata Lucifer." jawab Professor Kim dengan tegas. "Maksud Professor, Lucifer malaikat yang berubah menjadi setan? Ah, aku baru paham bahwa beberapa agama memiliki cerita dan latar belakang yang mirip." Jawab murid tersebut. "Aku bisa pastikan bahwa peristiwa ini pernah terjadi, namun aku tidak bisa memastikan bahwa yang aku sampaikan adalah kebenaran. Karena risetku sendiri belum selesai tentang peristiwa awal kehidupan ini." Jelas Professor.

Professor Kim kemudian melanjutkan materi pada hari itu. Menjelaskan tentang bagaiamana agama-agama didunia bahkan satu pemikiran dan pemahaman bahwa setan merupakan kaum yang harus dilawan dan dihindari dalam pertemanan. Dia juga menjelaskan bahwa semua agama di dunia ini memiliki perintah untuk saling menyayangi dan mengasihi satu sama lain. Belum pernah dalam riset nya ia menemukan agama yang mengharuskan pengikutnya untuk berperang melawan suatu kelompok tanpa sebab yang jelas. "Bahkan sampai saat ini, aku masih tidak paham, mengapa agama menjadi alat untuk berperang. Kita semua selalu mengatakan berjuang membela agama masing-masing. Tetapi berapa banyak korban jiwa dan harta akibat perjuangan yang didasarkan pada agama?". Para murid terdiam. Semua hening, yang ada hanyalah suara hujan diluar kelas. Semua menoleh ke arah luar jendela melihat rintikan hujan yang turun membasahi bumi yang dicintai semua orang. Jisoo berpikir, apa yang dilakukan kaum setan dibawah sana, apakah mereka juga bisa menikmati keindahan dunia ini tanpa ada dengki dan perasaan kesal serta kebencian dihati mereka.

Suasana hening masih merasuki kelas Filosofi Teologi tersebut. Enam puluh empat orang termasuk Professor Kim masih melamun akan pertanyaan yang ia lontarkan sendiri. Ironis dan miris melihat keadaan di jaman ini. Dimana agama yang seharusnya membawa perdamaian malah menjadi alat untuk menyerang satu sama lain. 

"Apakah mungkin bahwa terdapat setan yang memiliki hati baik?"

Pertanyaan yang memecah suasana hening di kelas. Semua orang kemudian melihat murid tersebut dengan tatapan sinis dan tak percaya bahwa ada manusia yang menganggap setan memiliki hati baik.

"Boleh aku bertanya siapa nama mu?" respon Professor Kim.

"Woobin. Kim Woo Bin" jawab murid itu. 

Wajahnya datar, dengan garis wajah yang tegas dan dagu yang tajam. Mata nya menatap dalam-dalam Professor seakan menginginkan pertanyaan nya terjawab saat itu juga. "Peluang pasti ada. Apapun itu, tidak menutup kemungkinan ada peluang setan yang memiliki hati baik." Jawab Professor. Woobin kemudian menatap mata sang professor dengan semakin dalam. Professor yang heran bertanya kepada Woobin apakah jawaban itu sudah cukup. Namun Woobin tak bergeming, matanya memerah dan mulai berkaca-kaca. Bibirnya bergetar, kening nya mengerinyit. Tanpa sadar, Woobin meneteskan air mata nya. Professor Kim kemudian bertanya apakah dia baik-baik saja. Woobin masih diam, air mata nya kian mengalir seakan ada yang menyayat hati nya. Sakit dan perih sejalan dengan hujan yang turun, air mata nya jatuh membasahi catatan yang ada di atas mejanya. Tak sempat Woobin menjawab, alarm ponsel professor pun berbunyi tanda mata kuliah selama 150 menit telah usai.

"Jam mata kuliah ini selesai. Silahkan keluar dan buat resume materi hari ini sertakan juga opini kalian mengenai pertanyaan dari Kim Woo Bin. Minggu depan kita akan bahas bersama. Materi untuk 10 September 2009 selesai hari ini." Para murid pun pergi meninggalkan kelas. Woobin masih bertahan di dalam kelas. Jisoo yang melihat murid nya itu bertanya sekali lagi apakah dia tidak meningglakan kelas. Woobin masih membeku di duduk nya. Air mata nya makin mengalir sederas hujan diluar gedung. Sore itu menjadi sore dengan tanda Tanya besar baik bagi Kim Woo Bin maupun Professor Kim. Tak lama setelah Jisoo keluar dari kelas, terdengar tangisan yang tersedu-sedu dari dalam kelas. Jisoo pun tetap berjalan meninggalkan kelas dan bergegas menuju rumah.

Sesampainya di rumah, Jisoo kemudian meletakkan mantel nya di dekat perapian rumah. Jisoo duduk di depan perapian menatap api yang membakar kayu. Kayu yang tadi nya besar, perlahan-lahan mulai habis terbakar dan menjadi abu. Hanyut dalam lamunan nya, Jisoo tak sadar bahwa pelayan Jeong Dong Hwan sampai di sampingnya. "Tuan, apa yang sedang anda pikirkan?" Tanya pelayan Jeong sambil meletakkan teh chamomile panas di meja perapian. "Jeong Dong Hwan, kau tau mengapa Tuhan menciptakan setan dari api dan menjadikan takdir setan untuk dibenci semesta?" Tanya Jisoo kepada pelayan setia nya itu. Pelayan Jeong hanya terdiam mendengar pertanyaan tuan nya. Jisoo kembali menjawab "itu karena api merupakan elemen yang dapat memusnahkan semua hal. Apapun itu jika terbakar, akan menjadi abu dan tidak berguna. Baik fisik maupun tak kasat seperti benci dan dendam." Jawab Jisoo dengan mata yang berkaca-kaca. Pelayan Jeong kemudian menjawab "Abu bukannya tidak berguna, kau pernah melihat orang-orang yang dikremasi? Abu menjadi kenangan dan peninggalan terakhir bagi seseorang saat mereka meninggalkan dunia fana ini."

Jisoo pun menjawab "aku hanya tak mengerti dengan kehendak Tuhan yang mengutuk dan menyuruh seluruh semesta mengutuk kaum Iblis. Aku heran menapa Tuhan memberikan cap kepada kaum Iblis bahwa semua dari mereka buruk.". Kemudian pelayan Jeong menjawab "setidak nya aku tahu, bahwa ada dari mereka yang memiliki hati seperti malaikat". Jawaban itu membuat Jisoo menangis di depan perapian hangat itu. Jisoo tak hanya menangis mendengar jawaban pelayan setia nya itu, namun juga teringat pertanyaan dari Kim Woo Bin. Dia tak paham dan tak mengerti megapa dia memiliki hidup seperti ini. Dia tak paham dan tak mengerti dengan kehendak Tuhan yang memberi takdir membingungkan ini kepadanya. Hatinya sakit, perih, terpecah bagaikan gelas yang jatuh dari pegangan tuannya. Pelayan Jeong hanya bisa duduk dan menepuk-nepuk pundak Jisoo yang sedang menangis itu.

avataravatar
Next chapter