34 34

Happy Reading and Enjoy~

Sudah tidak bisa berbuat apapun lagi, dan sudah sejauh ini tidak mungkin dirinya berlari. Luna menatap kosong ke arah cermin besar di hadapannya, seorang wanita cantik yang mengenakan gaun pengantin. Setelah ini hidupnya akan hancur.

Jika pengantin lain membangun harapan dalam rumah tangga sehabis pernikahan, maka Luna memupus harapan, mengikis hingga kandas. Tidak ada keharmonisan, kemesraan, atau segala kenikmatan yang bisa di dapat. Tubuhnya menggigil ketika mengingat ancaman Allard.

Lelaki itu akan menyiksanya lebih parah lagi, dan tidak akan ada yang bisa menghentikan. Sebab, hari ini juga dirinya akan menjadi milik Allard. Hukum tidak akan tau perbuatan tercela lelaki itu, bagaimana caranya kabur?

Tahan, jangan menangis. Maskaranya bisa luntur dan membuat wajahnya tampak kacau. Ia tidak boleh kelihatan lemah, lelaki itu pasti senang mendapatinya ketakutan. Luna tidak ingin melihat binar bahagia dari manik abu itu.

"Nona Luna, sudah saatnya kita ke gereja."

Seorang pelayan menghampirinya dengan membungkukkan badan sedikit.

Luna mengangguk sembari menghela napas dalam-dalam. Sudah saatnya, langkahnya terasa berat sekali. Ia berjalan perlahan menuju pintu, sementara gaun pengantinnya yang panjang diangkat sedikit oleh dua pelayan agar tidak menyentuh lantai.

Sejak pagi tadi ia belum bertemu Allard, lelaki itu hanya memberi perintah pada beberapa pelayan agar melayaninya dan memandikannya, juga mengutus penata rias terkenal agar mendandaninya.

Itu sesuatu yang bagus untuk kesehatan dirinya.

Oh, tidak. Semuanya terasa sangat cepat. Limusin yang dinaikinya berdiri di hadapan gereja yang tampak sederhana.

Hanya ada beberapa orang di sana, tidak banyak. Allard pernah mengatakan akan melakukan pernikahan secara diam-diam agar bisa menyembunyikannya dari publik.

Meskipun begitu, masih saja ada paparazzi yang mencuri kabar secara diam-diam. Bukan tidak bisa menghalangi mereka.

Allard hanya tidak mau, lelaki itu ingin pernikahannya tersembunyi tetapi juga tersebar secara diam-diam. Dirinya masih ingin menikmati para wanita-wanitanya.

Jantung Luna berdebar dua kali lebih cepat ketika melihat sosok Allard yang berdiri tegap dengan mengenakan tuxedo bewarna abu-abu, senada dengan bola matanya. Wajah pria itu tegang, tetapi ada senyuman tipis di sana.

Meskipun pernikahan mereka dilaksanakan di dalam gereja yang terlihat sederhana, tetapi ada beberapa tamu terhormat yang diundang pria itu.

Itulah mengapa Allard memasang senyum dan sikap bersahabat. Dasar penipu ulung!

Yang lebih membuat Luna muak, lelaki itu tersenyum manis ke arahnya. Seolah pernikahan mereka didasari oleh cinta. Tatapan matanya terasa teduh, hanya Luna sendiri yang bisa melihat ada ancaman samar di manik abunya.

Luna mengetapkan bibirnya, rasanya ia ingin melempar Bungan yang berada di tangannya ke wajah lelaki itu. Oh, atau menusuk Allard di saat janji suci akan dilontarkan.

Kedua mata Luna berkilat, jika ia membunuh Allard di hari pernikahan mereka … maka dendamnya terbalas.

"Jangan coba-coba, aku bisa mengetahui apa yang kaupikirkan. Percayalah, aku tidak akan mati semudah itu, saat kau merencakan aksimu para bodyguardku dengan sigap akan menolongku, lalu pilihanmu hanya ada dua; penjara seumur hidup atau aku berpura-pura memaafkanmu dan menyiksamu di wilayahku."

Allard berbisik pelan di telinganya ketika Luna berdiri tepat dihadapan pria itu. Lelaki itu tersenyum ramah, seolah-olah membisikkan kata-kata penenang agar sang istri tidak terlalu kaku.

Sang pastor yang sudah berumur dan beruban itu menatap mereka bergantian, tanpa senyuman mengucap sumpah dengan suara lantang. Dan Allard mengikutinya, berjanji akan menjadi suami yang selalu mencintai sang istri baik suka maupun duka.

Berbeda halnya dengan Allard yang tampak mantap saat mengikuti ucapan sang pastor, suara Luna memelan. Tidak ada kepercayaan diri dan semangat dalam nada di kalimatnya ketika mengulang janji suci pernikahan.

Akibatnya sang pastor menyuruhnya mengulang kalimat janji itu dengan suara kuat. Lewat tatapan mata Allard mengancamnya. Mungkin hanya ia sendiri yang bisa melihat kilat menyeramkan dari mata lelaki itu, sementara yang lain mengartikannya sebagai kilat semangat.

Hatinya mati rasa ketika ia mendengar sang pastor menegaskan.

"Di depan Tuhan dan saksi, kunyatakan kalian sebagai suami istri. Apa yang telah disatukan Tuhan tidak bisa dipisahkan manusia."

Terdengar suara tepuk tangan meriah yang membahana, senyum mengembang di wajah para tamu.

Allard mendekat, menarik pinggangnya untuk menunduk dan membenamkan bibirnya di atas bibir Luna yang lembut.

Ciuman itu mendominasi dan sedikit menyakiti. Bahkan melalui ciuman lelaki itu bisa mengancamnya. Dan tidak mungkin Luna mendorong tubuh Allard di depan banyak orang setelah mereka mengucapkan sumpah atas janji suci dalam pernikahan ini.

Dengan berat hati Luna menerima ciuman Allard yang terasa menyakiti, tetapi tidak membalasnya. Ketika ciuman itu terlepas kembali suara tepuk tangan meriah terdengar.

"Senyum, atau kubunuh kau setelah pernikahan ini selesai," ancam Allard di telinganya saat lelaki itu ingin menjauh dari tubuh Luna untuk menegakkan badannya menghadap para tamu.

Mau tidak mau Luna tersenyum. Mencoba berperan bahwa dirinya bahagia. Coba katakan, suami siapa yang mengancam istrinya di hari pernikahan mereka? Oh, Luna hanya pernah melihatnya di film dan sekarang keadaan ini nyata tertuju padanya.

Diantara para tamu tidak ada yang dikenalnya, hanya saja sosok lelaki tinggi tampan yang berdiri tegap di samping pintu masuk gereja terasa tidak asing. Lelaki itu jika ia tidak salah bernama … Arthur.

Terkutuklah dirinya saat mengingat sesosok gadis kecil yang ketakutan di ruang bawah tanah.

Gadis yang nampaknya tersiksa dan mengalami gangguan jiwa. Arthur menghampiri mereka, menepuk punggung Allard ketika mereka berjalan keluar dari gereja.

"Aku tidak menyangka akhirnya kau menikah."

Luna membenci nada bicara Arthur, seolah lelaki itu bahagia melihat pernikahan ini. Tidakkah lelaki itu tau bahwa mereka menikah tanpa cinta? Tapi sepertinya Arthur tidak peduli pada nasibnya yang terancam di tangan Allard. Luna mengetapkan bibirnya, terkutuklah Allard dan temannya.

Allard mengangkat kedua bahunya ringan.

"Aku tidak menjadi orang lain dengan pernikahan ini," ia menyeringai, "mungkin ada sedikit perubahan dalam diriku, hanya perubahan kecil dalam memperlakukan istri yang merangkup bonekaku ini."

Allard terkekeh dengan ucapannya. Yang membuat Luna semakin kesal, Arthur juga turut tertawa. Hanya orang-orang yang tidak punya hati dan akal sehat yang menertawakan kesengsaraan orang lain.

Semoga Tuhan bisa mencabut nyawa dua pria yang berada di dekatnya saat ini.

"Ah, aku juga mengundang Ara kesini, sialnya suami tidak bergunanya juga ikut."

Arthur melambaikan tangan pada wanita cantic yang berdiri tidak jauh dari mereka. Wanita itu tersenyum, bola matanya yang berwarna biru berkilat bahagia ketika melangkahkan kaki menghampiri mereka.

"Selamat Allard." Suaranya merdu, wanita itu mengulurkan tangan untuk memberi selamat pada Allard. Lalu tatapannya teralih ke Luna yang diam mematung, senyum manis mengembang di bibirnya.

"Wah, kau cantik sekali. Tidak heran Allard memilihmu."

Wanita itu mendekat untuk memberi pelukan hangat.

"Selamat atas pernikahan kalian."

Luna membalas dengan tak kalah hangat meski sedikit canggung, karena tampaknya wanita ini tidak sejahat pria yang berada di dekatnya.

Seorang pria tampan berjalan dengan langkah diseret ke arah mereka. Merangkul pundak wanita cantik itu dengan mesra.

"Wow!" decaknya kagum menatap ke arah Luna, menyusuri penampilan Luna dengan matanya yang berwarna hijau.

Seakan puas dengan penilaiannya lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Yah, harus kuakui bahwa kau lumayan bisa diandalkan dalam mencari tampang seorang istri. Dia memenuhi kriteria untuk dipajang."

Wanita cantik yang bernama Ara menyikut perut lelaki bermulut tidak sopan itu, sementara Allard dan Arthur menatapnya jengah.

"Aku sangat menyayangkan kenapa Ara memilihmu menjadi suaminya, aku merasa kasihan pada

kembaranku yang sempurna." Arthur melayangkan tatapan hina.

Bukannya tersinggung, pria itu malah terkekeh.

"Jangan iri perjaka tua."

"Sialan," desis Arthur kesal.

Ara menatap ke arah Arthur dan juga lelaki yang berada di sampingnya.

"Ini pernikahan Allard, dan kuharap kalian bisa akur untuk hari ini saja. Hari yang berbahagia ini tolong jangan dirusak dengan pertengkaran kalian yang tidak ada gunanya!."

Kedua lelaki itu terdiam, lalu mengalihkan pandangan mereka ke arah Allard yang memasang ekspresi kaku. Kening lelaki itu berkerut dalam seolah sedang berpikir keras.

"Aku tidak ingat mengundang kalian kesini. Kupikir hari ini aku bisa menikah dengan tenang tanpa ada gangguan dari kalian. Tentu saja Ara pengecualian."

Allard merangkul pinggulnya dengan akrab, membuat sekujur tubuh Luna menegang. Tanpa bisa dicegah wajahnya memucat, padahal rangkulan itu tidak menyakiti.

"Izinkan kami berbulan madu dan merayakan pernikahan kami yang berbahagia ini."

Allard menyeringai, dan hanya Luna satu-satunya orang yang menggigil di sana. Arthur hanya menggelengkan kepala, seolah paham maksud perkataan Allard dalam mendefinisikan arti bahagia menurutnya. 

Luna meremas gaun pengantinnya kuat-kuat. Tolong, mohon seseorang bawa dia pergi.

Kemana pun dan dimanapun. Ia ingin berada jauh dari Allard. Tatapan matanya tertuju pada Ara yang berbisik di telinga lelaki yang sedang merangkul pundaknya, lalu wanita itu tersenyum senang.

Jika ia meminta Ara menolongnya mungkin gadis itu mau membantunya, mereka sama-sama wanita semoga saja Ara mau memahami keadaannya. Menelan ludah gugup, Luna ingin menarik dress gadis itu lalu membawanya pergi untuk mengutarakan isi hati.

Tampaknya nasib baik tidak berpihak padanya. Allard seakan tau apa yang ingin diperbuatnya, lelaki itu mengeratkan tangannya yang berada di pinggul Luna. Sedikit menekan dengan kekuatan yang menyakitkan.

"Apa kau sakit? Wajahmu tampak pucat."

Ara mendekatkan ke arahnyanya untuk meneliti wajah Luna yang tampak menegang.

Pelukan Allard semakin kuat. Dengan kikuk Luna menggelengkan kepalanya.

"M-mungkin aku sedikit lelah, kau tentu tau bahwa gaun pengantin sangat … berat."

Ara tertawa renyah. "Kau benar sekali, gaun pengantin memang sangat berat. Kuharap aku bisa menikah satu kali, tapi tampaknya pernikahanku tidak bertahan lama jika suamiku sepertinya." Ia memutar kedua bola matanya.

Lelaki yang merangkul Ara terkekeh, menunduk untuk memberikan kecupan ringan di pipi. "Kau akan menyesali ucapanmu."

"Aku tidak ingin lebih lama lagi melihat drama kalian, kuharap kami bisa pergi sekarang."

Tidak memperdulikan langkah Luna yang terasa berat dan tidak setuju, Allard memaksanya berjalan. Hari pernikahan yang baru.

Bersambung .....

avataravatar
Next chapter