27 27

Happy Reading and Enjoy~

Ia sering bermimpi berlari, dan di dalam mimpi itu larinya terasa lambat. Itu terjadi hanya dalam mimpi, tetapi kali ini ia sadar dan yakin bahwa semuanya terasa nyata. Lalu mengapa larinya tetap saja lambat? Ia sudah berusaha mempercepat langkah kakinya, kenapa seolah jalan di tempat?

Jika seperti ini terus maka dirinya akan ditangkap dan disiksa oleh iblis itu. Luna menoleh dengan takut-takut dan tidak ada siapa-siapa yang mengejarnya. Keadaan kastil ini seakan kosong dan mati, tapi mengapa ia tetap saja ketakutan?

Mereka tidak mengejarnya kan? Tidak, kan?  Jika seperti itu seharusnya Luna merasa tenang, bukannya malah …

Bruk!

Ia menabrak sesuatu yang keras, Luna hampir saja terjatuh jika tidak ada sebuah tangan yang menahan tubuhnya. Menelan ludah dengan gugup ia mendongak dan menggigil, pria dihadapannya adalah tangan kanan Allard.

"Ku-kurasa kita pernah bertemu," ucapnya sembari mencoba melepaskan lengannya dari genggaman kuat pria itu.

"Ya, Nona. Beberapa kali pertemuan yang tidak baik tentunya, di tangga darurat, diruang bawah tanah, dan juga sekarang."

"A-aku tau kau ingin berbincang-bincang denganku, tap-tapi kupikir ini bukan waktu yang tepat. Aku harus pergi dan maaf sekarang aku sedang terburu-buru."

Tentu saja pria itu tidak akan membiarkannya lolos, hei, sadarlah Luna! Pria itu tidak bodoh, pasti Allard yang menyuruhnya. Bukannya melepaskan genggamannya, ia malah semakin kuat mencengkram lengan Luna.

"Maaf sekali, Nona. Saat ini Anda harus menemui Tuan Allard."

Tidak mau repot-repot menunggu persetujuan darinya, pria itu berjalan sembari membawa tubuh Luna agar mengikutinya. Seketika ia panik, ini tidak boleh terjadi! Ia tidak ingin sekarat di tangan iblis itu. Luna menggigit tangan bodyguard Allard kuat, yang membuat pria itu langsung melepaskan tangannya dari lengan Luna sembari mengaduh kesakitan.

Di saat itulah ia menggunakan kesempatan untuk kembali berlari. Dapat didengarnya pria itu berbicara.

"Tangkap wanita yang memakai dress biru, saat ini ia sedang berlari ke utara."

Rumah yang menipu adalah kastil milik Allard, sebagaimana pria itu sendiri yang bersikap ramah dan menyenangkan dihadapan publik dan berubah menjadi monster di belakang kamera. Kastilnya yang tadi sunyi dan seolah mati, tiba-tiba saja dipenuhi banyak lelaki berjas hitam yang menampakkan diri dari berbagai arah.

Luna tidak tau darimana datangnya mereka, tetapi ia sudah dikepung. Dikelilingi pria berjas hitam dengan wajah kaku tanpa senyum. Langkahnya dikunci dengan tubuh-tubuh kekar mereka. Ia terjebak dan tidak bisa lagi berlari maupun menghindar.

"Menyerahlah, Nona. Anda tau tidak akan bisa pergi kemanapun."

Benar, tapi tidak ada salahnya mencoba peruntungan nasibnya. Walaupun tau dirinya akan gagal, Luna tetap berlari, mencoba menerobos para bodyguard yang berdiri tegap dengan badan kekar. Tentu saja langkahnya dihalangi, ia memberontak dengan memukul dan menendang tak tentu arah. Hingga ia merasa tubuhnya melayang, tangan kanan Allard membopong tubuhnya di bahu lelaki itu.

Sudahlah, jika begini ia tidak akan bisa lagi memberontak, tidak ada gunanya. Saat tangan kanan Allard berbelok untuk menuju kamarnya, saat itu jugalah Luna terkulai lemas. Pasrah dengan hukuman yang menanti.

Di saat-saat seperti ini, ia ingin sekali menjadi seekor semut kecil yang tak terlihat, bebas pergi dan bersembunyi di bawah tanah. Se-semoga kali ini hukuman yang diberikan tidak separah sebelumnya, bukankah mereka akan menikah? Allard tidak mungkin membuat tubuhnya memar-memar di hari pernikahan, bukan?

***

Lelaki itu duduk santai dengan melipat kedua tangannya, perutnya sudah di perban. Ekspresi wajahnya benar-benar tenang, membuat Luna semakin menggigil. Lebih baik lelaki itu marah dan berapi-api daripada duduk tenang dengan kedua mata yang menatap tajam seperti ini.

Bodyguard Allard menurunkan tubuhnya di atas ranjang, di pinggir ranjang lebih tepatnya, tepat disebelah Allard. Membungkuk ke arah lelaki itu sebagai tanda penghormatan sebelum melangkah pergi.

Menelan ludah dengan susah payah, ia bergerak ingin kembali kabur. Lelaki itu terluka, tidak apa-apa, tidak apa-apa, pasti lelaki itu melemah. Berulang kali ia menenangkan hatinya ketika langkahnya dihentikan oleh satu tangan kekar.

Luna terjatuh, sebab Allard menarik tepat di pergelangan kakinya. Tubuhnya mencium karpet beludru berwarna merah yang terbentang di kamar itu, ia membalikkan tubuhnya dengan cepat lalu melayangkan satu tendangan tepat di atas luka Allard.

Sayangnya gerakannya terbaca, lelaki itu menahan kakinya dengan satu tangan. Tanpa perasaan menyeret kakinya hingga tubuhnya ikut terseret. Tap-tapi lelaki itu terluka, bagaimana bisa sekuat itu menyeret tubuhnya menggunakan satu tangan?

Dan yang lebih mengejutkan lagi, Allard mengangkat kakinya hingga tubuhnya terangkat lalu membantingnya di atas ranjang.

"Semakin lama kau semakin berani," desisnya diantara kedua giginya yang merapat. Luna tidak tau apa yang terjadi padanya, tapi ketika ia sadar kedua kaki dan tangannya sudah terikat di setiap sisi ranjang dengan rantai besi.

Plak!

Satu tamparan mengenai wajahnya ketika ia memilih memberontak dengan berteriak meminta tolong. Mustahil memang, sebab ini adalah daerah lelaki itu. Yang seharusnya dilakukan adalah pasrah dan menerima semuanya.

Tatapan tajam dilayangkan pada Allard. "Iblis Jahannam!" Luna kembali memberontak, dan tidak lama setelah itu sebuah tamparan kembali mendarat di pipinya yang halus. Kali ini lebih kuat, hingga ia merasa anyir darah memenuhi mulutnya.

"Bisakah kau berhenti berteriak dan menjadi penurut? Jika kau memutuskan untuk berteriak lagi maka cambuk ini yang akan mengenai wajahmu." Allard mengangkat cambuk yang berada di tangannya ke hadapan Luna.

"Kau yang memulai lebih dulu pertengkaran kita, seharusnya kau tau apa konsekuensi melawanku." Allard tertawa pelan. "Idiot."

"A-aku akan membuhmu."

Senyum sinis terukir di bibir lelaki itu, ia menunduk lalu menjilat pipi Luna. "Aku menantikannya, Sayang. Dan tentunya tidak akan semudah itu, jika kau gagal hukuman yang lebih kasar segera menemanimu."

Luna memalingkan wajahnya dengan jijik. "Aku akan memastikan tubuhmu membusuk di neraka!"

Allard terbahak, ia mengapit dagu kecil Luna dengan kasar. Melayangkan tatapan tajam dari kedua mata emeraldnya yang berwarna abu. "Tidakkah kau tau bahwa orang jahat tidak semudah itu mati? Hal itu berlaku padaku."

"Lihat saja satu bulan kedepan, aku pasti bisa mengirimmu ke neraka!"

Allard menegakkan punggungnya. "Yah, saatnya untuk menjinakkanmu," ucapnya sembari melayangkan satu pukulan dengan cambuknya.

CTAR

Berulang kali tanpa memperdulikan teriakkan Luna, tidak sampai di sana, lelaki itu juga menghidupkan lilin lalu mengarahkan apinya pada tubuh Luna, memberikan akses pada kerak lilin agar terjatuh di atas tubuh Luna.

Kedua mata Allard menyala dengan gairah yang berkobar, ia semakin gencar melayangkan cambukannya pada tubuh Luna. Hingga Luna merasa seluruh tubuhnya kaku dan mati, ada satu hal yang paling diingatnya. Lelaki itu kembali menidurinya, dan ia sudah terjatuh tidak sadarkan diri.

 Bersambung...

Hola holaa... jika suka dengan cerita ini jangan lupa di share ke teman-teman yang lain ya. Agar bisa sama-sama suka dengan cerita ini.

Jangan lupa juga follow instagram author: Mesir_Kuno8181 agar bisa melihat visual Luna dan juga Allard.

Di tunggu komen dam reviewnya, ya~

avataravatar
Next chapter