33 33

Happy Reading and Enjoy~

Dengan langkah lebar Arthur memasuki rumah Ara yang terasa nyaman, berbanding terbalik dengan keadaan yang sering terjadi di dalamnya.

Ia melihat Ara terbaring malas di atas sofa, meringkuk bagai anak kehilangan induknya.

"Apa yang kau rasakan?" Arthur bertanya ketika langkahnya semakin dekat, ia memilih duduk di sofa dengan gaya malas, menatap kembarannya dengan wajah letih.

"Entahlah, kurasa duniaku akan hancur. Alex pasti tidak mau menerima anak ini." Ara mendongak menatap Arthur dengan wajah cemberut.

"Daddy dan mommy akan tau jika aku nekat memberitahu Alex tentang kehamilan, dan yah, aku tidak tau apa yang akan terjadi pada kita."

Arthur mengetapkan rahangnya, menahan gejolak amarah yang berkobar.

"Kenapa kau nekat menikah, terlebih pada lelaki sialan seperti Alex! Jika kau ingin menghindari malam itu seharusnya kau bisa mengatakannya padaku, aku bisa—"

"Dan membiarkanmu menikahiku?" potong Ara sinis.

Ini pertama kalinya mereka membahas dosa besar yang terjadi pada saat itu. Sejak mereka terbangun dengan keadaan tanpa sehelai benang dan saling berpelukan, pertengkaran dingin mulai terbentuk.

Dan mereka berdua sama-sama yakin tidak ada yang paling disalahkan dalam hal ini. Nyatanya, mereka berdua sama-sama salah.

Yang paling mengerikan adalah, mereka sama sekali tidak mengingat apapun yang terjadi pada malam itu. Ingatannya hanya terputus saat mereka tidur di ranjang yang sama dalam keadaan mabuk berat.

Arthur mengangkat kedua bahunya ringan.

"Aku tidak mungkin melakukan itu, kita berdua bisa dibunuh Daddy. Sayangnya, aku ingin hidup lebih lama lagi."

"Aku juga," Ara menimpali dengan cepat.

"Lalu apa yang akan kau lakukan jika tidak ingin menikahiku?"

"Mencarikan calon yang tepat untukmu."

Wajah Ara berubah masam. "Aku bisa mencari suamiku sendiri."

Arthur menghela napas jengkel, menyandarkan tubuhnya dengan gaya malas.

"Suami yang kau cari tidak berguna seperti Alex. Miskin dan pemalas, dia akan menjadi parasit untuk hidupmu. Dan seharusnya kau tidak perlu terburu-buru seperti itu untuk menikah, apa kau tidak ingin menikmati masa lajangmu lebih lama lagi?"

Ara mengerutkan dahinya, dengan susah payah seolah berat tubuhnya bertambah 10kg, Ara bergerak untuk duduk.

"Jika aku tidak memutuskan untuk menikah, maka kehamilanku juga tidak bisa ditutupi."

Ia merenung sejenak. "Tapi Alex juga tidak bisa diandalkan."

Arthur terkekeh pelan, menertawakan kebodohan kembarannya.

"Setidaknya aku kenal dia dari lama, dan sudah tau sifatnya bagaimana," ucapnya membela diri.

"Membicarakanku?" Pertanyaan itu berasal dari suara berat yang berada tepat tak jauh dari mereka duduk. Alex berdiri disana dengan telanjang dada, rambut lelaki itu berantakan, wajahnya tampak kusut. Tidak diragukan lagi bahwa lelaki itu baru saja bangun tidur.

Arthur mendengus kesal. "Siapa lagi yang bisa kami bicarakan jika bukan kau yang pemalas dan miskin."

Seolah tidak perduli, lelaki itu mengangkat kedua bahunya ringan.

"Well, aku mendengar sedikit pembicaraan kalian. Oh, sorry, jangan berekspresi seperti itu terlalu mengerikan."

Alex berjalan mendekat, merebahkan tubuhnya disamping Ara. Tangannya memegang perut Ara dengan lembut, seolah tidak ingin meyakitinya.

"Apa kalian pikir aku akan membocorkan kehamilan ini dengan Tuan Dobson?"

Secara bersamaan, Arthur langsung melebarkan kedua matanya, memberi peringatan. Sementara Ara menegang, ia buru-buru menepis tangan Alex yang berada di perutnya.

Alex tertawa ringan. "Jangan berekspresi seperti itu, kalian tampak mengerikan."

Ia terdiam, menatap langit-langit ruangan dengan pandangan menerawang.

"Tenanglah, aku sadar posisiku saat ini, aku masih butuh uangmu, Ara. Aku tidak akan membocorkan apapun, aku ada untuk menutupi apa yang terjadi di antara kalian berdua."

Arthur menyahut sinis. "Syukurlah kau sadar posisimu."

Kini tatapannya beralih pada Ara.

"Bisakah kau urungkan niatmu untuk menggugurkannya?"

Ara mengernyit, seolah-olah ia merasakan sakit yang amat sangat.

"Entahlah, rasanya sungguh aneh mempunyai … well, aku tidak tahu."

Alex berdiri, mengangkat kedua bahunya ringan.

"Ini tinggal masalah kalian berdua. Tadi aku mendengar kalian menganggap keberadaanku masalah yang berat. Ah, aku tidak seceroboh itu untuk mengungkapkan semuanya."

Arthur megangkat alisnya sebelah, bertanya dengan nada sinis, tetapi tetap tidak mampu menutupi kegugupan di dalamnya.

"Jika anak itu lahir, maukah kau bersikap seperti ayah mereka di hadapan Daddy dan Mommy?"

Alex tampak berpikir sejenak, menimang-nimang jawaban selanjutnya.

"Itu akan terasa sulit, tapi aku akan mencobanya untuk membuat hidup Ara tenang."

"Bagus," sahut Arthur puas.

Tatapan mata Alex melembut. "Bagaimanapun aku sahabatmu, Ara. Aku akan menjagamu meskipun si brengsek Arthur menodaimu."

"Sialan!"

Arthur mendesis, melempar bantal sofa ke arah Alex yang langsung menghindar sembari tertawa keras sebelum lelaki itu melangkahkan kaki untuk pergi.

Ruangan itu hening, hubungan mereka memang kaku sejak kejadian itu.

"Kau memberitahunya, Ara? Aku tidak percaya kau melakukannya."

Ara menatapnya dengan pandangan lelah.

"Aku tidak punya pilihan lain." Ia kembali merebahkan tubuhnya ke sofa.

"Aku letih, aku ingin istirahat. Dan … aku marah padamu."

"Aku tau," sahut Arthur kalem.

Tapi sekali lagi mereka berdua sama-sama tahu, bahwa kejadian itu bukan salah siapapun. Kesadaran mereka hilang total mungkin saja itu bentuk penebusan dosa atas apa yang mereka lakukan.

Kembali hening, membiarkan helaan napas yang terdengar.

"Aku akan sering kesini untuk mengunjungimu. Kau tau … yah, meskipun kita tidak punya adik lagi, tapi dari yang kudengar kebanyakan wanita hamil akan merasakan … merasakan keinginan yang kuat dan tidak bisa dibantah."

Ara terkekeh. "Maksudmu mengidam?"

"Yah, seperti itulah."

Arthur mengangkat kedua bahunya.

"Jangan ragu untuk menghubungiku dan memberitahuku apapun yang kau butuhkan, Ara. Kita sama-sama tahu bahwa sejak saat itu kita …"

"Jauh." Ara tersenyum penuh ironi.

"Rasanya aneh."

Arthur mengangguk setuju.

"Tapi kita tidak bisa seperti ini terus. Bagaimanapun, kita saudara yang sudah dekat sejak kecil. Anggap saja aku merasa kehilanganmu."

"Aku juga." Ara tersenyum lembut.

"Meskipun sulit, bisakah kita lupakan kejadian itu, Arthur? Aku sudah menikah meskipun Alex seperti itu, dan kau juga … dan kau juga sudah punya gadis manis di apartemenmu."

Arthur tertawa renyah. "Kau tau dia hanya budak, Ara."

"Budak yang kau sayangi?" Ara menggelengkan kepalanya.

"Mungkin kau satu-satunya di dunia ini yang memperlakukan budakmu dengan begitu lembut. Jika yang lain mengetahuinya mereka akan mengejekmu."

Arthur tersenyum masam. "Dia butuh pertolongan, dan aku mengulurkan tangan untuk membantunya."

"Kau baik sekali, aku bangga padamu."

"Aku juga bangga pada diriku sendiri," katanya mantap sebelum terkekeh ketika melihat Ara memutar kedua bola matanya dengan jengah.

Ia berdiri, menghampiri Ara untuk memberikan kecupan hangan dan lembut di dahi gadis itu.

"Sudah saatnya aku pergi, jangan lupa hubungi aku jika butuh sesuatu."

Bersambung...

Jika aku buat spin off, kalian mau cerita siapa?

Arthur dan Nathalie

Atau ....

Ara dan Alex?

Ah, iya. Cerita bapak dan mamaknya si Arthur dan Ara judulnya Clara Prison. Yuks mampir 😙

avataravatar
Next chapter