20 20. Wanitaku

"Sepertinya sudah tiga hari mobil itu parkir di situ, apa dia benar-benar sedang mengintai rumah ini." Seru Rega, tangannya menyibak sedikit gorden dan mengintip dari balik jendela.

"Halo Bos, hari ini Nona keluar seorang diri tanpa pria itu." Ucap pria besar yang berada di dalam mobil itu pada seseorang.

".... "

"Tidak Bos. Nona pergi dengan taxi dan saya sudah mengutus anak buah yang lain untuk menjaga Nona bos." Imbuhnya lagi kepada seseorang di sambungan teleponnya.

Tok, tok, tok, Pria bertubuh besar itu terperanjat kaget saat mendengar kaca mobilnya diketuk oleh seseorang, terlebih lagi yang mengetuk adalah seseorang yang tengah ia pantau. Ya, Rega akhirnya memutuskan untuk memberanikan diri menemui sang pemilik mobil. "Sepertinya kita ketahuan Bos." Ucapnya saat dia melihat siapa yang megetuk kaca mobilnya. Lalu dengan segera dia memutus panggilannya sebelum akhirnya pria besar itu keluar dari dalam mobilnya. Dia mencoba untuk bersikap santai, berharap aksinya tidak benar-benar ketahuan oleh si pemilik rumah.

 

"Ada yang bisa saya bantu? Tanya pria bertubuh besar itu dengan santainya agar tidak mengudang kecurigaan Rega. 

"Apa kau sedang mengintai rumahku? Aku rasa, mobilmu ini sudah berhari-hari parkir di sini." Ucapnya tanpa basa-basi. 

"Sepertinya anda salah paham tuan, saya..." Ucap pria itu terputus, saat tiba-tiba saja ponselnya bergetar tanda panggilan masuk. "Sebentar, saya terima panggilan ini dulu." Ucapnya, dia melihat ternyata nomor anak buahnya yang tengah menghubunginya. "Ada apa?" Tanya pria besar itu. 

"..... "

"Apa? Tetap bertahan dan jaga Nona bos sampai aku datang." Titahnya, tangannya segera meraih handle pintu mobil untuk membukanya. 

"Tunggu. Urusan anda belum selesai denganku tuan." Ucap Rega, tangannya menahan daun pintu mobil agar pria itu tidak pergi.

"Urusan kita bisa ditunda nanti, yang terpenting sekarang adalah nona bosku." Ucapnya tegas dengan ekor mata yang melirik Rega. "Jika kau ingin menyelamatkan wanitamu, ikutlah denganku." Ucapnya lagi sebelum dia menghidupkan mesin mobilnya. 

"A-apa? Wa-wanita apa?" Tanyanya dengan menautkan kedua alisnya, bingung.

 

"Jika kau tidak ingin ikut, saya permisi." Ucap pria bertubuh besar itu hendak melajukan mobilnya, namun dengan cepat Rega mencegatnya dan segera berlari masuk mengikuti pria itu. 

"Ck, kau terlalu banyak berfikir tuan. " Hardik pria besar itu menyindir Rega.

"Apa maksud anda dengan wanitaku tuan? Aku tidak punya seorang wanita dalam hidupku." Tanya Rega yang masih penasaran dengan ucapan pria besar itu.

"Nona bos. Ah, maksudku nona Naira. Dia sedang dalam bahaya." Ucapnya membenarkan kata-katanya.

"Oh, Nona bos. Apa? Naira, maksudmu Naira yang tinggal bersamaku?" Tanya Rega, dia baru tersadar dengan kalimat yang pria itu ucapkan. 

" Hmmm." Ucap pria itu, kemudian tangannya merogoh ponsel yang tengah bergetar di sakunya. "Maaf bos, Nona bos sedang dalam bahaya dan para anak buah kita kewalahan karena kalah jumlah. Saya akan mengirimkan lokasi Nona sekarang juga dan secepat mungkin saya akan segera ke sana untuk menyelamatkannya." Ucapnya kepada si penelpon sebelum akhirnya panggilan itu pun terputus. 

"Apa maksudnya ini? Nona bos? Siapa bos kalian? Kenapa kalian mengikuti Naira? Apa kalian mengenal Naira?" Tanya Rega beruntun. 

"Kami ditugaskan untuk menjaga keselamatan nona Naira oleh bos besar kami. Hanya itu saja yang bisa saya sampaikan." Selorohnya sebelum akhirnya dia menambah kecepatan mobilnya.

"Bos besar?" gumam Rega yang mengerutkan keningnya.

Setelah beberapa menit kemudian mobil mereka sampai di tempat kejadian. Terlihat dari kejauhan, ada beberapa orang berbaju serba hitam sedang baku hantam dengan beberapa pria besar berpenampilan layaknya preman. Pukulan demi pukulan terdengar memekikkan telinga. Erangan serta teriakan mereka terdengar sangat memilukan. "Brengsek! Beraninya kalian mengganggu Nona kami!" Umpat pria bertubuh besar tadi yang entah sejak kapan sudah keluar dari mobilnya. Bugh, pria itu memberikan pukulan tangan besarnya ke wajah salah satu pria yang menahan Naira. Bruugh, pria itu tersungkur dengan sudut bibir yang sudah mengeluarkan darah karena terkena bogem mentah sang pria bertubuh besar.

"Putri." Pekik Rega, saat melihat Putri tersungkur tak sadarkan diri. Dia segera bergegas keluar dari dalam mobil dan berlari kearah Naira yang sedang tergeletak tanah. Bugh, "Aaargh" Rega memegangi kepalanya yang megeluarkan cairan berwarna merah karena dihantam kayu besar oleh salah satu pria berpakainan preman. 

Ciiiitttt, decitan suara ban mobil yang bergesekan karena berhenti mendadak, memekikan telinga mereka. "Beraninya kalian menyentuh Nai-ku!" Teriaknya mengelegar sehingga membuat para pria yang sedang baku hantam tadi berhenti dan menoleh ke arahnya. 

"Wah, Erick V. Gaincarlo." Ucap salah satu pria berpenampilan formal dengan setelan jasnya, entah sejak kapan dia sudah merangkul Naira hendak memapahnya ke dalam mobil. 

"Erick, Erick Gaincarlo." Gumam Rega mencoba untuk mengingat-ingat nama itu. "Tunggu. Bukannya dia pria yang menolongku tempo hari." Rega terkejut saat melihat siapa pria yang di maksud itu. Jika memang dia Erick yang dimaksud ayah, kenapa dia tidak menjemput Naira, batin Rega.

"Lepaskan tangan kotormu itu dari wanitaku brengsek!" Geram Erick menahan amarahnya. 

"Oh.. Jadi ini wanitamu. " Perlahan pria berpakaian formal itu membaringakan tubuh Naira yang masih tidak sadarkan diri di tanah. "Wanitamu. Wanita yang kau tunggu selama bertahun-tahun itu?" Tanyanya dengan nada mengejek. "Ck, bukankah wanitamu sudah mati kerena kecelakaan itu." Imbuhnya lagi.

"Jaga mulutmu Frans!!" Erick yang sudah tidak mampu menahan amarahnya, kini kedua tangannya sudah mengepal kuat dan berlari kearah Frans dan hendak menyerangnya. Dengan kuat, Erick menendang uluh hati pria yang tak lain adalah sahabatnya saat di bangku universitas dulu. Tubuh Frans yang terjungkal tidak menghalangi Erick untuk melayangkan pukulannya kembali. Secara brutal, Erick memukul wajah Frans tanpa memberi jeda bagi pria itu untuk melawan. 

"Tidak salah lagi, dia Erick yang ayah maksud." Batin Rega, dia bisa dengan jelas melihat kemarahan Erick yang memuncak dan menghajar orang yang menyakiti Naira secara membabi buta. 

Bugh, bugh, bugh. Suara pukulan demi pukulan kini terdengar kembali, bahkan lebih keras dari yang sebelumnya. Semua anak buah Erick maupun Frans kini kembali baku hantam. 

Dorrr, Frans melepaskan tembakannya ke udara saat dia sudah merasa terpojok dan tidak bisa melawan serangan Erick. Entah dari mana pria itu mendapatkan senjata api, kini Frans bahkan menodongkan senjatanya tepat ke arah kepala Erick. 

"Bagaimana jika aku mencicipi wanitamu dulu." Ucap Frans dengan seringai liciknya, kedua matanya menatap penuh nafsu tubuh Naira yang terbujur lemah di tanah. 

"Berengsek!! Sebelum itu terjadi, aku akan mematahkan lehermu dulu." Umpat Erick, dia mengepalkan kedua tangannya menahan amarah. Para anak buah Erick menghentikan perlawanannya saat melihan Erick di toding senjata. Mereka terdiam tanpa bisa melawan karena nyawa bos besarnya sebagai taruhan.

"Kau masih saja sombong rupanya." Seru Frans, dia terlihat senang saat membuat Erick tidak bisa berkutik. "Dulu kau selalu merampas apa yang aku mau. Sekarang aku ingin lihat, bagaimana reaksimu jika aku merampas wanitamu ini." Sarkasnya lagi. 

avataravatar
Next chapter