37 37

Happy Reading and Enjoy~

Luna mengunci kamarnya atau lebih tepatnya kamarnya dan Allard. Persetan dengan lelaki itu, dia punya lebih banyak kamar dan ruangan yang bisa dijadikan tempat untuk tidur.

Sejak pergi dari perpustakaan tadi Allard belum menemuinya, mungkin saat ini lelaki itu sibuk dengan wanitanya. Tiba-tiba dadanya dipenuhi gemuruh amarah. Jika Allard menemuinya sehabis mencumbu wanita itu, dirinya benar-benar dijadikan boneka.

Luna menggigit bibir bawahnya, memang benar dirinya boneka dan sialnya itu atas permintaannya sendiri. Ia harus mencari cara untuk menghubungi Derald, sahabatnya itu bisa menjadi saksi bahwa dirinya ditahan oleh Allard.

Oh, andai saja ia punya kekuasaan dan bisa menggulingkan bisnis Allard bahkan memasukkan lelaki itu ke dalam jeruji besi. Atau setidaknya ia memiliki kesempatan untuk mendapatkan racun yang bisa melayangkan nyawa lelaki itu.

Kehidupannya akan terasa sempurna.

Melirik jam yang sudah menunjukkan angka 12 malam, dan tampaknya Allard tidak mungkin masuk ke dalam kamarnya. Setidaknya untuk malam ini ia bisa tertidur dengan nyaman.

Sayangnya hal itu tidak menjadi kenyataan.

Luna meringis saat merasakan perih yang amat sangat. Ia bermimpi Allard menyiksanya dan mimpi itu terasa nyata.

Senyum Allard yang tampak mengerikan membangunkan Luna dari tidurnya. Napasnya memburu dengan dada yang berdegub kencang. Syukurlah itu hanya mimpi dan jam di dinding menunjukkan pukul 3 dini hari.

Luna menggerakkan tangannya untuk mengusap keringat dingin yang berada di dahinya, ia meringin ketika merasakan sakit yang amat sangat dari tangannya.

Seketika matanya melebar ketika melihat beberapa sayatan kecil yang menghiasi lengannya di tangan sebelah kiri. Sayatan kecil yang menimbulkan rasa perih yang luar biasa, tangannya terasa lengket ketika Luna mencoba mengangkatnya.

Darah yang berasal dari tangannya sendiri sudah mengering.

Menelan ludah gugup, ia mengedarkan pandangannya. Saat tadi dirinya jatuh tertidur semua masih baik-baik saja, dan tidak mungkin tangannya terluka secara tiba-tiba. Dan benar saja, lelaki tidak punya hati itu yang menjadi penyebabnya.

Allard berdiri di depan lemari kayu besar yang berada tepat di ujung ruangan, Luna tidak pernah membuka lemari itu. Dan sejauh yang diingatnya Allard menyimpan benda-benda yang ia tidak tahu namanya di dalam lemari itu.

Seolah sadar dirinya diperhatikan, Allard membalikkan tubuhnya dan menyunggingkan senyum sinis.

"Aku tidak menyangka membangunkanmu butuh waktu yang lama."

Lelaki itu terkekeh sembari menggoyangkan pisau yang berada di tangannya. Ujung pisau yang tajam itu berkilat di gelapnya pencahayaan kamar mereka.

"Aku bahkan harus berusaha keras membentuk karya seni di tubuhmu."

Berusaha keras? Karya seni?

Luna melirik lengannya yang berjejer sayatan kecil. Karya seni apa yang melukai tubuh manusia! Luna menggerakkan tangannya pelan untuk membuka laci yang berada tepat di samping ranjang. Mengambil pisau yang memang disediakannya untuk berjaga-jaga bila Allard menyiksanya.

Dahinya berkerut ketika mendapati pisau itu tidak ada, ia tidak pernah menyentuh pisau itu ataupun memindahkannya. Apa pelayan yang membersihkan kamarnya yang mengambil pisau itu karena mengira mungkin saja Luna bisa mengakhiri hidupnya dengan benda tajam itu?

"Apa kau mencari benda ini?"

Ia berpaling menatap Allard yang tersenyum sinis sembari menggoyangkan pisau nergagang biru yang dikenalnya. Itu pisau yang disimpannya, kenapa ada pada Allard. Luna mengetapkan bibirnya.

"Cukup sekali, wanita. Aku tidak akan membiarkanmu menusukkan benda tajam manapun ke tubuhku."

Sialan!

"Lalu bagaimana denganku!? Kau selalu menusukkan benda tajam manapun ke tubuhku, kau pikir itu tidak menyakitiku!"

Tampaknya Luna yakin bahwa lelaki lebih kuat dari wanita itu adalah dusta. Lihat saja dirinya dan Allard, lelaki itu baru sekali merasakan pisau yang menusuk perutnya, dan dia sudah bersikap manja. Bagiamana dengannya yang hampir setiap pertemuan mereka Allard selalu menyakitinya.

Menghela napas pelan, Luna memejamkan matanya. "Kupikir kau sedang sibuk dengan wanitamu itu, kenapa kau bisa berada disini dan berbuat keji?"

"Kau cemburu?" Ada nada geli yang terselip ketika Allard bertanya.

"Demi apapun tidak." Luna mendesis. Dan Allard kembali terkekeh.

Selain pisau yang disembunyikannya di laci untuk membalas Allard ia juga menyembunyikan gunting di balik bantalnya, dan terkutuklah Allard karena mengambilnya juga. Luna mengetapkan bibirnya, jika begini caranya ia tidak punya benda apapun untuk melawan.

Luna beringsut mundur dan turun dari ranjangnya ketika Allard mendekat dengan benda-benda aneh yang berada di tangannya. Ia tidak mengenal benda-benda itu, tetapi tentu saja salah satu dari benda yang dibawa Allard selalu ada cambuk.

Tubuhnya seketika menggigil karena Allard juga membawa pistol. Ap-apa pada akhirnya ia mati secepat ini? Cih, Luna bahkan belum membalaskan dendam kedua orangtuanya dan sekarang ia juga harus mati di tangan lelaki yang sama. Kematian yang sia-sia.

Allard meringis ketika melihat Luna mencoba semakin menjauh, bahkan sekarang tubuhnya berada tepat di pintu balkon. Luna berpikir hanya menunggu waktu ia membuka pintu balkon kamarnya lalu terjun dan berakhir di kolam berenang yang akan membuatnya mati karena kehabisan napas.

"Kita hanya bermain-main, kenapa kau ketakutan seperti itu?"

"Main-main katamu? Pergi saja ke neraka!" Ia menjerit histeris ketika dengan satu gerakan cepat Allard melangkahi ranjang dan berjalan mendekatinya.

Dengan panik Luna mencoba berlari menjauh, tetapi Allard berhasil menangkap lengannya yang terluka. Menekankan tangannya disana hingga membuat Luna menjerit kesakitan.

"Selagi aku masih meminta baik-baik patuhi saja, istri."

"Aku bukan istrimu!" Luna berteriak dengan dada bergemuruh. Ia tidak suka ketika Allard mengucapkan kata istri, nadanya seperti mengolok-olok dirinya.

Tanpa perasaan Allard memaksa Luna kembali ke ranjang dengan menekan lengannya yang terluka. Luna mencoba memberontak, tetapi tetap saja semua terasa sia-sia. Allard membanting tubuhnya di atas ranjang. Kedua mata pria itu berkilat mengerikan.

Allard mengelus sayatan yang berada di lengannya, sebenarnya tidak bisa disebut dengan mengelus karena pria itu menggunakan pisau kecil yang tentunya membuat lengannya bertambah parah. Luna meringis, ia mencoba menendang Allard, tetapi kakinya di tahan dengan satu tangan lelaki itu.

Yang membuatnya kesal kenapa Allard bisa menahan tendangannya hanya dengan satu tangan?

"Aku selalu bertanya-tanya apa yang membuatmu mencoba melawanku. Sebesar apapun usahamu kau tidak akan bisa lolos dariku. Seharusnya kalimat itu yang kau cantumkan di pikiranmu."

Dengan gerakan cepat Allard mengurung tubuhnya dengan merantai pergelangan tangannya dan juga pergelangan kakinya di ujung ranjang. Lelaki itu juga menutup kedua matanya dengan kain bewarna merah.

Luna menggerakkan tubuhnya dengan tidak nyaman tapi satu cambukan pelan mengenai perutnya. Dengan kurang ajar Allard membuka seluruh pakaiannya. Oh, ya Tuhan … semoga besok dirinya masih hidup.

"A-aku tidak tahu apakah orangtuamu tau perbuatanmu, tetapi … tetapi kuharap mereka tidak kecewa denganmu."

Luna berucap dingin yang langsung mendapat hadiah tamparan di pipinya yang mulus.

Luna salah karena telah mengungkit hal yang paling sensitif. Ia hanya tidak tahu bahwa perkataannya yang berniat menyinggung itu membuat tubuhnya semakin hancur. Sebab, Allard mencambukinya dengan membabi buta.

Sepanjang malam yang terdengar hanya geraman Allard dan rintihan Luna yang terdengar pilu.

Bersambung...

HaloπŸ‘‹ cerita Arthur sudah tersedia di wattpad dengan judul Slave Bird ya. Bagi yang mau kepoin cerita orangtua Arthur juga bisa baca di Innovel/Dreame dengan judul Clara Prison.

Ngomong-ngomong Wedding Doll sudah tersedia di aplikasi Play book. So, yang penasaran sama kelanjutannya bisa langsung beli ya. πŸ™‚

avataravatar
Next chapter