16 16

Happy Reading and Enjoy~

Dengan langkah lebar Allard berjalan menuju kamar tempat Luna terbangun, rahang pria itu menegang. Membuat wajahnya tampak menyeramkan, tetapi kapan wajah pria itu tampak normal? Saat pertemuan pertamanya dengan Luna, lelaki itu membunuh salah satu karyawannya yang berkhianat.

Bercak darah menghiasi pipinya pada saat itu. Mengingatnya saja membuat Luna kelihatan seperti orang bodoh, mengapa pada saat itu ia memilih menaiki tangga darurat untuk menghindari resepsionis wanita yang berpacaran. Jika di pikirkan kembali, memangnya kenapa jika ia ketahuan berbohong? Hukumannya pasti mendapat perlakuan tidak hormat dari satpam di sana.

Semua itu lebih baik dari pada bertemu dengan Allard. Yah, seandainya saja waktu bisa di putar kembali ke masa itu. Oh, ya Tuhan. Ambil nyawanya sekarang dan Luna siap kembali ke hari sebelum ia datang ke Washington Corp.

Ia tidak tau apa yang akan di lakukan Allard padanya saat ini, lelaki itu tampak sangat marah. Tanpa repot-repot bersikap lembut, Allard membanting tubuh Luna di ranjang berukuran king size.

Luna beringsut menjauh, wajah Allard menggelap dan ia takut. Tangan Allard mendarat di pergelangan kakinya, menarik kasar tubuh Luna agar kembali mendekat ke arahnya.

"Jelaskan sekarang juga, kenapa kau bisa berada di ruangan itu?" Allard menggeram.

Ia menangis tergugu, tidak bisa menjawab dan tidak memiliki banyak tenaga untuk menghindar.

"JAWAB!" Allard menarik rambutnya kasar, menengadahkan wajah Luna ke arahnya.

Jangan terlihat lemah, lelaki ini akan semakin menindasnya. Luna harus kuat, ia harus bisa membalaskan dendamnya atas kematian orang tuanya. Dengan tangan bergetar Luna menepis tangan Allard yang menarik rambutnya.

"Lepaskan ta-tangan kotormu dariku!" ucapnya dengan terbata. Tubuhnya saja bergetar, hanya matanya yang memancarkan kesungguhan meskipun di lumuri air yang menggenang.

Dahi Allard mengerut, lelaki itu tampak tidak suka. Satu tangannya yang lain mencengkram dagu Luna kuat. "Kotor katamu?"

Luna melayangkan tatapan tidak suka, ia mencoba melepaskan tangan Allard di dagunya. Satu tamparan kuat mengenai pipinya, membuat tubuhnya terjatuh. Beruntung karena saat ini dirinya berada di atas ranjang.

"Jangan coba-coba melawanku jika tidak sanggup!" Allard mendecih, meremehkan Luna lewat nada bicaranya.

"Mulai sekarang kau harus bisa menerima takdirmu. Besok kau harus menandatangani surat pernikahan kita, ada beberapa poin yang harus kau patuhi."

"A-aku tidak mau! Jangan pernah berpikir bisa menikah denganku, kau sudah membunuh kedua orang tuaku. Dan pernikahan itu tidak akan pernah terjadi! A-aku akan bunuh diri jika kau memaksa."

Plak

Satu tamparan kuat kembali dilayangkan, bahkan saat ini tamparan itu mengenai luka di pipinya yang belum mengering.

"Memangnya siapa dirimu bisa mengatakan kalimat seperti itu? Nyawamu milikku, aku akan memastikan kau tidak bisa mati sebelum aku yang memutuskan," ucap Allard tegas.

Kedua mata pria itu membara, penuh rasa tidak suka. "Jangan terlalu berharap pada kehidupanmu, karena sejak awal kau yang menginginkan menjadi bonekaku. Bersiap menemui nerakamu."

"Baji*ngan gila! Kau tidak waras, Allard. Nyawaku adalah milikku. Kau tidak bisa mengaturnya sesukamu. Kau pikir aku tidak bisa bunuh diri?"

"Jangan coba-coba." Allard menggeram. Ia menarik lengan Luna, mengarahkan tubuh lemah itu ke arahnya.

Senyum sinis terukir di bibirnya ketika sebuah ide melintas. Dengan nada mengancam ia berucap kejam.

"Menikah denganku atau bocah ingusan itu mati."

"Tentunya kau tau siapa bocah ingusan itu, bukan? Atau kau ingin memastikan sendiri dengan kedua matamu? Lelaki itu bisa mati konyol demi dirimu, terlebih demi ego dan juga keras kepalamu itu. Apa susahnya menikah denganku? Aku akan memberimu tempat tinggal yang nyaman, harta, dan juga kenikmatan di atas ranjang. Kau akan mendapat keuntungan dengan hal itu."

Luna menatap Allard seolah-olah lelaki itu sudah gila. Ya, lelaki itu memang tidak waras. Siapa yang membunuh orang lain tanpa perasaan jika bukan Allard? Si-siapa juga yang menyimpan mayat sebelum awalnya memutilasi bagian-bagian tubuh mereka.

Membayangkannya membuat Luna semakin bergidik. Rasa mual memenuhi perutnya, bergolak hingga kerongkongan. Membuatnya membuka mulut dengan bunyi 'hoek'. Rasa pening luar biasa berdenyut-denyut di kepalanya. Allard menaikkan alisnya sebelah, membuat wajah itu tampak semakin kejam.

"Aku menidurimu sekali, dan sekarang kau hamil? Aku tidak menyangka tembakanku sekuat itu."

Mulut pria itu, kenapa begitu kotor. Siapa yang hamil! Membayangkan mengandung anak dari Allard saja membuatnya jijik.

Pria ini memberikan warna hitam di hidupnya. Luna tidak berpikir dirinya bisa melangkah dengan mengucap janji suci pernikahan di hadapan Tuhan. Oh semua berbalik. Jika awalnya dapat bertemu dengan Allard dan meminta pria itu menikahinya adalah tujuannya, kali ini tidak.

"Aku tidak sudi mengandung anakmu!" desisnya sinis.

Membuat Allard tersinggung, lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Luna. "Tidakkah kau tau bahwa benihku sangat mahal? Jangan bersikap jual mahal seperti itu. Kau akan merasa malu jika mengetahui bahwa benihku memang semahal itu, banyak yang ingin mendapatkannya. Harusnya kau bersyukur ketika mendapatkannya."

Luna meludahi wajah Allard. "Menjauh dariku, pria gila!"

Dengan gerakan pelan Allard mengusap ludah Luna yang berada di pipinya. Wajahnya menggelap, ia melepas ikat pinggang yang melilit rapi di pinggulnya.

Mencoba mengumpulkan tenaga yang tersisa, Luna mendorong Allard sekuat yang ia bisa. Membuat tubuh Allard terdorong menjauh, dan hal itu di manfaatkan Luna untuk berlari.

Pintu besi itu masih terbuka, mungkin ketika Allard masuk untuk menemuinya tadi. Meski tubuhnya bergetar dan langkahnya melemah, Luna tetap memaksakan dirinya berlari. Ia harus mencari Derald.

Ia berlari tak tentu arah, sebab ruangan tempatnya berada saat ini gelap. Hanya ada sedikit cahaya yang menghiasi. Yang membuatnya heran adalah, ruangan ini tampak seperti bangunan kosong yang tak berpenghuni. Tetapi di dalam bangunan ini ada kamar semewah itu yang tadi di tempatinya.

Jika lebih di perhatikan, ruangan ini memang di desain sedemikian menyeramkan. Sehingga siapapun yang melihatnya tidak mengira ada kehidupan dan ada beberapa mayat yang tergantung.

Luna hanya berputar di tempat, sebab ruangan ini luas tanpa tau jalan keluar. Tenaganya terbuang sia-sia, dan Luna belum menemukan Derald. Ia memilih masuk ke satu ruangan gelap yang tampak menyeramkan, bersembunyi di sana dengan dada berdebar.

Sebenarnya sia-sia ia memilih bersembunyi dari Allard, karena hanya lelaki itu yang tau jalan keluar. Tapi tidak ada yang sia-sia, saat memastikan Allard pergi, Luna akan mencari jalan keluar. Ia meluruskan kedua kakinya. Beruntung ada sofa di ruangan ini, ia memilih bersembunyi di balik sofa. Allard tidak akan mengetahuinya.

Tuhan selamatkan dia dari Allard, juga selamatkan Derald.

Ia memejamkan matanya tanpa menyadari ada langkah kaki yang mendekat.

Bersambung...

Hola holaa... jika suka dengan cerita ini jangan lupa di share ke teman-teman yang lain ya. Agar bisa sama-sama suka dengan cerita ini.

Jangan lupa juga follow instagram author: Mesir_Kuno8181

avataravatar
Next chapter