webnovel

Bos Sinting

"Onta! Mau kemana kamu?" Tanya Bima melihat adiknya sudah sibuk dengan ransel dipungungnya

"Kakak apa – apaan sih! Masak melmel di bilang onta." Protes Camelia, lalu menarik satu kursi di samping sang mama.

Bratasena dan Sandra hanya geleng – geleng kepala sudah terlalu biasa mereka melihat adegan seperti itu disetiap harinya.

"Camel kan artinya Onta?"

"Ca me lia, kakak bukan Camel doang."

"Lah, papa aja manggilnya Camel, melmel. Apa artinya coba Onta kan?" Bima terus saja menggoda adik satu – satunya itu.

"Papa! Kakak tuh!"

"Kalian kebiasaan. Udah pada besar juga masih aja saling ejek!" Mama Sandra angkat suara karena tak tahan dengan kebisingan yang diakibatkan perdebatan kakak beradik itu.

"Papa sih kenapa juga dulu kasih nama Camelia." Gerutu Camel.

"Nama itu doa sayang, Camelia berarti bunga yang indah harapan papa kamu jadi perempuan yang indah, sopan, dan rajin beribadah. Papa salahnya dimana kasih nama kamu Camelia." Papa mencoba menjelaskan pada anak bungsunya.

"Tapi dalam bahasa Rumania Camelia itu artinya Onta, Pah…." Ujar Bima sambil bersiap meninggalkan meja makan untuk kembali ke kamarnya.

"Kakak!"

Bima tertawa terbahak sambil terus berjalan menyusuri tangga menuju ke kamarnya. Hari ini adalah hari sabtu yang artinya Ia libur dari aktifitasnya di kantor, maka Ia putuskan untuk bersantai di rumah karena dua sahabatnya sedang berlibur bersama keluarga kecil mereka.

"Kak!" Panggil Bratasena pada anak sulungnya setelah mengantar kepergian putrid tercintanya untuk jalan ke puncak bersama teman – temannya.

"Iya pah."

Bima lalu bangkit dari ranjang dan duduk menghadap sang papa yang sedang menutup pintu kamarnya.

"Ada yang ingin papa bicarakan." Bratasena lalu duduk di kursi samping ranjang anak laki – lakinya.

"Apa yang ingin papa bicarakan?" Tanya BIma dengan wajah serius, Inilah kelebihan BIma, Ia selalu bisa membedakan mana yang serius dan mana waktunya ia harus bercanda.

"Ini menyangkut perjodohanmu dengan putrid teman papa yang tinggal di Jogja."

"Sudah Bima duga, pasti papa akan mengatakan tentang hal ini."

"Kamu keberatan?" Tanya sang papa sambil menatap wajaha anaknya penuh selidik melihat ke dalam mata sang anak.

Bima mengeleng, "Tidak! Ini permintaan papa padaku, selama ini papa tidak pernah meminta apapun padaku bukan?"

"Jadi karena itu kamu menerimanya? Bukan karena menyadari jika usia kamu sudah cukup matang untuk berumah tangga."

"Papa tentu tahu apa sebab sesungguhnya."

"Wanita itu sudah pergi dengan laki – laki lain, dan kamu melihat dengan mata kepala mu sendiri bahkan Ia tak pernah mengirimkan kabar padamu. Apa lagi yang kamu harapkan dari wanita macam itu. Papa harap kamu bisa melupakannya dan membuka hatimu untuk wanita lain."

"Sefia maksud papa?"

Alasan Bima mengundur kepulangannya ke Jakarta adalah karena Ia tahu perempuan yang akan di jodohkan dengannya adalah sekertaris papanya. Bima sengaja mengulur waktu untuk menguatkan hatinya dan tak ingin terburu – buru melihat wajah wanita yang akan dijodohkan dengannya itu.

Bima sangat paham, bukan karena Sefia adalah anak dari sahabat papanya tapi sikap Sefia yang selalu sopan dan pandai menjaga dirinya lah yang menyebabkan papa setuju untuk berbesan dengan sahabatnya yang seorang pejabat daerah di Jogja.

"Iya, apa ada yang salah dengan Sefia?" Tanya sang papa ingin melihat ekspresi anak laki – lakinya itu.

Lagi – lagi Bima mengeleng, "Tidak, Sefia gadis yang baik, Bima bisa melihatnya saat di kantor beberapa hari ini."

"Lalu?"

"Aku takut menyakiti hatinya suatu saat nanti, pah."

"Maka dari itu papa katakan padamu, lupakan wanita itu. Wanita yang mencampakkan mu seperti sampah. Coba lah membuka hati untuk Sefia."

Bima menarik nafas panjang, lalu mengangguk. "Baik Pah, akan Bima coba."

Bratasena beranjak dari duduknya lalu menepuk pundak anak laki – lakinya itu lalu kemudian pergi keluar dari kamar anak bujangnya.

Bima menaraik nafas panjang untuk kesekian kalinya, tubuh tingginya ia rebahkan di atas ranjang yang tadi ia duduki. Matanya menatap langit – langit kamar yang berwarna putih terang.

"Laura, mungkin benar kata papa, aku harus melepasmu dan melupakanmu. Maaf."

Bima memejamkan matanya mengingat kembali kenangan masa lalunya saat melihat Laura pergi bersama laki – laki lain dan tak lagi menoleh pada dirinya tanpa memberikan alasan apapun. Cinta yang mereka bangun dari semenjak mereka masih sama – sama sekolah Menengah Pertama hingga mereka menyelesaikan kuliah s1 nya. Yang pada akhirnya berakhir begitu saja tanpa sebab yang pasti.

*****

"Pokoknya sabtu minggu depan kamu harus pulang ke Jogja, bapak tidak mau tahu! Kalau kamu tidak pulang bapak akan mogok makan sampai kamu datang ke hadapan bapak!" Kata Pak Wiryo Atmojo ayah dari Sefia melalui sambugan telpon tadi pagi.

"Njih Pak. Sefia akan pulang. Bapak tidak usah mengancam Sefia kayak gitu pak. Sefia pasti pulang kok."

Jawab Sefia tadi pagi. Dan kata – kata itu selalu teringat di benak gadis berjilbab yang kini sedang memeluk guling diatas ranjang empuknya.

"Hah! Udah janji. Berarti aku harus pulang beneran minggu depan." Sefia bergumam.

"Kenapa nasib percintaanku begini amat sih ya Allah, Gustiiiii.. jodohku berakhir ditangan bapakku."

Sefia membuang nafasnya kasar. Berbeda dengan Bima yang tahu siapa gadis yang akan dijodohkan dengannya, Sefia sama sekali tidak mengetahui laki – laki macam apa yanga akan menjadi suaminya itu.

Selama ini Sefia selalu membuat alasan untuk pulang saat ayahnya hendak mengenalkan laki – laki yang akan dijodohkan dengannya.

Bima memerlukan waktu dua tahun untuk menerima perjodohannya dengan Sefia dengan menyibukkan dirinya memimpin perusahaan ayahnya di luar negeri setelah lulus kulaih s2 dinegera yang sama.

Jika S1 Bima diselesaikan di Jogja lain hal dengan Sefia yang memilih s1 di luar negeri dengan mengambil beasiswa. Pantaslah jika keduanya sangat sulit dipertemukan selama ini.

DRRRTTTttzzzz.

Ponsel Sefia bergetar dilihatnya pesan dari bos edannya yang langsung membuatnya mengerutkan dahi.

"Apa lagi sih ini. Ga tahu apa kalau hari ini hari sabtu."

[Hai, sekertaris jutek! Aku mau tanya sesuatu]

[Apa] Balas Sefia malas.

[Ngemil apa yang paling enak?"]

"Apa – apaan sih nih si bos gelo. Tanya ngemil aja pake tanya sekertaris.

[Buruan jawab lama amat sih!]

[Terserah mas bos mau ngemil apaan]

[Serius nih]

[iya serius]

[Aku pingin NGEMILIKIN kamu sepenuhnya… hahahahha]

Sefia melonggo dengan jawaban bos nya itu.

"Dasar bos Gelo!" Gerutu Sefia.

[Jangan baper! Tapi aku serius, karena bos tanpa sekertaris itu bagai ambulance tanpa uwiew uiwew]

[Mas Bos habis makan apaan sih? Jadi edan kayak gini.] balas sefia tanpa perduli jika pesan balasannya ini dianggap tidak sopan.

[Habis makan nasi goreng yang tiap malam lewat depan rumah kamu]

"Astaghfirullahaladzim, Mas Bos sinting!"

Di kamarnya Bima sedang tertawa terbahak karena membayangkan wajah sang sekertaris yang merangkap calon tunagannya itu sedang kesal karena gombalan receh darinya.

Jangan lupa tinggalkan jejak... koment and review ya... makasih

Rindu_Ughicreators' thoughts
Next chapter