webnovel

Perjanjian Wasiat Iblis (1)

Gunung Patuha adalah suatu gunung yang dianggap sangat angker oleh banyak rakyat di Bumi Pasundan kala itu. Belum ada seorang pun yang berani menjamah apalagi menempati Gunung yang masih perawan tersebut sebagai tempat tinggalnya. Jangankan ada yang berani menghuni atau bercocok tanam, mengambil kayu saja atau memungut sebatang rumput pun tidak ada yang berani.

Puncak gunung itu berupa danau kawah yang putih yang selalu mengepulkan asap putih, tidak ada seekor burung atau seranggapun yang berani melintas di sana, mereka pasti mati bila melintas diatas kawah tersebut! Gunung itu dikenal angker dan banyak dihuni oleh mahluk-mahluk ghaib yang jahat dan tidak bersahabat dengan manusia, namun ada suatu desas-desus bahwa diatas puncak gunung Patuha yang berupa danau kawah putih itu, dihuni oleh dua orang pertapa sakti penganut ilmu hitam yang sangat ditakuti oleh masyarakat Pasundan.

Tidak jelas identitas mereka sebenarnya, namun bagi yang pernah mendengar nama besar mereka yang sangat angker, mengenal dua pertapa sesat itu dengan nama Topeng Setan dan satu lagi seorang nenek iblis teluh yang bernama Nyai Lakbok.

Pada suatu malam di sekitar gunung Patuha, terjadi satu pemandangan yang mengerikan bagi siapa saja yang menyaksikan. Bagaimana tidak? Di malam buta ketika tak ada rembulan dan langit tidak pula berbintang, di bawah kepekatan yang menghitam gelap disertai hembusan angin mencucuk dingin, ditambah dengan turunnya hujan rintik-rintik, seekor kuda hitam dengan ditunggangi seorang pria muda berlari kencang menuju puncak Gunung Patuha. Sambil lari binatang ini tiada hentinya keluarkan suara meringkik keras dari sela mulutnya yang berbusa.

Menjelang dinihari, kuda hitam itu mencapai puncak gunung yang sangat curam dan perjalanan tak mungkin diteruskan dengan menunggangi binatang itu. Menyadari hal tersebut, pria penunggang kuda itu yang tak lain adalah Prabu Kertapati turun dari kudanya. Setelah melepas pergi hewan tunggangannya itu, dia lalu bersidekap bersemedi sambil berdiri merapal ajiannya dan memusatkan pikirannya. Sebelum menggerakan tubuhnya lagi dia berkata dengan suara pelan namun jelas "Kepada seluruh penghuni Gunung Patuha yang keramat, hamba Kertapati prabu Mega Mendung mohon untuk diizinkan lewat, hamba ingin bertemu dengan penghuni puncak gunung ini, hamba rela menyerahkan apapun yang hamba miliki sebagai balasannya, punten!"

Seolah mengerti dengan ucapan Prabu Kertapati, alam disekitar sana menunjukan suatu keanehan, angin kencang yang dingin mencucuk tulang tiba-tiba bertiup dahsyat! Ranting-ranting pohon yang besar banyak yang berderak patah, pohon-pohon besar seakan hendak tercabut dari akarnya! Lalu terjadilah sebuah keanehan, udara dan langit dihadapan Prabu Kertapati bergetar hebat, lalu terbukalah suatu tabir ghaib di udara kosong itu, dengan jantung berdebar Prabu Kertapati masuk kedalam tabir tersebut.

Anehnya didalam tabir itu seolah-olah hanya nampak hutan biasa, sama seperti hutan yang tadi sebelum masuk kedalam tabir itu, tapi Prabu Kertapati dapat merasakan aura yang berbeda, belasan pasang mata seolah sedang memperahtikannya dengan buas, dengan menenangkan diri lalu mengucap punten, Prabu Kertapati mengerahkan seluruh tenaga dalamnya pada kedua kakinya lalu melesat menuju keatas puncak gunung!

Beberapa saat kemudian, sampailah Prabu Kertapati keatas puncak gunung Patuha. Nampaklah seorang nenek tua renta mengenakan tongkat, berpakaian hitam-hitam, rambutnya putih disanggul keatas, bermata merah melotot dan mulutnya merah mengunyah sirih, tampangnya sangat menakutkan! Prabu Kertapati dapat merasakan getaran aneh yang sangat kuat dari si nenek sehingga membuanya gentar.

"Siapa yang mengantar nyawa berani datang ke tempatku tanpa diundang?!" Tanya Nenek itu dengan suara bergetar. Prabu Kertapati terkejut bukan main, jantungnya berdegup kencang, tanah yang dipijaknya seolah bergetar oleh ucapan si Nenek, tanda tenaga dalam si nenek sungguh luar biasa.

Prabu Kertapati lalu berusaha menenangkan diri, "Saya Prabu Kertapati. Raja dari negeri Mega Mendung. Ingin bertemu dengan pertapa sakti bernama Topeng Setan dan Nyai Lakbok. Kabarnya beliau adalah penghuni goa ini!"

Si nenek menyeringai menakutkan, "Kau bisa menembus tabir, berarti kau cukup lumayan hingga diizinkan lewat oleh para penghuni ghaib Gunung Patuha dihutan, sekarang katakan apa keperluanmu!"

"Saya datang untuk mohon diambil jadi murid!" jawab Kertapati sambil membungkuk memberi hormat.

Si Nenek tertawa mengkikik menegangkan bulu roma "Hihihi… Aku Nyai Lakbok tidak pernah berniat untuk mengangkat seorang murid laki-laki, aku hanya mengangkat murid perempuan untuk kuajari ilmu teluh Ngareh Jiwa! Sekarang minggat sana kau!"

Prabu Kertapati terkejut dengan ucapan si Nenek, tapi tiba-tiba terdengar suara tawa yang lebih dahsyat daripada tawa si nenek, habis tawa yang seolah mengguncangkan seluruh gunung Patuha, terdengar suara serak dan parau yang besar dari dalam Goa yang berada di tepi kawah putih "Hahaha… Adikku Nyai Lakbok, ini adalah tamuku, aku sudah menantikannya beberapa purnama terakhir ini! Persilahkan dia masuk!"

Si Nenek mendelik membuat Prabu Kertapati bergidik ketakutan, "Ayo masuk!" ucapnya dengan kasar, lalu Prabu Kertapati pun mengikuti si nenek dari belakang masuk kedalam goa tersebut.

Didalam goa yang remang yang hanya mendapat cahaya dari sebuah obor, duduklah sesosok tubuh tinggi besar berjubah hitam-hitam, kuku ditangannya panjang-panjang dan berwarna hitam, rambutnya gondrong acak-acakan sebahu, kemudian baru nampaklah wajahnya dari balik kegelapan, ternyata wajahnya ditutupi oleh sebuah topeng yang sangat mengerikan!

Topeng itu berwarna hitam kecuali dibagian matanya yang bolong berwarna merah darah, dibagian atas alis kiri-kanan ada tanduk yang mencuat keluar, tepat dibagian bibirnya terdapat dua buah taring yang sejajar dengan masing-masing tanduk diatasnya, dibagian keningnya mengkerut tiga buah garis bagaikan orang yang sedang mengernyitkan keningnya, topeng itu tampak menyeringai, sementara dibagian matanya yang bolong, nampak dua buah bola mata yang melotot merah dari dalam wajah si pemiliknya.

Prabu Kertapati sangat ketakutan melihat sosok itu, hampir saja ia jatuh lemas karena ketakutan, namun karena ia sudah nekat sebab keadaanya yang sangat kepepet ia memberanikan diri menatap sosok mengerikan yang duduk dihadapannya. Kembali suara serak yang menggetarkan goa itu bersuara "Aku sudah tahu maksud dari kedatanganmu, aku sudah mendapat bisikan ghaib dari beberapa purnama silam, tapi sebelum aku memberikan apa yang kamu mau, apakah kau membawakan sesuatu untukku?"

Prabu Kertapati membuka bungkusan yang tadi ia lilitkan di punggungnya, bungkusan kain itu belumuran darah, didalam kain itu terdapat sebuah jantung bayi laki-laki yang dibungkus lagi oleh daun pisang "Aku mohon ampun apabila apa yang aku persembahkan pada Eyang ini kurang berkenan di hati eyang" ucapnya pelan sambil menatap kebawah.

Topeng Setan tertawa melihat jantung bayi itu "Hahaha! Kau tepat membawakan aku jantung bayi laki-laki yang berusia tujuh hari!" Prabu Kertapati menarik nafas lega, dia tahu syarat untuk menemui Topeng Setan adalah jantung bayi yang masih berusia tujuh hari.

"Aku sudah tahu maksudmu, tapi katakanlah lagi, apa maksud kedatanganmu kemari!"

"Ampun Eyang, aku ingin meminta bantuan Eyang Topeng Setan dan Eyang Nyai Lakbok agar aku dapat menguasai seluruh tanah Pasundan ini di bawah kekuasaan Mega Mendung… Namun sebelumnya aku mohon bantuan Eyang untuk membebaskan Mega Mendung dari cengkraman pasukan Padjadjaran".

Topeng Setan memanggut-manggut "Baik, aku akan memberimu bantuan kekuatan untuk dapat merebut kembali Mega Mendung dan membantumu untuk menguasai seluruh tanah Pasundan ini, tapi ada satu syarat yang harus kau penuhi dalam satu bentuk perjanjian!"

"Apa itu, Eyang?"

"Kau harus tahu bahwa perjanjian yang bernama 'Perjanjian Wasiat Iblis' ini akan terus berlaku sampai anak keturunanmu, jadi anak keturunanmu juga akan memikul beban dari perjanjian! Syaratnya kau harus mengorbankan bayi laki-laki putra sulungmu! Kau harus memberikan jantung bayi putra sulungmu itu padaku! Dan ini berlaku bagi seluruh keturunanmu, seluruh keturunanmu harus mempersembahkan jantung bayi laki-laki sulung! Kalau tidak, seluruh keluarga dan keturunanmu akan tertimpa bencana malapetaka! Sebagai tanda jadi, aku juga minta kau harus membunuh selirmu yang juga sedang hamil!"

Prabu Kertapati terkesiap mendengar persyaratan tersebut, ia langsung teringat pada istrinya yang sedang hamil tua, Topeng Setan menyeringai "Kau bersedia atau tidak?! Kalau kau bersedia, niscaya seluruh Pasundan akan tunduk di bawah kakimu, tapi kalau kau menolaknya, nyawamu hanya sampai disini saja!"

Mengingat kondisinya yang sudah makin kepepet maka terpaksa Prabu Kertapati menurutinya, "Baiklah Eyang hamba setuju!"

"Bagus! Sekarang seluruh balad mahluk halus di Gunung Patuha ini menjadi bala tentaramu, dengan kekuatan kami, kau akan dapat merebut kembali negerimu dengan mudah!"

Prabu Kertapati pun bersujud pada topeng setan "Terimakasih Eyang".

Malam itu juga Prabu Kertapati menuruni gunung Patuha, dengan kurir rahasianya dia menghubungi Patih Ki Balangnipa untuk bersiap-siap mengumpulkan kekuatan. Prabu Kertapati juga mengajak beberapa perguruan golongan hitam untuk bergabung dengannya. Pada waktu yang ditentukan, mereka pun menyerang pasukan Padjadjaran yang berada di Rajamandala dan seluruh Mega Mendung.

Berkat batuan para tokoh silat golongan hitam dan pasukan ghaib serta ilmu hitam Topeng Setan dan Nyai Lakbok, Prabu Kertapati berhasil memukul mundur pasukan Padjadjaran dengan mudah. Tumenggung Aryakerta pemimpin pasukan Padjadjaran mati dengan mengenaskan, sementara seluruh sisa pasukan Padjadjaran yang mundur mati setelah sebelumnya menderita suatu penyakit aneh berkat teluh Nyai Lakbok yang dahsyat itu.

Demikianlah Mega Mendung dikuasai kembali oleh Prabu Kertapati. Namun Prabu Kertapati berubah perangainya menjadi seorang raja yang bertangan besi dan senang berperang. Kendati beberapa kerajaan di pedalaman Pasundan dapat ia taklukan dengan mudah, kehidupan rakyat Mega Mendung malah berubah drastis. Rakyat menjadi banyak yang menderita akibat raja yang gemar mengobarkan perang.