1 Namaku ...

Susan Adriana Zeline

Susan (20), remaja putri tomboy nan ceria, berwajah bulat, paras manis, mungil, dan rambut pendek seperti laki-laki. Tidak perlu repot berpakaian feminin, apalagi seksi, bisa memancing gerombolan pria iseng dengan lontaran kata yang tidak membuatnya nyaman. Anggaplah bunglon. Susan bisa berkamuflase seperti pria dengan pakaian oversize nya.

Ia anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya Edo (26) Fredo Ankarian Putra berperawakan tinggi, tampan, gagal belasteran. Tingkahnya konyol tapi terkadang emosional. Pintar-pintar berkata dan 'sok cool gayanya. Ia tidak pernah gagal menarik perhatian wanita. Sikap protektif Edo terhadap adiknya juga kadang tidak masuk logika.

'Entah bagaimana mama ngidam, kami memang seperti terlihat tidak sedarah'. Deskripsi Susan tentang kakak kandungnya, miris ... tapi nyata.

Dicky Erickson Neville

Dicky (21) sahabat Susan sedari masa SMP. Parasnya tampan, garis keturunan Betawi-Inggris, bermata cokelat, rambutnya coklat gelap, dan bertubuh tinggi proporsional. Seperti cokelat pokoknya enak dilihat, sepintas mata ... Yummy!. Ia mantan kapten basket saat mereka di satu sekolah, kuliah pun memilih di Universitas yang sama. Dan hanya mereka berdua yang tau kenapa sulit berpisah.

Kedekatan mereka seperti saudara. Posisi rumah mereka saling berseberangan, kedua orang tua pun cukup akrab. Kenyamanan dan kecocokan mereka berdua terbentuk karena seringkali meluangkan waktu bersama.

****

POV Susan

(Latihan karate)

BUUKKK

'Ah, sial! kena juga kakiku.' gumamku. saat mendapat serangan kaki dari lawan tanding dalam latihan karate kali ini. Hatiku tidak terima, tapi tekad kuat tidak akan menghentikanku mengalahkan nya kini.

Winnie, teman sekelasku yang kuhadapi kali ini. Tubuhnya jauh melebihi tubuhku yang pendek. Sekiranya ia mampu melepaskan serangan, pukulan atau tendangan yang mungkin tidak bisa ku elak. Tapi, Oh ... tentu tidak kali ini!

Terbesit geram dalam hati saat mengingat absensi latihan tadi.

*Flash back on

'Ooo ... jadi beginiii cara mainnya ... ' gumamku, mendapati udang dibalik batu.

Winnie dengan sengaja menaruh urutan namanya diatas nama pacarku. Emosiku memuncak seketika. Kucatat absen selanjutnya, namaku dibawah urutan nama Adi, pacarku saat ini.

"Teman tak tau malu. Ambil saja kalau kau suka, habiskan sekalian! jangan lupa tulangnya kasih kucing!" mengutuk pelan ku hela napas kasar, dan melirik Nana sebagai kode agar melihat apa yang tertulis di absensi itu.

Nana tertawa kecil melihat ekspresi wajah kesalku. Ia menepuk pelan punggungku saat menyadari telah menjadi comblang bagi Winnie untuk dekat dengan Adi. Tentunya, atas permintaan Winnie.

Kutatap mata Winnie yang menatap balik dengan canggung, bimbang, atau rasa bersalah tersimpan yang tidak ingin ditampak kan dari ekspresinya. Apes lah kamu kali ini 'Win ... Serius, makin lapar aku melihat mu.

'Jangan harap aku mau mengalah sama tukang tikung ' Egoku berbicara.

Tiga kali tendangan, dua pukulan, berakhir dengan tendangan sapuan bawah menjatuhkan tubuh besarnya. Seperti kancil dan jerapah memperebutkan pisang. Eh, pisang?. Sadis. Padahal aku tidak pernah begini sebelumnya.

'Ini pertandingan sesungguhnya, 'Win. kau membangunkan singa yang belum makan siang'

Dalam akhir pertandingan hari ini aku pun menang dengan skor telak.

Nol poin untuk kawan pengkhianat.

Flash back off

Sesi latihan hari ini usai. Rasa puas menguasai hati, setelah dendam manis dengan porsi secukupnya kulancarkan pada sahabat yang tidak baik itu.

Sesaat menunggu kendaraan umum usai pulang latihan sore itu, pesan masuk ke ponsel ku.

Dicky [ San, pulang latihan aku kerumahmu ya! ]

'Hhh ... dasar tokek! bisa-bisanya mengganggu waktu istirahatku. Setengah mati rasanya aku pun ingin cerita pada Dicky tentang hari ini, tapi sia-sia saja cerita denganmu, pasti kau lebih dulu curhat!' kuurungkan niat ku bercerita panjang kali ini.

****

POV **Author **

Rumah

'Duh, kabarin Dicky gak ya. Hari ini benar-benar melelahkan untukku, apa rasanya menerima tamu konyol itu kalau mataku lelah seperti ini.' Pikir Susan mengingat pesan singkat dari Dicky .

Susan merentangkan tubuh seluas-luasnya di atas tempat tidur yang ia idam-idamkan selama seharian ini.

'Nikmatnyaaa ... coba saja ada tukang pijit gratis kalau sedang lelah begini ... gak usah ahli pijat memijat asal ganteng saja sudah termaafkan hehehe.' ucap Susan bercanda dalam pikiran.

Baru saja hendak perlahan memejamkan mata, buyar sudah harapan istirahat. Susan mendengar langkah kaki yang menuju ke arahnya.

"Ada apa lagi ... Heee wahai tokek!." kata Susan dengan nada datar dan enggan membuka mata.

"Kok tau? aku kan belum bilang Assalamualaikum! bakat dukun ya anak psikologi." kata Dicky, sambil tersenyum kecil.

"Gak usah bawa-bawa bidangku. Mana ada tamu datang pake manjat balkon orang, kalo dilihat tetangga lain gimana? dikira maling kamu!" ucap Susan. Ia cepat bangkit terpaksa dari rebahnya dan duduk terhuyung di sisi tempat tidur.

"Biar sensasinya beda, pangeran juga manjat menara hahaha"

"Ya ampun ... kamu anggap dirimu pangeran 'kah? mimpi saja dulu sana. Bukannya apa-apa ya 'Dic ... Papaku sudah kasih lampu kuning untuk pemanjat tembok siap ditagih beli cat, masa rumahku harus pakai garis polisi!." jelas Susan karena kelakuan Dicky yang berulang kali, tapi kami terbiasa.

Susan membelalakan mata lelah dan melirik ke arah pria berbadan bongsor yang berdiri diambang pintu kupu-kupu yang terbuka lebar.

"Yaaa yaaa ... lagipula percuma juga manggil kamu dari pintu depan, Kak edo juga gak akan dengar kalau sudah main game." ucap Dicky, melangkah masuk dan meraih tas pada sofa, melemparnya ke arah tempat tidur, kemudian ia duduki sofa tunggal itu.

Susan terdiam kembali saat berusaha mengembalikan kesadaran pikirannya.

"Depan yuk!." ajak Dicky menunjuk ke arah balkon.

"Mau ngapain haaa ... ?." balas Susan malas atau alasan tidak tau.

"Pake nanya. Bangun ah, pemalas. Yuk!" Dicky menarik lengan kiri Susan untuk membantunya bangun.

'Huuhh ... mulai lagi dia!' Batin Susan.

Diteras balkon mereka sanggup menghabiskan waktu berjam-jam sekedar bercanda dan saling berbagi cerita. Sambil memandang jalan depan rumah atau menjahili orang yang lewat dari kejauhan.

Tawa dan candaan konyol Dicky memang cukup menghibur perasaan. Meski dalam keadaan lelah, Susan paling pantang mengecewakan sahabatnya yang satu ini kala dibutuhkan.

Obrolan malam itu pun di dominasi oleh curhat Dicky, seperti biasa.

Kegemaran aneh Dicky adalah datang melalui beranda kamar Susan yang berada di lantai dua. Ia memanjat melalui pijakan tanaman rambat pada tembok penyangga balkon, tapi itu hanya berani dilakukan ketika kedua orang tua Susan sedang pergi keluar kota.

Entah apa obsesinya, Dicky ataupun keluarga kami mulai terbiasa. Dicky for Spiderman? tentu saja bukan. Spiderman tidak bongsor, menurut Susan.

'Obsesi yang hanya menyusahkan diri saja.' pendapat Susan tentang sahabat yang ganteng-ganteng sering gila.

Memang lah Dicky lebih baik dari sahabat lain yang pernah ia kenal. Susan berpikir, ketimbang terlibat dalam situasi percintaan yang rumit tentu sangatlah memuakan. Apalagi perihal cinta versus sahabat, seperti gebetan direbut sahabat, pacar ditaksir sahabat, hingga pacar sahabat yang naksir padanya pun pernah ia lalui. Maka Susan lebih memilih bersahabat dengan banyak pria ketimbang wanita.

Meski tidak jarang beberapa teman pria pernah terlibat cinta lokasi karena terlalu nyaman. Bagaimana pun sosok teman pria yang menjadi sahabatnya, bukan berarti wajib tampan dan popular, cukuplah jika saling tulus. Daripada berteman dengan wanita yang selalu ribet mengeluh masalah cinta .

'Perempuan seringkali drama kalau sudah jatuh cinta, kecuali Dicky, dia memang ribet setiap waktu.' Sejenak lupa kodratnya sendiri.

Susan dan Adi kini hanya sebatas hubungan status, iseng-iseng meng-iyakan tawaran jadian daripada menjomblo dan Adi rumayan tampan juga untuk takaran brondong. Memandang fisik? soal itu manusiawi lah. Tapi prinsipnya, Adi tidak dibiarkan menyentuh bahkan sekedar berpegangan tangan. Kini, Susan memutuskan untuk membiarkan hubungan itu menggantung, karena tidak ingin menyakiti perasaan Adi seperti pria-pria sebelumnya.

'Aku tidak yakin bisa berperilaku sebagai pacar pada umumnya, ambil lah saja pacarku, 'Win. Asal dia mau sama kamu ya!' mengartikan dirinya yang tidak tau bagaimana pacaran.

Jadi, silahkan menikung asal anda bisa. Hehehe

avataravatar
Next chapter