22 22

Happy Reading and Enjoy~

"Jadi apa yang berhasil kau dapatkan dari pria itu?" Arthur kembali menuangkan wiskinya ke dalam gelas yang sudah kosong, tangannya terulur memanggil bartender, meminta es batu lebih banyak lagi. Bartender berkepala plontos dengan tubuh tinggi menjulang itu mengangguk patuh, berjalan pergi untuk memberinya es batu dengan wajah tanpa senyum.

Allard, pria yang ditanya mendesah secara berlebihan. Matanya menajam meski alkohol sudah membuatnya sedikit mabuk hingga mata berwarma abu-abu itu tidak terlalu fokus. Rahangnya menegang dengan kemarahan yang mengental.

"Pria itu tidak membuka mulutnya, ini lebih sulit dari yang kuduga. Rasanya sia-sia saja sudah menangkapya, satu informasipun tidak ada yang berhasi kudapatkan."

Arthur bisa memaklumi suasana hati lelaki itu, selama ini Allard menagkap musuh serta orang-orang yang dulu berpartisipasi pada pembunuhan ayahnya dengan begitu puas. Sebab mereka mau membuka mulut tentang keberadaan teman-teman yang lain, sehingga memudahkan Allard untuk menangkapnya.

Meskipun tak jarang sebagian dari mereka yang tidak tau lagi keberadaan teman-temannya, sebab mereka diberikan misi yang berbeda-beda dan harus menyelesaikan misi tertentu di luar negri. Arthur kembali mendengar erangan putus asa dari lelaki yang berada di sebelahnya.

"Kali ini tangkapan besar, tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia mengacak rambutnya frustrasi. Meminum wiskinya dengan sekali tegukan.

Arthur terkekeh. "Apakah kau yakin dia ketua kelompok? Bukankah mereka memiliki tingkatan berdasarkan tato di dahi, apa kau yakin sepenuhnya ketua kelompok yang sesungguhnya memiliki tato dengan warna yang sama."

Arthur mencondongkan tubuhnya ke arah Allard, sebelum itu ia melirik sekeliling dengan mata tajamnya kemudian berbisik dengan suara pelan, "Coba pikirkan baik-baik, mereka dengan tugas membunuh diberi tato kupu-kupu berwarna hitam, sementara yang bertugas menculik dan menyiksa mempunyai tato berwarna merah. Anggaplah saat ini yang kau tangkap ketua dari kelompok yang diutus, atau ketua dari kelompok yang bertato hitam, tetapi tidakkah kau tau bahwa mereka juga tidak tahu apa-apa."

Allard mengerutkan alisnya, menatap bingung ke arah sahabatnya yang cerdik tetapi gila uang itu. Dirinya sendiri sudah dikuasai alkohol sehingga membuatnya kurang fokus.

"Maksudmu? Bisakah kau jelaskan dengan yang lebih simpel.

Arthur menggeser tempat duduknya agar lebih mendekat. "Baiklah, aku akan mengambil contoh yang lebih mudah. Mari kita anggap ketua bertato kupu-kupu berwarna hitam yang saat ini berhasil kau tangkap adalah wali kelas, sedangkan pemilik kelompok itu ibaratnya kepala sekolah. Nah, kepala sekolah atau ketua pembesar kelompok itu memberikan tugas pada wali kelas yang tidak lain adalah orang yang kau tangkap saat ini, lalu sang wali kelas menyampaikannya pada ketua kelas, dan selanjutnya ketua kelas mengumumkan pada kawan-kawannya tentang tugas yang diberikan. Jadi di atas ketua masih ada ketua, orang yang seharusnya tau mengenai siapa yang menyuruh mereka untuk membunuh ayah dan juga ibumu adalah kepala sekolahnya bukan wali kelasnya --orang yang saat ini ditangkap-- jadi, tidak perlu mengetahui siapa yang mengutus mereka darinya. Tugasmu saat ini hanya mencari tau siapa kepala sekolah ataupun ketua dari ptia itu."

Kedua alisnya menyatu, membuat dahinya semakin mengkerut. Wajahnya tampak serius memikirkan penjelasan Arthur. "Jadi maksudmu aku harus mencari tau ketua dari pria tua yang ku tangkap itu?"

"Yups," sahut Arthur tampak puas dengan kemampuan otak Allrad yang berhasil mencerna penjelasannya dalam keadaan mabuk, meskipun pria itu tidak sepenuhnya mabuk.

"Kau harus lebih banyak berusaha," ucapnya sembari menepuk-nepuk punggung Allard seolah menguatkannya.

Allard menatapnya sinis lalu menepis tangannya dari punggungnya. "Jangan mengangap seolah-olah kita dekat, aku tidak mengenalmu."

Sudah biasa dengan kalimat sarkas milik Allard, Arthur terkekeh. "Tanpaku kau tidak akan bisa menemukan mereka," sahutnya menyombongkan diri.

Ya, perkataan Arthur tidak sepenuhnya salah. Berbeda dengan Allard yang senang menyiksa, Arthur memilih berdamai dengan cara memperbudak. Hingga siapapun yang mengkhianatinya dan menjadi musuhnya akan bertekuk lutut di bawah kakinya dengan patuh.

Pria itu mempunyai beribu cara untuk memprovokasi dan juga mengancam dengan cara yang kejam. Selain itu, ia juga sering terjun dalam dunia bawah. Ia lebih senang mengamati dan menikmati penyiksaan dari pada melakukannya, tetapi tidak jarang Arthur melumuri tangannya dengan darah.

Allard sendiri tidak bisa mengunjungi dunia bawah, itu akan memberikan kesan buruk padanya. Meskipun tempatnya menyiksa para korbannya adalah tempat yang dingin dan gelap, tetapi di dalam sana hanya ada dirinya dan para bawahannya. Sedangkan di dunia bawah dan kelab-kelab penjualan manusia diliputi banyak manusia yang berlalu lalang.

Selama ini yang membantu Allard menemukan orang-orang yang membunuh orangtuanya adalah Arthur, lelaki itu sering mendapat informasi dari desas-desus yang berkeliaran di dunia bawah.

Allard berdecih. "Tanpa bantuanmu aku juga bisa mencari mereka."

"Ah, begitu. Akhirnya setelah sekian lama aku tidak perlu membantu teman busukku lagi, terima kasih Tuhan ... Engkau mengabulkan do'aku." Dengan perlakuan yang terlalu berlebihan, Arthur menyatukan kedua tangannya dengan gaya berdo'a.

Lelaki itu memang tau caranya membuat suasana hati semakin memburuk. "Bisakah kau pergi saja? Kehadiranmu di sini menambah bebanku!"

Tidak memperdulikan ucapan Allard, lelaki berwajah tampan itu melirik sekelilingnya. Mengamati dengan sensual wanita-wanita yang berpakaian seksi yang saat ini berjalan maupun menari dengan gerakan menggoda.

Ia menyentuh lengan Allard dengan sikunya. "Hei, malam ini kau tidak ingin mendapat servis dari wanita-wanita itu? Oh, lihatlah cara mereka berjalan ... sangat seksi."

Pandangan malas Allard lemparkan. "Seleramu memang serendah itu, jalang-jalang dengan lobang lebar itu tidak akan bisa membuatku bernafsu. Aku menyukai yang sempit ..."

Tiba-tiba saja bayangan Luna terlintas di pikirannya, jika saja Arthur tidak menghubunginya untuk memberitahu soal ketua yang berhasil ditangkapnya, mungkin saat ini dirinya sedang bergemul di atas ranjang dengan wanita itu.

Memikirkannya saja membuat sesuatu di pusat dirinya berdenyut, menjerit minta dituntaskan. Allard mengerang, ia tidak ingin kembali ke kastinya untuk saat ini. Ada urusan yang harus dikerjakannya, Arthur sialan! Tampaknya malam ini ia memang harus menggunaka jalang-jalang itu.

Seolah tidak membiarkannya melupakan Luna, Arthur dengan sengaja mengungkitnya. "Bagaimana dengan Luna? Apa gadis itu baik-baik saja?"

"Kenapa kau menanyakannya?" nada posessif yang kental tidak dapat disembunyikannya, membuat Arthur terkekeh.

"Tenanglah, aku tidak bermaksud mengganggu hubunganmu dengannya meskipun aku ingin. Lebih baik untuk saat ini kau menjauh darinya, hei, bagaimana bisa kau membunuh orangtuanya di depan wajahnya. Untung saja gadis itu tidak berubah menjadi gila karena perbuatannmu."

"Mereka bukan orangtua dari Luna!" Allard mendesis.

"Yayaya, aku tau, tetapi Luna menganggap mereka seperti orangtuanya sendiri. Kau memang ingin merusak jiwanya?"

Rahang Allard menegang. "Aku ingin memberi yang terbaik untuknya, suatu saat dia akan berterima kasih padaku."

Yang terbaik? Arthur menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan pikiran temannya yang satu ini.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter