2 Siapa Dia

"Kamu Jason kan?"tanyaku dengan suara yang agak mendesis, bahkan aku berulang kali merutuki pria berjas hitam yang saat ini sibuk menghadap langit. Masa bodo bila aku harus dipecat karena tidak sopan pada anak Boss.

"Ah....."desahnya sambil memutar tubuhnya menghadap ke arahku, perlu kuakui kalau dia memang tampan. Ya, namanya juga anak Boss, tak ada yang tidak tampan. Siapa tadi namanya, Oh ya Jason namanya.

"Harusnya aku yang kesal, mengapa kamu terlalu lama? Aku sudah menunggumu dua jam lebih disini, tapi kamu baru datang sekarang. Hah, menyebalkan sekali."

Aku tersenyum, "Mari kita luruskan semuanya lebih dulu, saya tidak mengenal kamu dan begitupun sebaliknya. Jadi, mari kita jelaskan semuanya pada semuanya kalau kita tidak punya hubungan apapun,"

Dia berjalan mendekat ke arahku dengan senyuman yang sangat menawan, "Kamu mungkin tidak mengenalku, ah.. mungkin lupa, tapi tidak denganku. Aku sangat mengenalmu, dan aku sudah mengatakan pada keluarga besarku kalau kamu adalah pacarku. Aku bahkan mengatakan kalau kita akan segera menikah,"

"Apa? Aku bahkan tidak mengenalmu, bagaimana aku harus menikah denganmu?"

Pria itu tertawa keras sekali, ya tapi tetap saja suaranya terdengar merdu. Oh ayolah Love, kamu tidak boleh terpesona dengan pria ini. Ingat, dia itu anak Boss-mu yang sedikit kemungkinan kalau tidak memiliki kekasih, atau bisa dibilang dia itu seorang playboy.

"Menikah denganku atau keluar dari perusahaan?"

"Apa maksudmu?"tanyaku sedikit menggertak.

"Pilihlah salah satu,"

Seketika itu juga, peluh membasahi keningku. Rasanya, tubuhku lunglai seketika. Pilihan yang sulit, keluar dari pekerjaan atau menikah? Hah, adakah pilihan lainnya yang bisa kupilih, setidaknya meringankan beban yang kupikul?

Pilihan pertama, aku menerima lamarannya dan aku masih bekerja di perusahaan. Tapi, aku bahkan belum mengenalnya jauh, aku hanya tahu namanya Jason, anak dari Boss-ku di kantor, aku bahkan belum bisa membayangkan bagaimana kehidupan rumah tanggaku pasca menikah.

Lalu, pilihan kedua, aku menolaknya dan mendapat konsekuensi dikeluarkan dari perusahaan. Dikeluarkan, catat! Dikeluarkan dari perusahaan yang lumayan ternama, gaji yang kuterima pun juga tak main-main, ditambah lagi dengan sikap Pak Boss yang amat ramah denganku. Aku dilema kalau harus keluar dari perusahaan itu.

"Baiklah,"aku akhirnya membuka suara juga setelah sekian lama. Mata tajamnya tiba-tiba memanatapku membuatku terdiam membeku seketika, lalu beberapa menit kemudian aku tersadar, "Misalkan, garis bawahi kata misalkan ya.. kalau aku menerima tawaran untuk menikah denganmu, apa aku boleh meminta waktu untuk mengenalmu, yah.. setidaknya agar keluarga kita tidak begitu curiga akan hubungan ini?"

"Tentu saja boleh. Aku akan menikahimu saat kamu siap dan aku akan menunggumu,"jawabnya cepat.

"Terimakasih. Kalau begitu, bisa aku kembali ke ruanganku? Mohon maaf sekali, tapi tugas saya sangat banyak sekali dan saya harus menyelesaikannya dengan cepat,"ujarku kali ini dengan gaya formal, karena memang faktanya dia adalah anak dari boss-ku.

Belum sempat kuputar tubuhku, dia sudah menarik lenganku hingga membuat kami terlihat amat begitu dekat. Ah, tolonglah siapapun... bantulah aku keluar dari ruangan ini, sebelum aku berbuat khilaf. Astaga, tatapannya bahkan sangat mempesona sekali, bulu matanya sangat lentik, hidungnya mancung, bentuk wajahnya pun amat sempurna. Apakah dia pria yang akan menjadi suamiku kelak?

"Serahkan semua pekerjaanmu pada orang lain, kini saatnya kita saling mengenal satu sama lain. Satu lagi, barusan kamu menggunakan bahas formal padaku, padahal sejak tadi kamu sudah bicara non formal padaku. Apa kamu akan berubah pikiran?"tanyanya sambil membelai pipiku dengan telapak tangannya yang terasa halus.

"Tapi__"

"Ssstttttt... jangan katakan apapun lagi,"

Rasanya bagaukan terhipnotis ketika bibir lembutnya menyapa bibirku. Bodohnya diriku, aku justru sangat menikmati sentuhan lembut bibirnya yang berpadu dengan bibirku. Apakah ini pertanda aku menerimanya sebagai calon suamiku, tapi kenapa? Gerakan bibirnya yang amat sensual membuatku tak sadar kalau baru saja aku mengenalnya, tapi aku justru membiarkan dirinya menguasai diriku.

"Ternyata kamu menikmatinya juga,"ujarnya dan kembali mengecup bibirku sampai membuatku tak bisa berbuat apapun kecuali menerima apa yang ia berikan.

Dorongan yang kuberikan ternyata berhasil, "Kamu yang memulainya lebih dulu, aku hanya mengikuti alur yang dibuat saja. Harusnya, kamu bisa melihat itu tanpa perlu dijelaskan. Jadi, lepaskan aku sekarang!"

"Tidak akan pernah! Sekali kulepaskan, maka kamu akan pergi sejauh yang kamu bisa, dan aku tak ingin berbuat kesalahan lagi. Kamu benar, aku yang membuat alurnya, tapi kamu pun menerima apa yang kuberikan padamu dan aku menyukai gayamu. Hal yang paling kusuka darimu adalah kepercayaan dirimu. Kamu itu selalu percaya diri dan aku suka wanita cerdas sepertimu,"

Aku mengedikan mata berulang kali, "Kesalahan lagi? Apa kamu pernah melepaskan wanita yang kamu cintai? Siapa dia? Mengapa kamu tidak mengejarnya saja, bukan justru aku yang kamu kejar?"tanyaku.

Dia tak menjawab apapun, tapi aku bisa melihat getak-geriknya yang sejak tadi melemparkan pandangannya ke tempat lain. Sepertinya memang ada sesuatu yang ia tutupi dan aku harus mencari tahu itu. Lalu, akan kukembalikan fungsinya sebagai mana mestinya.

Kecupan lembut kembali kuraskan, kali ini bukan di bibir, melainkan di sekitar leherku. Kalau kecuPan tadi terasa lembut dan, kali ini lebih terasa menggebu dan tidak sabaran. Entahlah, aku menyukai segala tindakannya,walaupun terasa agak kasar.

"Apa yang kamu inginkan?"tanyaku.

"I want you, Love..."bisiknya dengan suara yang serak.

"Tapi, kita tidak bisa melakukannya sekarang. Kamu bisa melakukannya pada waktu yang tepat, kamu paham maksudku kan?"cegahku sambil menahan kepalanya.

"Makanya, ayo menikah secepatnya. Aku tidak ingin melakukannya sebelum kita menikah, tapi kalau terlalu lama, rasanya sangat sesak... "

"Apa motifmu menikah denganku hanya untuk itu? Kalau memang begitu, aku akan sangat rela melepaskan pekerjaanku demi harga diriku,"ujarku cepat dan lugas.

"Kalau aku mengatakan alasan aku menikahimu karena aku mencintaimu, apa kamu akan percaya?"tanyanya dengan alis terangkat.

Aku tertawa sambil melepaskan diri, "Aku bukan orang bodoh! Apa perlu kupinjamkan kaca padamu, agar kamu tahu seberapa tampannya dirimu? Lalu siapa aku? Dengarkan aku, aku akan membantumu menyelesaikan masalah yang entah apa itu, tapi satu kata yang harus kita luruskan : kita tidak mungkin saling mencintai,"

Kembali kudapatkan kecupan untuk yang ketiga kali, "Tapi, bagaimana kalau salah satu diantara kita jatuh cinta? Apa yang akan kita lakukan? Apa perjanjian ini akan batal?"tanyanya selepas memberikan kecupan memabukkan.

"Kita lihat saja!"

-0-0-0-

Sepertinya, otakku sedang bermasalah sekarang. Bagaimana bisa aku menerima segala perlakuan yang pria itu berikan? Apa aku terhipnotis akan ketampanan yang ia miliki? Apa karena ia tampan dan mempesona? Hah, sepertinya aku sudah tidak waras sekarang!

Jason Pattinson, pria menawan di usia tiga puluh dua tahun, seorang CEO perusahaan kedua milik perusahaan ternama, Chris Pattinson, sekaligus anak pertamanya. Sejauh informasi yang kudapat, pria itu belum pernah menjalin hubungan asmara dengan siapapun, baik itu model, rekan bisnis, atau orang di sekitarnya. Eh, apa informasi ini benar adanya? Atau Jason menjalin hubungan tersembunyi?

Melihat itu semua, apakah dia cocok menjadi suamiku kelak? Hah, pertanyaan yang paling utama adalah, mengapa dia memilihku menjadi pasangan masa depannya? Apa pikirannya sudah buntu karena dipaksa menikah diisinya yang sudah cukup atau karena sesuatu hal? Memikirkannya membuatku tambah pusing saja.

"Love....."

"Hhuuummmm. ..."

"Apa kamu punya hubungan dengan Pak Jason? Sejak kapan, kok aku gak tahu soal itu? Apa kamu sengaja menutupinya dariku?"

"Tidak kok,"aku mengelak dengan cara yang paling bodoh menurutku. Jessy bukanlah orang yang mudah dibodohi, bila diibaratkan.. dia adalah mesin pendeteksi kebohohongan, karena dia tahu kalau ada yang berbohong.

"Bohong!"

"Apakah anda memiliki bukti?"tanyaku menahan geli, sejujurnya aku pun tak percaya diri. Takut kalau wanita itu memiliki bukti yang kuat untuk menunjukan segalanya.

"Pattinson Corporation mempublikasikan hubungan kalian dan juga rencana pernikahan kalian. Apa itu kurang?"

"Apa?"

avataravatar
Next chapter