webnovel

KESUCIAN YANG HILANG (II)

Magnum hotel, Jakarta Pusat

Farina memasuki sebuah kafe dilantai dasar hotel bebintang lima yang baru di buka di Jakarta.

Magnum hotel, ini pertama kalinya Farina menapakkan kakinya disini.

kalau bukan karena Ranggita, dia tidak akan bisa berada disini.

Sesuai dengan arahan Ranggita di telepon tadi, Farina harus masuk ke kafe dulu untuk menenangkan diri sekaligus bersiap-siap, sambil menunggu kehadiran Masaji.

Masaji bilang dia akan terlambat sekitar satu jam, karena tiba-tiba saja ada meeting dengan Board Of Directors di kantornya.

Tidak masalah, pikir Farina.

Dia senang punya waktu tambahan untuk mengatur napasnya yang memburu.

Ya, merencanakan untuk kehilangan keperawanan bukanlah hal yang mudah.

Paling tidak, buat perempuan seperti Farina.

"Malam, mbak Farina?" sebuah suara menyodok kesadaran Farina yang baru saja mau berangkat menuju dunia lamuna.

"Eh_iya?"

Farina melihat seorang pemuda bertubuh tegap, berambut klimis disisir ke belakang memakai kemeja hitam-merah licin yang sama persis dengan seseorang lain di balik bar.

Oh, rupanya pemuda ini bertander, batin Farina.

Mungkin ini yang namanya Sutan, kenalan Ranggita.

Kata Ranggita, minuman buatan Sutan rasanya luar biasa.

Tidak pernah ada resep minuman yang gagal di tangan pria itu.

Sekilas Farina melirik ke name tag pemuda itu.

Benar nama saya Sutan.

"Saya dapat informasi dari bagian resepsionis, katanya mbak Farina malam ini menginap dikamar presidential suite kami? "

"I_iya," Farina berdehem, menjernihkan suaranya, "benar ". Dia gugup, seumur hidupnya belum pernah ada staf hotel mewah mana pun bersikap sesopan ini padanya.

Rupanya seperti ini di perlakukan untuk seseorang yang menginap di kamar termahal sebuah hotel?

Senyum Sutan berkembang,

"Perkenalkan, saya Sutan, senior bartender di kafe ini. Kalau mbak Farina berkenan, saya hendak membuatkan Mbak minuman, khusus untuk menyambut kehadiran Mbak malam ini di Magnum hotel."

Pemuda ini bicara tanpa melenyapkan senyumnya. Hebat, pikir Farina. Latihan pakai apa dia?

"Oh_boleh saja, " Farina mengedikkan bahu. "Minuman apa? "dia bahkan tidak punya ide apa-apa. Mana dia tahu jenis minuman di kafe kelas atas seperti ini??

Farina jarang beredar di tempat hang out mewah, kecil Ranggita yang menyeretnya.

Namun seperti jawaban dari pertanyaan Farina, Sutan menyodorkan buku menu padanya.

"Silakan, Mbak, "katanya ramah.

Farina menerima buku menu bersampul kulit itu dah memilih minuman yang gambarnya pertama kali dia lihat.

Sebuah minuman berwarna pink cerah dengan gelas tinggi yang anggun. "ini saja, " gumamnya setengah ragu, jemarinya menunjuk gambar.

"Oh, " Sutan mengangguk mantap, madi sambil tersenyum lebar, "Watermelon Bellini" katanya menyebut nama si minumam. "Pilihan yang menarik, " lanjutnya, "Saya siapkan sebentar, Mbak Farina."

"Oke, " Farina menyahut kikuk, "Terima kasih, Mas Sutan. "

"Dengan senang hati, Mbak, " sahut Sutan sambil melipat buku menu dan membawanya dengan gerakan terlatih yang begitu elegan. Kemudian pemuda itu melangkah pergi dari meja Farinaq, meninggalkan perempuan itu sendirian.

Helaan napas Farina berderai halus.

Ada sesuatu yang masih terasa mengganjal di benaknya. Apa itu? Farina menghentakkan kepalanya. Pasti karena dia gugup. Malam ini dia akan menyerahkan diri seutuhnya pada kekasihnya. Perempuan mana yang tidak merasa gugup bila berada di situasi itu? Ya, kan?

Farina menundukkan sekilas, memeriksa keadaan dirinya. Dia sudah melakukan berbagai perawatan kemarin. Kulitnya sudah di lulur dengan rangkaian bahan tradisional di salon langganan Ranggita.

Farina juga sudah mengunjungi salon waxing untuk menghempas helai-helai yang tidak dibutuhkan di tubuhnya. Tadi siang dia juga sudah melakukan hair spa untuk mempercantik rambutnya. Semua sudah sempurna, seharusnya.

Pakaiannya juga sudah luar biasa. Gaun mini merah muda membalut pas tubuh mungil Farina. Sederhana, namun sangat cantik. Bahkan ketika menghadiri pesta pernikahan saudara atau teman-temannya pun, Farina tidak pernah tampak cantik malam ini.

segalanya telah dia lakukan untuk menyenangkan Masaji. Setimpal, dengan apa yang telah diberikan lelaki itu pada Farina sepanjang hubungan mereka.

Kasih sayang, cinta, perhatian, dan sejuta kebaikan lainnya yang di persembahkan Masaji tanpa pernah meminta imbalan.

Malam ini adalah saatnya memberi imbalan itu setulus hati, putus Farina.

"Silakan, Mbak... " Sutan hadir di meja Farina, menyuguhkan segelas minuman, persis seratus persen seperti gambar yang ada di buku menu.

Farina mengangguk,"Makasih, Mas." Dia menyambut gelas tinggi itu, sementara Sutan tersenyum santun.

"Panggil saya saja bila masih ada yang Mbak Farina butuhkan, "kata Sutan.

"Iya, sekali lagi, makasih, " Farina tersenyum. Sutan mengangguk sejenak lalu pergi.

Farina menyesap minumannya. Hmm. Manis, tapi bukan manis seadanya seperti jus semangka yang biasa dibelinya di kantin kantor. Minuman ini enak, Farina berpikir sembari menyesap lagi. Tapi dia tidak mungkin sering-sering minum minuman semacam ini. Harga segelasnya bisa untuk jatah makan siang Farina selama seminggu lebih.

Beberapa kali, Farina menyesap minumannya.

Hmm... setahu Farina, minuman ini bebas alkohol. Tapi... tunggu. Farina menyentuh lehernya. Lalu bahu dan lengannya. Dia merasa tubuhnya memanas. Seperti ada setruman listrik yang mengalir di dalam badannya. Dia merasa tak nyaman dan nyaman sekaligus. Aneh. Farina menyentuh lehernya lagi.

Ada apa ini? Apakah Farina sakit?

Mungkin kelelahan karena segala upaya mempercantik diri? Sepertinya tubuhnya mau demam. Dan...

Farina menyipitkan mata.

Pandangannya agak gelap. Suram. Dan semakin menggelap. Ya, ya, sepertinya dia hendak sakit. Daya tahan tubuhnya melemah pasti, karena kelelahan seharian kemarin. Farina menarik napas panjang. Namun celakanya, seolah oksigen yang dia tarik masuk ke tubuhnya malah menyulut rasa panas yang sudah semakin menguasai Farina.

Masaji, pikirnya .Farina harus menelepon Masaji. Lelaki itu harus cepat-cepat kemari.

Farina merogoh tasnya. Dia mengambil ponsel dan membukanya, mencari nomor kekasihnya. Oh, sial. Pandangan Farina semakin kabur. Dia menghentakkan kepala dan menyipitkan mata, berusaha untuk fokus mencari nomor telepon Masaji.

Namun yang dirasakan Farina justru tubuhnya semakin panas dan lemah. Dia bahkan terhuyung dalam duduknya.

Astaga. Farina berusaha bertahan, tangannya yang masih memegang ponsel mendadak meraih ujung meja untuk bertumpu.

SYUT!

ponsel terjatuh dari tangan Farina. Suara deban pelan ponsel yang beradu dengan karpet kafe menyadarkan Farina untuk menoleh. Dia melihat ponsel putihnya terkapar di lantai.

Sial, batin Farina.

Dia mencondongkan tubuhnya perlahan, hendak mengambil ponsel itu. Dia harus lekas mengambilnya, dan menelepon Masaji. Farina membungkuk. Tubuhnya kian panas dan pandangannya kini mulai berputar. Segalanya makin suram. Farina nyaris meraih ponselnya, namun tiba-tiba...

"Farina? " Seorang lelaki lebih dulu menyambar ponsel itu dan dengan sigap menopang tubuh Farina yang lemah terhuyung.

Farina menoleh. Masaji sudah berada di hadapannya. Tampak begitu rapi dengan setelan jas hitam. Sejak kapan Masaji ke kantor mengenakan jas seperti itu?

Farina menaikkan alis. Oh, tentu saja Masaji sengaja berdandan khusus malam ini untuk Farina. Ya, seperti halnya Farina secara total memoles dirinya untuk lelaki itu. Ya, kan?

"Ma_Masaji," Farina menyahut lemah ambil menggelayut, berpegangan pada tua tegap lelaki itu. "Aku_ aku baru saja mau menelepon kamu, " gumannya pelan. Wajah Farina sepintas bergesekan dengan pakaian lelaki itu. Farina menghirup samar aroma parfumnya. Wangi yang mewah, misterius, dan menimbulkan kesan nyaman. Wangi yang membuat Farina ingin menghirup lagi, lagi, dan lebih dalam lagi.

Tapi-tunggu sebentar. Ini bukan wangi Masaji yang biasanya. Farina tahu betul, karena selalu dia lah yang memilihkan setiap kali Masaji mau membeli parfum baru.

Farina berusah mengeyahkan rasa pusing di kepalanya sementara indra penciumannya meraup aroma maskulin itu lebih dalam. Ya, Farina tidak pernah kenal aroma ini. Ini berasal dari botol_botol Masaji yang dia pilihkan. Tapi... _hei! Farina menyadarkan dirinya. Tentu saja, Masaji membeli parfum baru diam-diam sebagai persiapan yang maha penting untuk malam ini. Bagi pria, parfum itu teramat vital. Pasti persiapan utama Masaji adalah parfum, selain setelan jasnya yang super keren ini.

Ya, pasti begitu. Dan Farina senang, Masaji semakin mahir dalam memilih wewangian untuk dirinya sendiri. Aroma ini begitu maskulin dan cocok untuk kepribadian Masaji yang simple tapi misterius. Farina suka. Sangat suka.

"Kemarilah, " lelaki itu membantu Farina berdiri pelan_pelan."Kita ke kamar sekarang, " katanya lembut sambil mengusap lengan Farina. Kontan Farina tersenyum lega. Segala kecemasan yang dia rasakan beberapa menit terakhir langsung menguap lenyap. Selemah_lemahnya tubuhnya, bila Masaji ada di sampingnya, Farina akan berani menghadapi apa pun.

Terutama menghadapi malam spesialnya ini.

Aku akan mulai menjalani malam terindah dalam hidupku bersama Masaji dalam beberapa menit lagi, Farina membatin sementara pegangannya pada lengan pria itu semakin erat, seiring pria itu menuntun Farina lembut menuju lift yang akan membawa mereka berdua ke kamar termewah di kota Jakarta.

Segalanya akan dimulai malam ini.

***

Presidential suite, Magnum Hotel,

Jakarta Pusat

Sorot matahari pagi menyeruak ringan, menembus tirai tipis yang melindungi jendela kamar termewah di gedung pencakar langit berlantai 65 itu.

Farina beringsut kecil dari posisinya di tempat tidur king size yang tergeletak megah di tengah ruangan. Tubuh perempuan itu terlihat begitu mungil dan rapuh dalam balutan lautan selimut putih di atas ranjang berukuran besar.

Rambutnya terurai lepas, menyerupai gurat_gurat hitam yang indah menghiasi bantal di bawah kepalanya.

"Ehm__" Farina berdehem menjernihkan tenggorokannya, seiring dengan matanya membuka perlahan, malu__malu menyambut cahaya matahari yang sedari tadi menantikannya sadar dari tidur. "Ehm," Farina berdehem lagi, kali ini sedikit lebih keras. Karena dia mulai terbangun sepenuhnya. Tangannya meraih wajahnya dan mengusapkan ringan, lalu dia mengucek matanya sepintas.

Tubuhnya kini terduduk. Dia mengenali ruangan tempatnya berada. Kamar yang indah pikirnya. Tak habis_habis dia mengagumi setiap detail di ruangan itu, sejak semalam. pencahayaan kamar itu temaran hangat, dengan aroma bunga lavender bercampur lemon yang segar sebagai pengharum ruangan. Sungguh menenangkan. Ornamen seni kelas tinggal di dinding menambah keindahan kamar, ditambah dengan beberapa bagian yang konon berlapis emas. Pembuka keran dan pegangan lemari serta pintu, misalnya. Mengagumkan.

Tapi Farina tidak berada di sini untuk bisa mengenang perabotan kamar ini di kemudian hari. Tentu saja tidak. Dia berada disini untuk mencetak kenangan manis bersama Masaji. Lelakinya. Pemilik hatinya. Dan... ah, semalam itu....

Ingatan akan peristiwa semalam membuat kedua pipi Farina kini bersemu hangat. Dia tidak pernah menyangka, bahwa bercinta dengan seseorang bisa seindah itu. Ini sungguh pengalaman pertama yang akan selalu membuat Farina tersenyum. Dia masih bisa merasakan sentuhan lembut Masaji di setiap inci tubuhnya semalam. Setiap kecupan dan cumbuan lelaki itu. Dan betapa lelaki itu tidak kenal kata lelah untuk membuat Farina bahagia semalam. Lalu semua kisah indah itu ditutup dengan terlelapnya Farina dalam pelukan Masaji.

Ah, mengingatnya saja membuat Farina ingin mendekap lelaki itu pagi ini.

Farina menggeser posisinya dan menatap sosok laki-laki yang masih tertidur pulas di samping kirinya. Posisi Masaji membelakangi Farina. Dia hanya bisa melihat punggung telanjang lelaki itu yang setengah terlindung selimut hotel. Juga rambut hitamnya yang pendek dan lurua, yang___

Farina menajamkan penglihatannya.

Bukan, pikirnya. Itu bukan rambut Masaji. Rambut Masji sedikit lebih panjang dan tidak lurus. Tidak, tidak.

Masaji berambut ikal. Rambut ikal yang seksi yang membuatnya tampak seperti model iklan sampo dari Spanyol setiap dia menyeka rambut. Namun lelaki di sampingnya ini, berambut pendek dan lurus. Lalu

lihat kulit punggungnya. Tidak, sakali lagi tidak! Kulit Masaji agak kecokelatan, tidak seputih ini!

Demi Tuhan! Siapa laki-laki ini?! Siapa?!

Dia memang tampak rupawan. Menarik. Menggoda. Ini bukan waktunya untuk mengagumi sosok lelaki ini! Karena ia bukan lelaki yang dicintainya! Bukan Masaji, kekasihnya!

Kerongkongan Farina terasa tercekat. Napasnya seakan di sumbat oleh sesuatu yang tak kasat mata. Seluruh isi dadanya meronta dalam sesak. Mendadak Farina mual.

Siapa orang ini?! Dan apa yang telah terjadi?!

Farina tak bisa bergerak. Dia terpaku seperti disihir mantra ajaib, seperti dikutuk habis-habisan, sementara tubuhnya gemetar ketakutan. Rasa panik dan sesal mejalari setiap pori kulitnya. Air mata tanpa perintah, langsung meluncur deras dari kedua matanya.

Di otaknya pertanyaan demi pertanyaan muncul terus menerus menghujam Farina tanpa ampun.

Pertanyaan-pertanyaan itu barangkali tak akan berhenti menikamnya sampai Farina berteriak putus asa dan memutuskan lebih baik dia mati saja.

Bila lelaki ini bukan Masaji __ yang sudah jelas seribu persen memang bukan Masaji__ maka aku telah tidur dengan siapa semalam?

Aku menyerahkan keperawananku pada siapa semalam?!

Aku tidur dengan siapa semalam?!

Siapa?!

Bersambung...

Next chapter