6 Sahabat Sejati

"Lho, Met, elo dari mana?" tanya Kinan, saat berpapasan dengan Meta di lift.

Sementara sahabatnya itu tampak mengacuhkannya, setelah mengibaskan tangannya Meta pun hendak pergi.

"Met," kata Kinan lagi.

Meta memandang Kinan sekilas, matanya nanar. Tapi dia tak menjawabi ucapan Kinan. Dia langsung berlalu dengan langkah yang terburu.

Sementara Kinan hanya bisa terdiam, baru kali ini dia melihat sahabatnya ini ingin menangis. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun melihat Meta seperti ini, hati Kinan pun ikut sakit.

Kenapa? Pertanyaan itu selalu membayangi hati Kinan.

Selama berteman denga Meta, Kinan jarang melihat Meta sesedih ini. Mungkin pun sedih, itu karena laki-laki yang dibenci oleh Meta. Kinan tersenyum kecut, kemudian dia pergi setelah melihat Meta masuk ke dalam lift.

"Mbak Meta, ini beberapa dokumen yang harus Mbak Meta pelajari hari ini. Dan Mbak Meta harus menyiapkan untuk meeting besok," kata Pak Cipto saat Meta baru saja ingin duduk di kursinya.

Meta hanya diam, tak mengatakan apa-apa, selain memandang Pak Cipto sekilas kemudian mengusap air matanya yang ternyata telah jatuh. Sementara Pak Cipto masih diam di sana, sambil mengamati ekspresi Meta.

"Mbak Meta yang sabar, ya. Pak Yoga memang seperti itu. Itulah kenapa jarang sekali ada sekertaris yang betah bekerja dengan beliau meski diiming-imingi dengan gaji tinggi. Tapi, Mbak Meta harus tahu, sebenarnya Pak Yoga itu adalah atasan yang sangat baik," jelas Pak Cipto yang merasa bersalah karena telah meninggalkan Meta begitu saja tadi di hotel.

"Sangat baik, Pak? Bagian mananya dari yang sangat baik itu?" tanya Meta dengan nada frustasi. Dia benar-benar tak habis pikir, bagaiamana seorag Prayoga Mahardika adalah sebuah bos yang baik?

Pak Cipto tersenyum maklum, setelah ia menatap perempuan cantik yang ada di depannya sekilas, dia pun kembali menunduk, "karena Mbak Meta adalah sekertaris pertama yang bagi Pak Yoga telah melakukan satu kesalahan, tapi tidak dipecat," jawab Pak Cipto, dengan senyuman aneh di sudut bibirnya.

Meta hanya bisa melongo. Hanya karena itu? Hanya karena hal seperti itu lantas Pak Cipto mengatakan jika bosnya adalah orang baik?

Meta kembali melirik dokumen-dokumen yang baru saja ditaruh Pak Cipto dengan enggan, kemudian ia kembali memandang ke arah Pak Cipto dengan sebal. "Ya sudah, Pak, saya selesaikan pekerjaan saya," putusnya. Waktu jam makan siang telah lewat, dan Meta benar-benar sangat kelaparan.

Hampir tiga jam Meta mempelajari dokumen-dokumen yang ada di mejanya, antara jenuh, mengantuk, sampai pantatnya terasa nyaris terbakar. Dia benar-benar gemas, dia terus bertanya-tanya kenapa dia harus mengerjakan tugas sebanyak ini di hari pertamanya ia bekerja. Sementara matanya setengah mengantuk, ia ingat jika di perusahaan akan sangat bebas mendapat akses internet. Senyumnya tersungging manakala ide itu muncul di otaknya.

"Dari pada otak gue mengkerut, dan gue ngantuk, gue pelajari dokumen ini sambil nonton, ah! Lagian kurang dikit aja!" gumamnya semangat. Mencari beberapa link untuknya bisa menonton film. Entah film apa pun, asal membuatnya bersemangat dan bergairah.

Sementara itu Yoga tampak sangat tenang, setelah ia membaca beberapa penawaran kerja sama dengan clientnya, otaknya kembali teringat dengan kejadian tadi pagi. Dia benar-benar tak menyangka, jika akan dipermalukan seketarisnya di depan umum seperti itu. Rahang Yoga mengeras setiap kali mengingat kejadian memalukan itu. Tapi, kata-kata seketarisnya, dia tak menampik jika itu benar adanya. Dan kata-kata dari Meta benar-benar mengusik ketenangannya. Ada rasa aneh yang menjalar di hatinya. Seperti rasa bersalah tapi Yoga terus menolak kuat-kuat perasaan menyebalkan itu.

Yoga melirik tayangan CCTV pada salah satu komputernya, sambil bertopang dagu ia memerhatikan Meta yang masih sibuk dengan dokumen-dokumennya. Dan tak lama setelah itu, Meta merapikan dokumen-dokumen itu, pandangannya lalu fokus ke layar komputer di depannya.

Yoga menarik sebelah alisnya, menangkap gelagat aneh sang sekertaris. Dia pun membesarkan apa yang CCTV rekam. Betapa kaget dia saat melihat jika saat ini Meta tengah menonton film porno. Dan itu berhasil membuat rahang Yoga semakin mengeras. Dia benar-benar tak tahu, jenis perempuan apa yang bekerja sama dengannya. Apakah jenis perempuan penggoda? Perempuan dengan gairah seks tinggi? Atau bahkan, bekas pelacur.

Yoga menggebrak meja kerjanya, kemudian ia menutup rekaman CCTV di ruangan Meta. Melihatnya lama-lama, semakin membuat darahnya naik, dan amarahnya membuncah. Dia benar-benar tak menyangka, jika dia bisa mendapatkan sekertaris sebejat Meta.

*****

"Met, elo nggak apa-apa, kan? Pak Yoga nyulitin elo, ya?" tanya Kinan hati-hati. Dia sudah sangat cemas dengan Meta sekarang, dan dia harus meyakinkan dirinya sendiri jika Meta baik-baik saja.

Saat ini keduanya sudah pulang dari kantor, dan saat ini pula Meta sedang berada di kamar Kinan. Meta melirik Kinan sekilas, kemudian mengabaikan ucapan Kinan.

"Maafin gue, Met, kayaknya gue salah deh nyaranin elo masuk perusahaan gue. Hanya karena gaji tinggi, dan gue pikir itu bisa bantu elo," kini Kinan merasa semakin bersalah, terlebih melihat wajah suram dan lesu Meta. Dia tak tahu, jika bekerja sebagai sekertaris dari bosnya akan menjadi hal semengerikan ini untuk Meta. Jujur, lebih dari apa pun yang diinginkan dari Kinan hanyalah, melihat Meta menjadi Meta seperti dulu. Bukan Meta yang pemalas, tapi harapannya malah menjerumuskan Meta dalam jurang penderitaan yang tak berdasar.

"Gue beneran nggak nyangka aja sih, Kin. Ada ya, bos yang ninggalin seketarisnya di jalan gitu aja? Bos elo itu orang apa bukan, sih? Dan gue harus ngorbanin uang makan bulanan gue karena ini. Ditambah... masalah di rumah, lagi," dengus Meta. Kepalanya terasa pusing, dan perutnya sakit karena belum sempat makan.

Kinan langsung memeluk tubuh Meta, dia benar-benar tak menyangka akan jadi seperti ini. Lagi, Kinan menghela napas panjang. Meski jendela kamarnya terbuka, meski angin sepoi-sepoi keluar masuk ruangan kamarnya, entah kenapa dada Kinan terasa sangat sesak. Dia menjadi merasa yang bersalah di sini, dan pasti rasa bersalah ini akan mengganggu setiap malam tidurnya.

"Mending lo siap-siap, deh," putus Kinan. Setidaknya, dia ingin melakukan sesuatu untuk Meta. Memberikan sedikit kebahagiaan untuk sahabatnya tercinta. Setidaknya, dengan membuat sahabatnya tersenyum itu akan mengobati rasa bersalahnya.

"Untuk?" selidik Meta.

"Kebetulan gue baru dikasih uang cowok gue nih. Elo mau seragam kantor baru, kan?" tawar Kinan, sambil menarik turunkan alisnya.

Ini adalah satu-satunya cara bagi Kinan, untuk mengalihkan pembicaraan saat Meta mulai menyinggung masalah rumahnya. Bukan karena dia bosan, hanya saja dia tak mau Meta menangis, dan sedih karena hal itu.

"Beneran?" tanya Meta semangat. Seragam baru dibelikan oleh Kinan? Meta tidak akan pernah menolak hal itu! Terlebih, dia sudah benar-benar tak nyaman dengan seragam kerja Kinan.

Kinan mengangguk kuat, "tiga potong aja tapi," katanya.

Meta langsung memeluk tubuh Kinan, ia benar-benar tak tahu bagaimana nasibnya tanpa ada Kinan di sisinya. Sebab bagi Meta, sedari dia bertemu dan bersahabat dengan Kinan, Kinan adalah malaikat buatnya. Apa yang dia harapkan ketika bersama keluarganya, bisa dia dapatkan dari Kinan dan keluarganya.

"Thanks, Kin," ucap haru Meta. Memeluk tubuh Kinan dengan begitu erat. Dia tak tahu apa lagi yang harus dikatakan kepada Kinan selain ribuan terimakasih.

"Sama-sama, Sayang."

avataravatar
Next chapter