1 1. Kucing Hitam

"Aku akan mengobatimu. Tapi tolong jangan bersuara."

Seolah mengerti dengan apa yang diucapkan Ranggi, mahluk menggemaskan berbulu hitam itu hanya diam, ketika Ranggi membersihkan luka di kakinya dengan kapas dan cairan anti septik.

"Tahan dulu sebentar ya," bisiknya ketika mendengar si kucing hitam merintih pelan. "Kalau Papa sama Mama dengar suara kamu, aku pasti dimarahi. Papa sama Mama benci kucing. Dan bayangkan bagaimana reaksi mereka ketika menemukanmu di kamarku?"

"Meong?" Gumam si Kucing Hitam.

Ranggi terkekeh kecil melihat kelakuan si kucing yang seakan mengerti dengan apa yang dia katakan. "Betul," Ranggi mengangguk--dia juga bersikap seolah mengerti bahasa kucing, "kamu akan dimasukan ke dalam karung, lalu dibuang ke tempat yang jauh."

Ranggi tertawa geli melihat gelagat si kucing yang seolah ketakutan. Dia berjalan mundur, mengabaikan Ranggi yang masih membalut kaki kecilnya dengan perban.

"Hahaha. Aku bohong kok."

Si kucing hitam langsung buang muka.

"Sudah selesai," ucap Ranggi senang kemudian menyimpan peralatan obat di laci meja belajarnya.

Mengambil si kucing hitam dari atas kasurnya, Ranggi kemudian membuka jendela kamar lalu membiarkan si kucing hitam melompat turun.

"Lain kali hati-hati ya? Jangan sampai ketabrak motor lagi," pesan Ranggi sebelum menutup jendela. Dia tidak bisa membiarkan si kucing hitam itu berada di kamarnya sampai pagi, karena kalau ketahuan papa dan mamanya, dia pasti akan dimarahi habis-habisan.

Si kucing hitam memandangi jendela kamar Ranggi selama beberapa saat, kemudian cahaya temaram berwarna putih tiba-tiba menyelubungi si kucing, lalu merubahnya menjadi sesosok mahluk berbeda, serupa manusia laki-laki.

"Gadis baik," gumamnya pelan.

avataravatar
Next chapter