webnovel

Kantor Rey

Banyak pasang mata yang memerhatikan mereka berdua. Lebih tepatnya siapa wanita yang ada di samping bosnya itu.

Rey nampak tersenyum saat ada beberapa pegawai yang berpapasan dengannya.

"Demi apa? Pak Rey tersenyum sama kita? Astaga, ini bener-bener bikin meleleh," ucap seorang pegawai di dalam hatinya.

"Gila, senyumnya Pak Rey manis banget. Ini pasti karena wanita yang di sampingnya. Baru kali ini, Pak Rey membawa wanita ke kantor," ucap salah satu pegawai.

"Iya kamu benar sekali, biasanya Pak Rey acuh tak acuh," jawab pegawai yang lainnya.

Semua perbincangan tentang Rey bersama dengan wanita. Perbincangan hangat ini langsung menjadi topik panas di grup kantor.

[Guys, kalian tahu nggak kalau Pak Rey bawa perempuan ke kantor.]

[Apaaa? Jangan bohong. Gila ya, kita gosipin Pak Rey!]

[Serius, tadi Pak Rey juga tersenyum lho sama kita!]

[Iya benar, perempuannya cantik dan sederhana tapi terlihat elegant.]

[Judes nggak perempuannya?]

[Ramah kok, senyum sama kita juga. Kelihatannya wanita baik-baik.]

Kurang lebih seperti itulah grup kantor yang sangat antusias sekali membicarakan bos mereka. Karena ini adalah kejadian langka. Kapan lagi Rey mau membawa wanita ke kantor. Apa lagi pria itu bisa berubah dalam waktu singkat.

Rasanya para pegawai sangat menginginkan jika wanita yang tadi mereka lihat terus berada di sisi bosnya. Karena dengan begitu, kehidupan mereka di kantor akan lebih menyenangkan tanpa ada ketegangan saat berhadapan dengan bos mereka.

Ariela merasa sangat tidak nyaman, ia merasa tidak enak dengan para pegawai di kantor Rey. Apa lagi sejak tadi pria itu terus menggenggam tangannya.

Rey memerhatikan Ariela yang sejak tadi diam saja. "Tidak apa-apa, aku hanya sebentar saja kok."

Rey mengusap punggung tangan wanita yang masih berdiri di sampingnya. Ariela nampak lebih tenang saat ini. Ia sungguh merasa nyaman ketika Rey memerhatikannya.

"Tidak, aku tidak boleh seperti ini. Perasaan apa ini? Kenapa aku jadi gila?" ucap Ariela di dalam hatinya.

Rey menuju ruang kerjanya. Ia tidak melihat sekretarisnya, yang pasti Rey tahu ke mana perginya ornag kepercayaannya itu.

Rey membuka pintu ruang kerjanya. Nuansa hitam terlihat dengan jelas.

Ariela mengedarkan pandangannya. Walau nuansanya serba hitam. Tapi terasa sangat nyaman saat berada di ruang ini.

"Duduk dulu, kamu mau minum apa?"

Ariela mengalihkan pandangannya. Menatap Rey yang sudah berada di depan lemari pendingin yang ada di ruangannya.

Ariela menggelengkan kepalanya. "Aku tidak haus, Rey. Kamu kerja saja. Nanti aku akan mengambilnya jika aku menginginkannya."

Rey menganggukkan kepalanya. "Ok, kamu anggap saja ini ruangan kamu sendiri ya. Aku kerja dulu." Dan aku berharap setiap hari bisa terus seperti ini. Rey ingin sekali melanjutkan ucapannya ini. Hanya saja, ia merasa tidak bisa mengutarakannya di saat statusnya dengan Ariela masih belum memilki status.

Rey duduk di kursi kerjanya. Ia menatap Ariela sejenak sebelum fokus dengan pekerjaannya.

Ariela duduk di sofa panjang yang ada di ruangan Rey. Ia mengambil sebuah majalah yang ada di atas meja lalu membacanya.

"Apa Rey suka membaca majalah?"

Ariela mengangkat kedua bahunya dengan acuh. Ia memilih melanjutkan baca majalahnya saja untuk menghilangkan rasa bosannya.

Ini adalah pertama kalinya Ariela menginjakkan kakinya ke sebuah kantor. Karena sejak pertama kali ia bekerja, dunia malam lah yang menjadi pilihannya.

Siapa pun pasti ingin mendapatkan uang dengan cara cepat. Itulah yang Ariela lakukan demi kebutuhan hidup dan biaya berobat ibunya.

Ariela tidak pernah mengeluh, walau jalan yang ia pilih salah. Ariela merasa senang karena ia bisa memberikan yang terbaik untuk ibunya. Hanya tinggal wanita paruh baya itu saja yang tersisa. Ariela sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ibu kesayangannya itu.

Rey mencuri-curi pandang untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Ariela. Entah kenapa memandangi wanita yang sedang fokus membaca majalah itu membuat Rey merasa teduh. Mau di lihat dari sudut mana saja. Wanita itu tetap terlihat sangat cantik sekali.

"Aku sungguh gila," ucap Rey di dalam hatinya. Sejak bertemu dengan Ariela hatinya pun melembut. Tapi jika tidak dengan wanita itu. Jangan berharap akan mendapatkan sebuah senyuman dari pria dingin itu.

Ariela membalik-balik setiap lembar majalah otomotif yang ada di tangannya. Bukan majalah wanita dewasa yang sedang dibacanya. Mungkin Rey tidak ingin jika ada tamu yang datang ke kantornya melihat barang menjijikan itu. Padahal memang aslinya Rey tidak menyukainya.

"Eummm, Pak. Ini makanan dan mi—" pria itu langsung membungkam mulutnya saat melihat ada wanita cantik yang sedang duduk di sofa.

Rey yang mendengarnya langsung menatap tajam sekretarisnya itu.

"Apa kau tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu?" ucap Rey dingin. Dan Frans—sekretaris Rey hanya memperlihatkan deretan giginya tanpa dosa.

"Siapkan di sana," ucap Rey sambil menunjuk dengan dagunya.

Frans langsung menganggukkan kepalanya. Ia pun langsung menyiapkan apa yang ada di tangannya saat ini.

Frans tersenyum saat melihat wajah cantik Ariela dari dekat. "Pantas saja Rey sangat menginginkannya. Di lihat dari mana pun, waNita ini tetap terlihat sangat menggemaskan," ucap Frans di dalam hatinya.

"Frans, jika sudah selesai. Ini berkas yang kau minta," ucap Rey ketus.

Rey tidak suka melihat Frans yang memerhatikan Ariela dari dekat. Walau Rey tahu, Frans tidak memiliki maksud apa-apa. Tetap saja ia merasa tidak suka.

"Dia milikku, Frans! Kau itu tidak berhak mendekatinya," ucap Rey di dalam hatinya. Kedua mata tajamnya sudah menatap Frans dengan tidak senang.

Frans yang melihatnya hanya tertawa. Jelas ini adalah pertama kalinya, Rey mau mengejar wanita dengan cara apa pun. Ia akan melakukan berbagai cara agar wanita itu bisa di dapatkannya.

Frans mengambil berkas yang ada di meja Rey. Ia tersenyum dengan penuh godaan.

"Tumben!" ejek Frans.

"Tutup mulut kamu!" ucap Rey ketus.

"Saya akan membereskannya," ucap Frans sambil mengangkat berkas yang diambilnya.

Rey hanya menganggukkan kepalanya. Ia jelas senang bisa memiliki kaki tangan seperti Frans yang bisa memahaminya.

Ariela yang sejak tadi diam saja langsung mengernyitkan dahinya saat melihat makanan dan minuman yang ada di atas meja.

"Jam segini Rey sudah memesan makanan? Padahal baru habis makan tadi di rumah," ucap Ariela di dalam hatinya. Ia bahkan tidak memerhatikan siapa yang menyiapkan semua itu. Ariela terlalu asyik membaca majalah otomotif.

Ariela melihat Rey yang sedang menatap layar laptopnya. Pria itu terlihat sangat memesona sekali. Ariela merasa kedua matanya sudah tidak baik-baik saja. Kenapa juga bisa melihat wajah tampan Rey. Dan kenapa juga ia bisa memikirkan Rey sampai sejauh ini.

"Ini sungguh bahaya," ucap Ariela lagi dan tentu saja di dalam hatinya.

Bersambung

Next chapter