17 Rencana Kencan

Kinan langsung menggenggam tangan Meta, untuk sekian lama. Baru kali ini dia melihat sahabatnya muram seperti ini. Padahal dulu waktu dia dipecat dari perusahaan yang lama, Meta tak sefrustasi ini. Kinan yakin ada yang tidak beres antara sahabatnya, dan bosnya. Tapi, Kinan tidak tahu itu apa. Sesuatu yang sampai membuat Meta murung, bukanlah sesuatu yang biasa. Pasti, itu adalah perkara yang benar-benar luar biasa.

"Ngomong ama gue, Met. Elo ada apa?" tanya Kinan lagi. Dan berhasil Meta memeluk tubuh Kinan erat-erat sembari terisak.

"Pak Yoga, Kin, ternyata kemarin itu beneran. Dia udah merkosa gue...," lirih Meta, "dan sekarang dia nyuruh gue buat tinggal ama dia. Dan mengancam akan nyebarin vidio kami kalau gue nolak. Terus dia juga bilang kalau akan bayar gue. Entah kenapa, gue ngerasa jadi cewek rendah banget, Kin. Nggak ubahnya kayak pelacur," jelas Meta pada akhirnya. Sudah tersedu, menumpahkan semua rasa kekalutan yang ada di dadanya sedari tadi.

"Met, Met... tunggu...," kata Kinan pada akhirnya. "Pak Yoga merkosa elo? Yang kemarin ada cupang banyak di dada elo itu?" selidik Kinan? Meta mengangguk. "Bukannya elo udah periksain, ya? Dan elo masih virgin. Jadi gimana ceritanya dia merkosa elo?"

Meta pun langsung ingat tentang kedatangannya ke rumah sakit. Kemudian dia menepuk jidatnya. Rupanya, dia benar-benar telah menjadi pelupa.

"Oh iya, ya... gue lupa!" pekik Meta. Tapi, untuk semalam... Meta tidak bisa memastikkannya.

Kinan pun langsung menoyor kepala sahabatnya itu kemudian mendengus. "Eh, Met, elo sadar nggak sih kalau ada yang aneh ama bos kita?"

"Apaan?" tanya Meta yang moodnya sudah kembali seperti semula. Meski kejadian semalam dia tidak berani ceritakan kepada Kinan.

"Selama ini lo pernah liat nggak Pak Yoga jalan ama cewek? Teleponan ama cewek?" tanya Kinan. Meta pun menggeleng. "Met, sebenernya simpel banget alasan Pak Yoga nyuruh lo tinggal ama dia di apartemennya."

"Apa?" tanya Meta lagi yang semakin bingung.

"Sebenernya kabar ini udah nyebar ke semua karyawan kantor, Met. Dan ada majalah-majalah bisnis juga yang ngebahas masalah ini. Pak Yoga itu nggak suka ama cewek, Met, alias homo."

"Eh, gila lo!" potong Meta sambil melempar bantal ke arah Kinan. Yoga homo? Lalu, apa yang dia lakukan kepadanya dua malam ini apa?

"Eh, Met, semuanya itu udah jelas. Elo nginep di tempat dia dalam keadaan nggak sadar aja dia nggak ngapa-ngapain elo, kan? Dan sekarang lo tahu kenapa lo disuruh tinggal bareng dia? Ya buat memperbaiki immagenya lah di depan umum. Agar orang tahu kalau dia itu lelaki normal!" kata Kinan meyakinkan Meta. Meta masih tak percaya dengan ucapan Kinan, dia pun terus mengerutkan dahinya.

"Nggak mungkin, Kin, Pak Yoga nggak gitu," bantah Meta.

Dia yakin jika bosnya bukanlah lelaki homo. Jika benar dia homo, mana mungkin semalam Yoga menciumnya dengan begitu panas. Ciuman yang bahkan Meta belum pernah merasakan sebelumnya. Dan apa yang dia ingat semalam, benar-benar menunjukkan jika Yoga bukan cowok homo!

"Kalau lo nggak percaya, buktiin, deh. Sebulan lo tinggal sama Pak Yoga, biar lo tahu kebenerannya kayak apa. Siapa tahu dia bisa sembuh. Sayang banget, Met, cowok seganteng Pak Yoga homo. Sayang banget," kata Kinan lagi, sembari menepuk-nepuk bahu Meta seolah memberi dukungan moril yang bahkan Meta tak membutuhkan itu sama sekali.

Meta menggeleng, kemudian dia langsung berganti baju. Dari pada dijejali oleh ucapan Kinan yang benar-benar tak masuk akal lebih baik Meta mengabaikan pembicaraan ini.

"Elo nggak mandi?" selidik Kinan sembari menarik sebelah alisnya curiga.

"Udah di tempat Pak Yoga," jawab Meta sekenanya, membuka lemari dan mengambil salah satu tas di sana.

"Dia nggak ngintip elo?" goda Kinan sambil menahan senyum.

Meta langsung memutar tubuhnya, sembari bersedekap, dengan mata melotot, dia pun berseru, "Kinan!"

"Hahaha!"

*****

Seharian ini kerjaan Meta hanya meneliti tingkah Yoga. Mulai dari cara dia jalan, cara dia duduk, cara dia berbicara, bahkan sampai cara Yoga membanting dokumen yang ada di tangannya.

Meta benar-benar meragukan jika Yoga dalah homo seperti apa yang dikatakan oleh Kinan. Namun demikian, dia juga bingung karena bosnya ini memang tak berinteraksi dengan perempuan. Padahal jika dilihat, siapa perempuan yang tak ingin dengan bosnya? Bosnya masih sangat muda, wajahnya tampan luar biasa, dan soal kemapaman, tak usah ditantya.

Jadi, apa yang membuat bosnya menjauhi semua perempuan? Apakah bosnya memiliki salah satu trauma di masa lalu dengan perempuan? Itu sebabnya sekarang dia begitu dingin terhadap semua perempuan yang mendekatinya.

Meta memicingkan matanya, mengamati wajah tampan bosnya. Nyaris tak ada celah, selain jenggot yang tampak memanjang, dan itu Meta tak suka.

"Mau sampai kapan kamu melihatku sampai seperti itu?" tegur Yoga yang berhasil membuat Meta nyaris melompat.

Kamu? Meta kembali melirik ke arah Yoga. Sejak kapan Yoga memanggilnya 'kamu' saat berada di kantor? Padahal biasanya, Yoga lebih suka memanggil Meta dengan 'Anda'.

"Pak Cipto nanti akan mengemasi barangmu untuk diantar ke apartemen. Sepulang kerja, kemasilah seperlunya," ucap Yoga lagi.

Kini Meta berdiri tepat di depan Yoga tanpa sungkan, kemudian mengamati Yoga secara blak-blakan. Sembari bersedekap, Meta melihat bosnya itu dari atas sampai bawah.

"Apa pekerjaanmu sudah selesai? Dari pada berdiri, dan menganggu pemandangan. Lebih baik kamu bekerja," ketus Yoga pada akhirnya, membalikkan badan, melangkah menuju kursi kebesarannya.

"Bapak homo, ya?" tanya Meta terang-terangan yang berhasil membuat Yoga yang hampir duduk pun melotot.

"Apa?" tanya Yoga, emosinya tersulut saat mendengar pertanyaan Meta. Kedua tangannya mencengkeram bulpoin, sementara rahangnya sudah mengeras. Bisa-bisanya wanita ini mengatakan kalau dia adalah... homo? Kurang ajar!

"Ya, maksud saya, saya tidak pernah melihat Bapak jalan sama perempuan. Jadi, saya pikir mungkin Bapak...."

"Apa karena aku sibuk bekerja lantas kamu menyebutku seperti itu? Bahkan untuk memberimu anak pun aku mampu," kata Yoga, rahangnya mengeras. Memandang ke arah Meta dengan begitu dingin, dan tajam.

Meta pun tak bersuara lagi, dia kembali ke kursinya sambil melirik Yoga takut-takut. Tapi setelah mendapatkan tatapan dingin bosnya, dia langsung kalang kabut.

Yoga membanting dokumen yang ada di tangannya. Andai Meta tahu, bagaimana dia berusaha keras menahan diri untuk tak menjamahnya. Bagaimana dia harus perang batin saat ada Meta berbaring di ranjangnya. Namun sekarang, dengan mudah perempuan itu mengatainya dengan kata 'homo'? Lagi, Yoga melirik ke arah Meta dengan tatapan dinginnya, kemudian dia kembali membaca dokumen yang tadi sempat dia banting.

"Met, elo mau ceperan lagi nggak?"

Sebuah pesan whatsapp masuk dari telepon Meta, dan dia tahu nomor itu adalah milik Becca. Ceperan? Bukankah kemarin dia baru saja mendapatkan sepuluh juta dari perempuan ini?

"Ceperan apa, Mbak?" tanya Meta ragu-ragu. Jika dia bisa mendapatkan lebih. Mengapa tidak?

"Bantu gue ketemu ama Yoga, gue kasih elo sepuluh juga," pinta Becca lewat pesan itu.

"Agak susah itu, Mbak," balas Meta pesimis.

"Dua belas juta, bagaimana?" tawar Becca setengah memaksa.

"Gimana, ya?" balas Meta, dia mulai bimbang. Sebab dua belas juta bukanlah uang yang sedikit. Terlebih, hanya untuk mempertemukan Yoga, dengan Becca.

"Lima belas juta?" tawar Becca lagi. Senyum Meta tersungging setelah membaca pesan itu.

"Deal!" jawabnya kemudian.

Bab 6 (c)

Meta tersenyum lebar, lima belas juta jika dia berhasil mempertemukan Yoga, dan Becca? Dia bisa mendapatkan dua puluh lima juta dalam waktu dua hari! Dan ditambah dengan seratus juta bayaran dari Yoga. Dia pasti akan sangat kaya! Dan dapat membeli beberapa petak tanah di kampung halamannya. Tentu, setelah dia membantu bundanya melunasi hutang manusia jahat di dunia itu!

Dia kemudian kembali melirik Yoga, sambil membawa dokumen. Dia pun mendekati Yoga. Dia harus memikirkan sebuah cara cemerlang untuk mengajak bosnya itu keluar, bagaimanapun caranya.

"Ada dokumen yang harus Bapak tanda tangani...," kata Meta. Yoga hanya diam, menandatangani file yang dibukakan Meta tanpa suara. "Ehm, Bapak tidak ada meeting di luar?" tanya Meta hati-hati.

"Bukankah kamu sekertarisku? Seharusnya kamu lebih tahu jadwalku," ketus Yoga.

"Oh iya," jawab Meta lagi. Sepertinya ini akan menjadi lebih sulit. Sembari menggaruk kepalanya, Meta mencoba mencari cara lagi.

"Apa kamu ingin meeting di luar?" tanya Yoga pada akhirnya.

Dengan senyum mengembang, Meta pun mengangguk kuat-kuat sembari berkata, "iya, Pak! Saya merasa jenuh, sekalian jalan-jalan, kan?"

"Setelah jam makan siang, kita akan meeting di hotel biasanya."

"Siap, Pak!"

Setelah mendengar itu, Meta buru-buru menghubungi Becca. Dan membiarkan perempuan itu mengatur rencana selanjutnya seperti apa.

*****

Meta hanya bisa terdiam, saat meeting yang dikatakan Yoga hanya dilakukan mereka berdua. Ya, Yoga, dan Meta. Tepatnya mereka sekarang sedang makan siang berdua di hotel tempat Meta ditinggal Yoga kemarin. Tidak ada siapa pun, selain mereka.

"Jadi, kita meeting dengan siapa, Pak?" tanya Meta pada akhirnya. Menoleh kesana-kemari mencari barangkali ada client dari bosnya itu akan datang.

Yoga yang sudah sibuk dengan makanannya pun tak menjawab, dia lebih memilih membaca beberapa pesan dari rekan bisnisnya dari pada menjawab pertanyaan Meta.

Meta menelan ludahnya, kemudian dia memilih makan dalam diam. Sambil mencari-cari di mana gerangan Becca berada. Kenapa lama sekali untuk sampai ke sini? Bahkan, makanan yang ada di hadapannya sudah hampir habis.

"Lho, ada kalian?" sapa Becca yang berhasil membuat Meta sumringah.

Akhirnya, misi kedua yang diberikan oleh Becca berhasil. Dan dia akan mendapatkan uang lima belas juta.

Sementara Yoga, langsung meletakkan garpu yang sedari tadi ada di tangannya kemudian dia menatap ke arah Meta dengan tatapan yang lebih dingin dari biasanya.

"Boleh gabung?"

"Tidak."

"Silakan, Mbak," jawab Yoga, dan Meta yang tak kompak.

Lagi Yoga menghela napas panjang, kemudian Becca duduk dengan wajah sumringahnya.

���Udah lama, Ga? Kalian ngapain di sini?"

"Makan,"

"Meeting."

Dan lagi-lagi jawab mereka kembali tak sama. Yoga kembali menghela napas panjang, kemudian melirik Meta yang cekikikan.

Amarah Yoga tampaknya sedikit hilang, saat ia melihat wajah bahagia Meta. Kemudian dia pun ikut tersenyum dibuatnya.

"Met, elo di sini?" suara itu tiba-tiba datang, dan berhasil membuat ketiga orang itu menoleh.

Fabian langsung berdiri di belakang kursi Meta, tersenyum dengan begitu manis kepada Meta.

"Iya, nih, lagi meeting," jawab Meta seadannya.

"Sama?"

"Pak Yoga," jawabnya lagi.

Fabian tertawa. "Mau jalan nggak ama gue?" tawar Fabian. Sembari menggoda Meta dengan gaya centilnya.

Yoga diam, memerhatikan interaksi keduanya yang tampak begitu dekat itu. Sementara Meta, merasa jika ini adalah saat yang tepat meninggalkan Becca, dan Yoga berdua. Lebih baik dia ikut bersama dengan Fabian.

"Ke mana? Mau!" jawab Meta yang semakin membuat senyum Yoga memudar.

Lagi Yoga menghela napasnya. Sepertinya dia tahu, jika perasaan yang diberikan Fabian kepada Meta tidak bertepuk sebelah tangan.

Dalam diam Yoga memerhatikan saat Meta pergi sambil bergurau dengan Fabian, keluar dari hotel untuk kemudian menghilang dari pandangannya.

"Ga, elo liatin apa sih?" tanya Becca.

Yoga pun tersenyum, kemudian dia menggeleng. "Selesaikan makanmu. Setelah ini aku ada kerjaan lain," kata Yoga.

Becca nyaris melompat bahagia. Kata terhagat pertama yang Yoga lontarkan untuknya. Itu benar-benar hal yang luar biasa baginya.

*****

"Gila lo, Met! Lo ngejual bos kita ama Mbak Becca demi keuntungan lo sendiri!" pekik Kinan. Saat Meta menceritakan bagaimana ceritanya dia bisa mendapatkan uang banyak dalam hitungan hari.

Meta pun membungkam mulut Kinan, kemudian menjitak kepala sahabatnya itu. "Jangan keras-keras, gue jadi nggak enak!" gerutunya.

"Lo gila, Met. Gimana jadinya kalau Pak Yoga tahu? Elo nggak kasihan? Elo manfaatin orang sekelas Pak Yoga, Met. Gila lo!"

"Lha, kata lo sendiri, kan, Pak Yoga homo? Siapa tahu dengan cara ini dia bisa normal lagi," sanggah Meta tak mau kalah.

Kinan hanya bisa menggeleng kepalanya, kemudian melihat Meta mengemasi barangnya untuk segera pindah ke apartemen bosnya itu.

"Hati-hati!" kata Kinan, mengekori langkah Meta menuruni anak tangga, kemudian mendekat ke arah mobil yang ada Pak Cipto di sana. "Jangan lupa, lo sering-sering telanjang di depan Pak Yoga, siapa tahu dia balik normal," bisik Kinan.

Meta langsung melotot, untuk kemudian memeluk tubuh sahabatnya itu dengan begitu erat. Dia tidak pernah menyangka, jika akan berpisah dengan Kinan. Padahal sebelumnya, dia sangat yakin, jika dia akan sehidup semati dengan Kinan. Bahkan Meta sudah memiliki rencana, jika Kinan menikah nanti. Dia juga mau menumpang di rumah Kinan, atau paling tidak dia mau membeli sebuah rumah tepat di samping rumah Kinan tinggal.

"Mama pergi dulu, ya, Sayang. Awas jangan nakal!" godanya. Kemudian dia masuk ke dalam mobil dan melesat pergi.

Setelah sampai di apartemen, Meta langsung menata pakaiannya di sebuah lemari baru yang disediakan oleh Yoga. Kemudian dia membuat dua buah teh untuknya, dan Yoga. Tentu setelah mengantat Meta, Pak Cipto pamit kembali ke rumah Yoga. Sebab selepas kerja, Yoga memilih untuk tidak ditemani oleh Pak Cipto.

Tapi tampaknya bosnya itu sedang sibuk, atau malah berada pada suasana hati yang benar-benar buruk. Mulai dari jam 18.30 sampai tengah malam Yoga tak keluar dari ruang kerjanya. Dia tampak sibuk sendiri di sana dengan laptopnya. Membuat Meta sesekali mengintip ke sana.

Meta meghela napas panjang, padahal dia sudah memesan makan malam untuk mereka berdua. Tapi Yoga sama sekali tak keluar ruang kerjanya.

Sekarang dia jadi bingung, untuk apa Yoga menyuruhnya tinggal di sini kalau dia tak melakukan pekerjaan apa pun tapi di bayar.

Setelah kehilangan selera makan Meta pun masuk ke dalam kamar, berbaring kemudian tertidur.

Pukul 02.15 Yoga baru selesai dengan pekerjaannya. Saat dia keluar kamar ia melihat beberapa makan malam yang bahkan tak tersentuh sama sekali, dan dua gelas teh yang masih penuh. Mungkin, teh itu telah dingin. Kemudian Yoga masuk ke dalam kamar, Meta sudah berbaring di sana sambil memeluk dirinya sendiri.

Yoga pun mengambil remote AC, kemudian sedikit menghangatkan suhu kamarnya. Menarik selimut, kemudian menyelimuti Meta. Tak lupa, sepasang kaus kaki dipasangkan pada kaki Meta.

Setelah semuanya beres, Yoga kembali keluar kamar. Kemudian dia memilih rebahan di sofa dan memejamkan matanya. Mungkin dia nanti akan tidur, ya... mungkin.

avataravatar
Next chapter