webnovel

Terkurung (Part 2)

"Selamat pagi, nona Rara," ucap seorang perempuan mengenakan pakaian pelayan resort berwarna cokelat muda dengan syal kecil melingkar di leher."Ini adalah hari yang baik untuk jalan-jalan."

*"Jalan-jalan... lebih tepatnya berperan jadi orang lain."*

Rara tak pernah tahu nama perempuan itu. Setiap kali menanyakannya, tak pernah dijawab. Memorinya tentang perempuan ini hanyalah saat kunjungannya di hari dimana ia bisa keluar dari ruangan isolasi ini.

Perempuan ini akan datang bersama dua perempuan dan dua laki. Ia dan dua perempuan akan menyulapnya jadi perempuan dari keluarga kaya.

Rara tidak pernah ingin melakukan ini. Jika bukan karena menyadari bermain peran ini bisa membuatnya mengetahui situasi di luar, yang tentu saja menguntungkannya saat melarikan diri dari sini.

Ia ingat saat pertama kali mencoba kabur. Ia membuat drama yang menggeparkan semua orang di resort ini. Meminta bantuan ke para tamu untuk membawanya pergi dari sini, mengembalikan dirinya ke keluarganya. Dan saat orang-orang jahat itu ingin membawanya pergi, ia meronta begitu keras. Hal itu berhasil membuat beberapa tamu melindunginya.

Sayangnya kemenangan Rara berhasil direbut.

Betapa pintarnya penyekapnya bernama Fadil, pria itu berhasil membuat cerita palsu mengenai keadaan Rara. Ia mengatakan kalau kondisi mental Rara sedang tidak stabil, disebabkan trauma yang dialaminya beberapa hari lalu. Keluarga (imajinasi) Rara diserang sekumpulan orang jahat dan atas intruksi ayahnya Rara terpaksa mereka menyembunyikan Rara ke tempat yang jauh.

Para tamu termakan bualan orang itu dan Rara berusaha meyakinkan mereka bahwa semua itu hanya omong kosong. Akan tetapi, orang itu lagi-lagi berhasil meyakinkan semua orang akan cerita palsunya. Dengan terpaksa, Rara mengikuti permainan orang itu.

Rara melirik dua pria dengan setelan jas hitam dengan alat komunikasi di telinga kiri mereka. Kedua pria itu ada di sini untuk menjadi bodyguard Rara.

Sejak menyadari dirinya diculik, Rara terus memberontak dan berulang kali mencoba melarikan diri. Membuat penyekapnya harus menaruh dua laki-laki untuk mengawasi gerak-geriknya saat di luar kamar isolasi ini.

Gara-gara mencoba melarikan diri berkali-kali, Rara harus mengorbankan kedua kakinya.

Fadil mencambuk kedua kakinya dengan cambuk besi berkali-kali hingga daging telapak dan betisnya terkoyak dan berlumuran darah. Luka yang cukup ditambah ia tidak dalam wujud sempurna, membuat perbaikan lukanya berjalan lambat.

Namun misteri kemampuan regenerasinya lebih lambat dari biasanya masih belum dipecahkannya.

Perempuan itu selesai mendadani Rara. Wajahnya yang pucat karena kurang terpapar sinar matahari sudah ditutupi dengan bedak dan foundation. Bibirnya yang campuran merah muda dan putih pucat sudah dipoles dengan lipstik berwarna salmon, membuatnya berhenti terlihat seperti zombie.

"Nona Rara, Anda terlihat begitu cantik," ujar pelayan itu seusai mengubah penampilannya yang seperti tawanan menjadi perempuan kaya raya.

Rara tersenyum, lalu mengucapkan terima kasih.

Rasa ditemani dua pria yang menjadi pengawalnya keluar dari kamar. Mereka menyusuri lorong panjang nan lembab dengan penerangan seadanya.

Saat di depan sebuah pintu besi, ia berhenti. Kedua pengawalnya bergegas membuka pintu itu.

Ia bisa saja melakukannya sendiri, tapi itu akan menyebabkan dua pengawalnya dibunuh oleh Fadil.

Ia tak ingin itu terjadi lagi. Sudah empat kali bodyguarnya diganti karena keegoisannya. Karena itu, ia membiarkan para pengawalnya melakukan tugas mereka.

Mungkin beberapa orang berpikir, lebih baik diteruskan saja bersikap egois. Jika banyak yang mati, itu akan memudahkan melarikan diri.

Sayangnya, kenyataan suka sekali tidak sesuai ekspektasi. Semakin Rara agresif, semakin membahayakan nyawanya.

Untuk saat ini hanya kedua kakinya dilukai Fadil agar tidak bisa berlari kencang seperti biasa. Bisa saja, berikutnya, kakinya dipotong agar tidak bisa berjalan. Dan tinggal menunggu anggota badan lain menjadi sasaran berikutnya.

Oleh karena itu, saat Fadil memberinya peringatan melalui membunuh para bodyguardnya, membuat Rara berhenti bersikap agresif dan memilih mencari cara lebih aman untuk kabur dari sini.

Rara duduk di salah satu kursi santai depan kolam renang. Segelas sunrise mocktail dingin menemaninya di sini. Mocktail itu terasa manis, masam, dan segar. Cocok sekali dengan musim saat ini―musim gugur.

"Kau terlihat lebih kurus dari sebelumnya," ucap Lala, wanita berambut pendek. Dia, satu-satunya pengunjung yang suka mengajaknya ngobrol meski hanya sebentar.

"Ah, ya..." Rara berakting seperti kehilangan semangat hidup.

Lala menyentuh pundak Rara. "Aku tau kau sedang mengalami kesulitan luar biasa. Terpisah dengan dengan keluarga di tempat asing seperti ini. Tapi kamu harus tetap semangat dan yakin bahwa kau bisa kembali pada mereka."

"Terima kasih. Ucapanmu menyentuh hatiku." Rara tersenyum tipis dengan tatapan mata yang terlihat sudah kehilangan semangat.

Selama di sini, ia jadi terbiasa dengan peran ini. Kedoknya sebagai gadis kaya raya yang rindu akan keluarga semakin terasah. Mungkin, setelah bebas dari sini, dia bisa mencoba ikut main film.

Lala tertawa kecil. "Kau membuatku tersipu." Lala mengusap kedua pipi Rara. "Tetap semangat, ya. Kau mau bertemu keluargamu lagi, kan? Mereka akan khawatir kalau kau seperti ini."

"Terima kasih."

Kondisi Rara tidak sepenuhnya penuh kebohongan. Dia benar-benar jauh dari keluarganya. Sebelum berada di sini ia merasakan kehangatan dan canda tawa keluarganya. Dan dalam sekejap ia berada di tempat asing.

Sepuluh kali, seingatnya, mencoba melarikan diri dan semua gagal. Padahal tempat ini ramai pengunjung dan seharusnya dia bisa berhasil. Namun realita tidak berpihak padanya. Orang-orang jahat itu selalu bisa menemukannya.

Rara menduga diantara para tamu di sini adalah anak buah pria itu yang sedang menyamar. Bahkan identitas dibalik para pegawai resort ini perlu dipertanyakan.

"Udara musim gugur cukup dingin, kau harus menjaga tubuhmu tetap hangat."

Rara merapikan posisi syal tebalnya. "Terima kasih," ucapnya diakhiri senyuman tipis.

Ia mengalihkan pandangannya ke bebrapa pemuda yang mungkin sepantaran sdengannya, mereka bercanda tawa sambil berendam dali kolam renang.

Jika kondisinya sedang tidak dikurung, pastilah bisa bersenang-senang seperti mereka. Menikmati masa muda tanpa merasa ada rantai yang membelenggu diri.

"Aaaa!!!" teriak seorang wanita.

Seketika Rara menoleh ke kanan. Matanya menangkap seorang wanita mengenakan baju renang bermotif polkadot tengah terkejut setelah melihat seorang anak kecil tercebur ke kolam renang untuk orang dewasa.

Muncul hasrat ingin menolong anak kecil itu, namun kedua kakiny ayang tengah terluka membuat Rara harus memendam hasrat itu dan berharap seseorang menolong anak itu.

Kemudian seorang pemuda mencburkan diri ke kolam renang guna menolong anak itu. Pemuda itu berhasil membawa keluar anak kecil itu dan semua orang bernapas lega.

Pemuda itu mengeluarkan air yang tak sengaja tertelan oleh anak itu saat tenggelam dan memberikan napas buatan agar anak itu bisa bernapas lagi. Kedua orang tua anak itu sangat berterima kasih pada pemuda itu.

Dengan bersamaan usainya kejadian anak kecil tak sengaja tercebur tadi, Lala pamit pergi. Ia sangat menyayangkan lagi-lagi Rara tidak bisa ikut berenang bersamanya, karena Rara masih tidak enak badan.

"Mungkin next time kita bisa berenang bareng lagi," ujar Lala tersenyum menutupi rasa sedihnya.

"Iya."

Lala dan Rara saling cipika-cipiki lantas melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan.

Rara menyedot mocktailnya. Matanya menatap ombak lautan yang bergulung-gulung jauh di depannya.

"Lagi mikirin apa nih?"

Muncul seorang pria bertopeng setengah wajah saja. Rara bisa melihat dengan jelas bibir dan rahang tajamnya.

"Orang ini lagi. Kenapa dia selalu muncul untuk merusak moodku?"pikir Rara.

Rara menurunkan tangan kiri yang digunkan menopang wajahnya tadi. "Tidak berpikir apa-apa."

"Benarkah?" Fadil mencoba mengusiknya.

"Benar kok."

"Rasanya aneh jika kau tak berpikir mengenai rencana pelarian."

"Kau suka, ya, liat aku melarikan diri terus?" tanya Rara menggosok cuping telinga kanannya. Mengalihkan rasa sakit yang menusuk-nusuk bagian dalam telinganya.

"Itu cukup menyegarkan. Membosankan jika hanya mengawasimu saja."

Pria ini... Rara tidak pernah menyukainya. Lidahnya begitu lihai membuat orang lain terperngkap. Setiap kata yang terlontar dari mulutnya terasa bagaikan jarum-jarum beracun menusuk-nusuk pendengaran Rara.

Fadil sedikit membungkuk, mendekatkan mulutnya ke telinga kanan Rara, lalu berbisik, "Ini sedang sepi, kenapa kau tak menunjukkan mata birumu?"

Seketika Rara menoleh ke kanan. Kedua matanya melotot seperti terkejut dan keningnya mengkerut seperti kebingungan.

"Bagaimana orang ini tau? Apa aku pernah tanpa sengaja memperlihatkan mata biruku? Aku yakin tidak ada kamera CCTV dalam kamar."

Fadil tersenyum puas melihat reaksi Rara. Kemudian menegakkan kembali badannya. Berjalan tiga langkah ke samping lalu meletakkan tangan kanan ke dada kiri.

"Selamat bersenang-senang, Nona Rara. Jika perlu sesuatu, minta saja pada kedua pria di sisimu atau panggil aku," ucapnya diakhir senyum ramah, lantas ia beranjak dari sana.

Rara memandangi punggung pria itu hingga hilang ditengah kerumunan tamu resort. Dia berharap musibah yang menimpanya segera berlalu. Ia begitu khawatir dengan keluarganya. Pasti mereka mencarinya.